Friday, April 26, 2024

Character Assasination dan Cara Menghadapinya

Apa itu Character Assasination

Pernahkah Anda menjadi obyek upaya character assasination? Character assasination (CA) atau dalam lidah masyarakat Indonesia disebut dengan pembunuhan karakter adalah upaya merusak reputasi seseorang dengan cara menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, informasi yang tidak berdasarkan fakta. Upaya character assasination dapat berupa pernyataan yang berlebihan atau manipulasi fakta untuk memberikan citra yang buruk tentang orang tertentu.

Pembunuhan karakter kerap digunakan dalam dunia sastra yang mengacu pada tindakan mencemarkan nama baik seseorang atau kelompok dengan pernyataan palsu. Banyak penulis menggunakannya sebagai elemen plot dalam karya mereka.

Meskipun bukan konsep yang mudah untuk dipahami, pembunuhan karakter adalah konsekuensi alami dari sifat manusia. Orang tergoda untuk menyakiti orang lain hanya untuk membuktikan bahwa mereka benar. Tidak ada orang yang sempurna, sehingga mereka tidak dapat menahan godaan untuk mengkritik orang lain.


Pemicu Character Assassination

CA biasanya dipicu oleh persaingan hidup yang tidak sehat antar individu atau antar kelompok. Hal ini bisa terjadi di dunia kerja, politik, bisnis, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari. Persaingan tidak sehat bisa muncul kapan saja dan di mana saja.

Kemunculan CA salah satunya didorong oleh sikap kompleks superioritas, sebuah gangguan dalam jiwa seseorang yang dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mencapai kesempurnaan di atas rata-rata, menjadi terdepan. Gangguan kejiwaan ini membuatnya selalu ingin menjadi individu yang paling unggul sehingga menggunakan cara-cara yang tidak elegan. CA menjadi salah satu cara yang dilakukan seseorang pengidap kompleks superioritas untuk mewujudkan ambisinya sebagai pribadi yang tampak super, unggul.

CA merupakan sebuah efek yang timbul dalam kehidupan bersama dan sarat dengan persaingan. Dalam kehidupan bersama konflik antar individu kerap melukis kehidupan sehari-hari sebagai resiko proses interaksi sosial. Kecenderungan, kebutuhan, cara pandang, dan cara berpikir terhadap sebuah objek yang berbeda-beda pada setiap individu acapkali melahirkan perdebatan, ketegangan, konflik ide, bahkan berujung pada ranah yang lebih ekstrim, konflik fisik bagi mereka yang tidak mampu mengendalikan diri.

Sebagai individu, kita tidak selalu berhadapan dengan hal-hal yang membuat kita merasa tentram dalam kehidupan kolektif. Pada saat yang sama, keputusan yang kita ambil, tindak tanduk, kebiasaan, sikap, dan gaya bicara kita dapat diterima sekelompok orang tetapi belum tentu mendapat respon positif dari seseorang atau sekelompok orang lainnya. Secara sederhana, kita tidak mungkin menyenangkan semua orang.

Sebagai catatan, apapun posisi saya, Anda, dan kita semua hampir pasti pernah menciptakan ketidaknyamanan kepada orang lain baik disengaja maupun tidak disengaja--sekecil apapun ketidaknyamanan yang kita timbulkan. Pada titik inilah, Anda berpotensi mengalami pembunuhan karakter. Seseorang yang merasa sebagai pesaing akan hadir dengan melakukan upaya character assasination.

Siapa pun bisa menjadi korban pembunuhan karakter, baik itu nyata atau fiksi. Misalnya, seseorang dapat merusak reputasi orang lain untuk meningkatkan statusnya sendiri di komunitas atau tempat kerja. Ini disebut manajemen persona negatif dan merupakan sifat manusia yang umum. Kebanyakan orang tergoda untuk menyakiti orang lain dan kemudian membangun diri mereka sendiri di atas kemalangan sesama. Semua orang melakukan kesalahan tetapi tidak seorangpun memiliki hak sempurna untuk melakukan tindakan menghancurkan reputasi orang lain.



Bagaimana menyikapi Character Assasination?


Tanggapi dengan Tenang

Ketika Anda diterpa Character Assassination, tanggapi dengan tenang. Don't panic! Tidak perlu panik!. Kecuali jika Anda benar telah melakukan kesalahan. "Berani karena benar takut karena salah" kata pepatah yang saya kenal sejak kelas 2 SD. Apalagi masih ada orang yang memberikan dukungan kepada Anda. Yakinkan diri bahwa Anda memang tidak melakukan sebuah kesalahan.

Kembali kepada narasi sebelumnya. Kita tidak mungkin menyenangkan semua orang. Selalu akan muncul orang yang tidak se-ide atau berseberangan dengan pikiran Anda. Dengan memegang teguh prinsip ini Anda akan dapat melewati upaya pembunuhan karakter itu dengan baik. Anda juga tidak perlu gusar dan marah-marah. Sabar saja.  


Lakukan refleksi diri

Refleksi diri merupakan langkah paling bijaksana ketika Anda merasa berhadapan dengan upaya character assassination. Refleksi diri adalah proses melihat kembali pengalaman yang telah dijalani untuk dapat menarik lessons learned bagi diri sendiri. Untuk melakukan refleksi diri dibutuhkan kejujuran pada diri sendiri. Kita harus berani mengambil penilaian bahwa kita memang pernah melakukan kekeliruan sehingga ada orang lain yang dibuat tidak nyaman.

Pada titik ini banyak orang yang gagal menghadapi masalah karena ketidakmampuan reflektifnya. Hal ini disebabkan, salah satunya, sikap egosentris yang berlebihan. Merasa menjadi pribadi yang paling benar. Hilangkan itu agar proses reflektif itu mencapai titik yang benar-benar objektif.

Satu hal yang patut dicatat bahwa bisa jadi memang ada salah satu dari tindakan dan keputusan keliru pernah kita lakukan. Ingat saja kemampuan kita adalah kemampuan manusiawi. Ada keterbatasan yang tidak bisa kita hindari sebagai manusia.

Di sinilah proses reflektif itu bekerja dan memungkinkan Anda memahami diri sendiri dapat memperbaiki situasi yang telah Anda ciptakan. Dengan kata lain, Anda tidak perlu melakukan serangan balik saat Anda dirugikan; cukup perbaiki apa yang Anda anggap sebagai masalah dan lanjutkan hidup Anda dari sana. Reaksi Anda akan menunjukkan bahwa Anda adalah orang yang kuat yang dapat menangani kesulitan tanpa benar-benar hancur.

Diskusikan dengan Rekan yang Dipercaya
Seseorang kerap tidak bisa bertahan melawan pembunuhan karakter sendiri. Pada titik ini, Anda membutuhkan orang lain sebagai pusat moral yang kuat dan teman-teman yang baik untuk mendukung Anda. Jika Anda gagal melakukan refleksi, cobalah berdiskusi dengan rekan-rekan yang dapat dipercaya. Hindari berbicara dengan seseorang yang dapat mengeksploitasi emosi negatif Anda.

Saat Anda berhadapan dengan isu murahan, Anda memerlukan orang lain untuk mengatasinya. Anda perlu melakukan diskusi dengan orang lain untuk menyikapi masalah tersebut. Maka carilah seseorang yang Anda anggap bijaksana dan memiliki cara berfikir jernih untuk membantu Anda. Anda tidak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan tentangmu, tapi kamu bisa mempercayai kedewasaan seseorang.

Lombok Timur, 26 Oktober 2022

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Character Assasination dan Cara Menghadapinya", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/mohamadashabulyamin2428/635956f94addee15f73a0af2/character-assasination-dan-cara-menghadapinya?page=2&page_images=1

Kreator: Yamin Mohamad

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Saturday, April 6, 2024

Mind Management Not Time Management

The book "Mind Management Not Time Management" by David Kadavy offers valuable lessons on how to improve productivity and manage one's time more effectively.

Here are some key takeaways from the book:

1. Prioritize your tasks: Kadavy emphasizes the importance of setting priorities. It's crucial to know which tasks are most important and will have the greatest impact on your goals. By focusing on high-priority tasks first, you can ensure that your time and energy are allocated efficiently.

2. Avoid multitasking: Contrary to popular belief, multitasking can be less productive and more draining. Kadavy suggests focusing on one task at a time and giving it your full attention. This allows for deeper engagement and better results.

3. Embrace deep work: Deep work refers to periods of uninterrupted, concentrated work. The author stresses the significance of creating dedicated blocks of time for deep work, during which distractions are minimized. These focused sessions can lead to higher-quality output and increased productivity.

4. Manage distractions: To improve time management, it is necessary to identify and manage distractions effectively. Kadavy advises developing strategies to minimize interruptions, such as turning off unnecessary notifications, setting aside specific time for email and social media, and creating a conducive environment for concentration.

5. Leverage your energy cycles: Understanding your individual energy cycles is crucial for optimizing productivity. Kadavy suggests identifying your peak energy periods and scheduling demanding or creative tasks during those times. Conversely, less demanding activities can be planned for lower-energy periods.

6. Cultivate a growth mindset: Developing a growth mindset enables you to approach challenges and setbacks as opportunities to learn and grow. Kadavy emphasizes the importance of reframing failures and setbacks positively and using them as stepping stones for improvement rather than feeling discouraged or defeated.

7. Take breaks and rest: Rest and rejuvenation play a vital role in maintaining productivity and well-being. The author advises incorporating regular breaks into your work routine, allowing your mind to recharge and preventing burnout.

8. Set realistic goals: Setting achievable and realistic goals is essential for effective time management. Kadavy emphasizes the importance of breaking down larger goals into smaller, actionable steps to ensure progress and prevent overwhelm.

9. Cultivate self-awareness: Developing self-awareness allows you to understand your habits, strengths, weaknesses, and patterns of behavior. This knowledge can help you identify areas for improvement and implement strategies to enhance productivity and time management.

10. Embrace simplicity and minimalism: Simplifying your workflow and removing unnecessary clutter from your life can lead to increased efficiency and focus. Kadavy encourages decluttering both physical and digital spaces, reducing commitments and distractions, and adopting a minimalist mindset.

"Mind Management Not Time Management" offers valuable insights and practical techniques to enhance productivity, manage time effectively, and cultivate a more mindful approach to work and life.

Book: https://amzn.to/3xaeTJi

You can get the audiobook for FREE by using the same link above when you register on the Audible platform.

Thursday, March 14, 2024

DEATH OF KARL MARX London 14 March 1883 of bronchitis at age 64

DEATH OF KARL MARX London 14 March 1883 of bronchitis at age 64, one hundred and forty one years ago. Karl Marx has been described as one of the most influential philosophers in human history, and his work has been both highly lauded and heavily criticised. Two noteworthy critical philosophers were Karl Popper and Bertrand Russell. 

Russell's critique of Marx citations —

“My objections to Marx are of two sorts: one, that he was muddleheaded; and the other, that his thinking was almost entirely inspired by hatred, poverty, and strife. I have always disagreed with Marx. But my objections to modern Communism go deeper than my objections to Marx. It is the abandonment of democracy that I find particularly disastrous. A minority resting its powers upon the activities of secret police is bound to be cruel, oppressive and obscuarantist. His belief that there is a cosmic force called Dialectical Materialism which governs human history independently of human volitions, is mere mythology. His theoretical errors, however, would not have mattered so much but for the fact that, like Tertullian and Carlyle, his chief desire was to see his enemies punished, and he cared little what happened to his friends in the process. Marx's doctrine was bad enough, but the developments which it underwent under Lenin and Stalin made it much worse.“

— Bertrand Russell, Why I am Not a Communist from Portraits from Memory published in 1956

“Karl Marx, as a religious leader, is analogous to Confucius. His ethical doctrine, in a nutshell, is this: that every man pursues the economic interest of his class, and therefore, if there is only one class, every man will pursue the general interest. This doctrine has failed to work out in practice as its adherents expected, both because men do not in fact pursue the interest of their class, and because no civilized  community is possible in which there is only one class, since government and executive officials are unavoidable.“

— Bertrand Russell, A Fresh Look at Empiricism (1927–42), 58. Freedom and Government (1940) p.447

“Marx’s socialism may or may not be true scientifically. Yet when people believe in Marxism dogmatically, it becomes a religious belief.“

— Bertrand Russell, Russell on Religion: Selections from the Writings of Bertrand Russell (1999), Part II, Religion and Philosophy, 6. The Essence and Effect of Religion(1921), p. 73

“Considered purely as a philosopher, Marx has grave shortcomings. He is too practical, too much wrapped up in the problems of his time. His purview is confined to this planet, and, within this planet, to Man. Since Copernicus, it has been evident that Man has not the cosmic importance which he formerly arrogated to himself. No man who has failed to assimilate this fact has a right to call his philosophy scientific. Marx professed himself an atheist, but retained a cosmic optimism which only theism could justify.“ 

— Bertrand Russell, A History of Western Philosophy (1945), Book Three, Modern Philosophy, Part II. Ch. XXVII: Karl Marx, pp. 788-9

━━
Image: Detail of a photograph of Karl Marx 1875, London. 

Karl Marx (5 May 1818 – 14 March 1883) was a German philosopher, economist, sociologist, and revolutionary socialist. Marx's work in economics laid the basis for much of the current understanding of labour and its relation to capital, and subsequent economic thought. 
Numerous intellectuals, labour unions and political parties worldwide have been influenced by Marx's ideas, with many variations on his groundwork. Marx published several books during his lifetime, the most notable being The Communist Manifesto (1848) and Das Kapital (1867–1894).

Marx's critical theories about society, economics, and politics, collectively understood as Marxism, hold that human societies develop through class conflict. In the capitalist mode of production, this manifests itself in the conflict between the ruling classes (known as the bourgeoisie) that control the means of production and the working classes (known as the proletariat) that enable these means by selling their labour-power in return for wages.

For Marx, class antagonisms under capitalism—owing in part to its instability and crisis-prone nature—would eventuate the working class's development of class consciousness, leading to their conquest of political power and eventually the establishment of a classless, communist society constituted by a free association of producers. Marx actively pressed for its implementation, arguing that the working class should carry out organised proletarian revolutionary action to topple capitalism and bring about socio-economic emancipation.

Marx has been cited as one of the 19th century's three masters of the “school of suspicion“ alongside Friedrich Nietzsche and Sigmund Freud. In countries associated with some Marxist claims, many historical events have led varied political opponents to blame Marx for millions of deaths, however the fidelity of these varied revolutionaries, leaders, and parties to Marx's work continues to be highly contested, debated and rejected, especially by the many schools of thought from “Neo- Marxists“. Karl Marx is buried in Highgate Cemetery(East), London, United Kingdom, in an area reserved for agnostics and atheists.

Friday, March 1, 2024

THE UNIVERSITY OF SANKORE, TIMBUKTU



The historic city of Timbuktu in Mali, recognised for its profound scholarly heritage, harbours the remnants of one of the world's earliest centres of learning, the University of Sankore. Established in the 1200s AD, this university was a beacon of knowledge, housing an extensive collection of manuscripts. These manuscripts, predominantly inscribed in Ajami—a writing system that employs Arabic script to transcribe African languages, with Hausa being a notable example—serve as a testament to the rich intellectual traditions of the region.

As the centuries progressed, from the 1300s through to the 1800s AD, Timbuktu experienced the arrival and, in some cases, the colonisation by Europeans and West Asians. This period marked a turning point for the preservation of the manuscripts. The Malian custodians of this knowledge, acutely aware of the potential risk of destruction or expropriation by foreign invaders—a fate that befell numerous other texts across the African continent, notably in Kemet (ancient Egypt)—took decisive action to safeguard their heritage. They concealed these invaluable documents in various hidden locations, including basements, attics, and underground vaults, thereby shielding them from potential harm.

Among the concealed treasures were manuscripts that covered a broad spectrum of knowledge, including significant works on mathematics and astronomy. These documents are pivotal in understanding the historical depth of mathematical and scientific inquiry in Africa, predating European colonial influence. They reveal a sophisticated grasp of complex concepts and contribute to debunking the myth of a pre-colonial Africa devoid of advanced scholarly pursuits.

In recent decades, the rediscovery of up to 700,000 of these manuscripts has illuminated the enduring legacy of African scholarship. The Timbuktu manuscripts, particularly those related to mathematics and astronomy, underscore Africa's role as a contributor to the global repository of knowledge well before the advent of European colonisation. This resurgence of interest in Africa's intellectual history not only enriches our understanding of the past but also inspires a reevaluation of the continent's place in the history of science and education.

Learn your history. Click on the link - bit.ly/Linklist1 and Join the Marksman Studio family and be the best you can be.

Marksman @Antonmarks

Thursday, February 22, 2024

Dengan Glembuk Jokowi Ingin Masuk Istana Negara



JAKARTA (voa-islam.com) - Seorang calon pemimpin yang ingin menjadi pemimpin harus mendapatkan kepercayaan rakyat. Meskipun, tidak mudah mendapatkan kepercayaan dan kredibilitas dari rakyat.

Tentu masalah kepercayaan akan terkait langsung dengan sejarah seseorang. Sedikit saja terkena masalah, kepercayaan bisa langsung hancur berkeping-keping.

Di Jawa ada sebuah sebuah cara yang sudah menjadi budaya sampai hari ini, yaitu ‘Glembuk’. ‘Glembuk’ mempunyai makna, ‘ngojok-ngojoki supaya gelem’ (mempengaruhi secara persuasif supaya mau). Namun, pada tingkat tertentu ‘Glembuk’ bisa sampai mempunyai arti ‘Ngapusi’ (membohongi).

Dalam pandangan kehidupan tradisional Jawa, ‘Glembuk’ bisa diartikan sebagai strategi politik membujuk ‘membohongi’ lawan dan konstituen (pemilih) untuk memilihnya dalam pemilihan. Seperti dalam skala lokal, pemilihan perangkat desa yang diperebutkan di satu daerah.

‘Glembuk’ bisa juga di artikan sebagai cara “halus” untuk membujuk atau ‘ngapusi’ masyarakat atau tokoh memberikan dukungannya saat pemilihan kelak. Bujukan ini bisa diartikan dalam lingkup yang luas. Bisa berupa memberikan jabatan tertentu atau memberikan berupa “sumbangan” kebutuhan masyarakat atau desa, bahkan membuat sebuah citra.

Dalam ‘Glembuk’, kata kunci yang tepat adalah sedikit berpura-pura merendah dan dengan sikap halus. Menggunakan ‘Glembuk’ berarti juga mencoba merangkul lawan politik agar mau mengalah dan memberikan dukungannya. Tentu ada ‘imbalan’ dalam prosesi ini.

‘Glembuk’ dalam bahasa perkotaan adalah berpura-pura ‘merendah untuk meninggi’. Dalam kultur masyarakat Solo yang menggunakan ‘Umuk’ sebagai simbol “kesombongan” suatu elit warga. Dalam Umuk, yang ditampilkan bukan kesederhanaan dan sikap halus pada lawan maupun konstituen, melainkan sikap sombong, berkuasa, dan dikesankan kuat.

Dengan demikian, tanpa perlawanan seorang lawan akan ketakutan sendiri karena menyadari lawannya adalah orang kuat. Warga pun melihat “kesombongan” itu sebagai sebuah simbol kekuatan yang sulit dilawan. Sementara di Semarang, dalam kultur politiknya mereka menggunakan Getak atau gertak. Semata-mata dengan menunjukkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki. Baik bentrok fisik maupun non-fisik lazim dalam skema ini. Intinya satu, lawan takut saat di-gertak.

Jokowi yang sekarang manggung di pilpres 2014 ini, menggunakan cara ‘Glembuk’ dalam memenangkan dan mendapatkan dukungan rakyat. Jokowi di dukung PDIP,Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPPI, dan puluhan jenderal.

Mega dan Jokowi belum apa-apa, belum menjadi presiden sudah seperti presiden dengan melakukan pertemuan bersama sejumlah Duta Besar, seperti Duta Besar Amerika, Inggris, Vatika, Meksiko, dan sejumlah Duta Besar lainnya.

Jokowi mendapatkan dukungan konglomerat Cina yang menjadi tulang punggung (backbone) dalam perjuangannya menapaki jalan menuju Istana Presiden. Konglomerat Cina seperti James Riyadi, Jacob Soetojo, Prayogo Pangestu, Ciputra, dan sejumlah konglomerat lainnya, mereka berdiri dibelakang Jokowi, dan ingin melanggengkan kekuasaannya dibidang ekonomi.

Sementara itu, Jokowi yang badannya nampak ‘kurus’ itu, terus menggunakan ajian ‘Glembuk’ dengan pura-pura menjadi orang ‘miskin’, dan taktik ‘blusukan’, kemudian mendapatkan pujian rakyat sebagai tokoh yang bersahaja, merakyat, tidak korup, egaliter, dan jujur.

Semuanya itu aslinya hanyalah sebuah ‘Glembuk’ yang tujuannya hanya satu yaitu ‘ngapusi’ (menipu) rakyat. Bangsa Indonesia harus faham, dan bisa membedakan antara ‘Glembuk’ dengan sebuah sifat dan karakter yang tulus. Jangan tertipu oleh fenomena ‘Glembuk’ yang sekarang ini dijadikan sebuah methode mendapatkan simpati rakyat. Wallahuu'alam.

Friday, February 16, 2024

Yamin Kogoya: Membangun Kembali Melanesia Kita untuk Masa Depan Kita – Budaya dan Papua Barat


Laporan khusus oleh Yamin Kogoya

POS-KUPANG.COM - “Membangun kembali Melanesia kita untuk masa depan kita” adalah tema yang dipilih oleh Melanesian Spearhead Group (MSG) untuk Festival Seni dan Budaya Melanesia (MACFEST) ke-7 tahun ini.

Vanuatu menjadi tuan rumah acara di Port Vila, yang dibuka Rabu lalu dan berakhir Senin depan 31 Juli 2023.

Acara ini diselenggarakan oleh MSG, yang meliputi Fiji, Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) Kaledonia Baru, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.

Selain anggota resmi MSG, Papua Barat, Maluku, dan Selat Torres juga disambut dengan bendera dan simbol budaya masing-masing.

Meskipun Indonesia adalah anggota asosiasi MSG, tidak ada bendera atau simbol budaya Indonesia yang terlihat di festival tersebut.

Tindakan ini – pengucilan Indonesia – saja berbicara banyak tentang esensi dan karakteristik dari apa yang membentuk budaya dan nilai Melanesia.

Peristiwa ini merupakan peristiwa penting yang terjadi setiap empat tahun di antara negara-negara anggota Melanesia.

Situs web MSG di bawah bagian Seni dan Budaya mengatakan:

"Program Seni dan Budaya merupakan pilar penting dalam pembentukan MSG. Di bawah prinsip-prinsip kerja sama yang disepakati di antara negara-negara merdeka di Melanesia, ditandatangani di Port Vila pada 14 Maret 1988, dan antara lain, MSG berkomitmen pada prinsip-prinsip, dan menghormati dan mempromosikan budaya, tradisi, dan nilai-nilai Melanesia serta masyarakat adat lainnya."

1998: MACFEST pertama diadakan di Kepulauan Solomon dengan tema, “Satu orang, banyak budaya”.

2002: Vanuatu menjadi tuan rumah acara MACFEST kedua dengan tema, “Melestarikan perdamaian melalui berbagi pertukaran budaya”.

2006: “Budaya yang hidup, tradisi yang hidup” menjadi tema acara MACFEST ketiga yang diselenggarakan di Fiji.

2010: Acara MACFEST keempat diadakan di Kaledonia Baru dengan tema “Identitas kita ada di depan kita”.

2014: Papua Nugini menjadi tuan rumah MACFEST kelima, dengan tema “Merayakan keragaman budaya”.

2018: Kepulauan Solomon menjadi tuan rumah MACFEST edisi keenam dengan tema “Kenangan masa lalu, koneksi masa depan”.

2023: Vanuatu adalah negara unggulan dalam edisi ketujuh, dengan slogan “Membangun kembali Melanesia kita untuk masa depan kita”.


Pencitraan, retorika, warna, dan irama yang dipamerkan di Port Vila adalah manifestasi kolektif dari kata-kata yang tertulis di situs web MSG.

Ada upacara penyambutan yang disatukan dalam suasana kehangatan, persaudaraan, dan persaudaraan dengan banyak tradisi budaya Melanesia yang penuh warna yang dipamerkan.


Gambar dan video yang dibagikan di media sosial, termasuk banyak akun media sosial resmi, menggambarkan semangat persatuan, rasa hormat, pengertian, dan harmoni.

Bendera Papua Barat juga telah disambut dan mengisi seluruh acara. Bintang Kejora bersinar terang di acara ini.

Berikut ini adalah beberapa gambaran, warna dan retorika yang ditampilkan selama acara meriah pembukaan, serta penderitaan Papua Barat untuk diterima ke dalam apa yang digaungkan oleh orang Papua sendiri sebagai “keluarga Melanesia”.


Wamena – Papua Barat pada 19 Juli 2023

Bagi orang Papua Barat, Juli 2023 menandai saat bintang-bintang tampak sejajar di satu tempat — Vanuatu. Juli tahun ini, Vanuatu akan memimpin KTT para pemimpin MSG, menjadi tuan rumah MACFEST ketujuh, dan merayakan tahun kemerdekaannya yang ke-43. Vanuatu telah menjadi basis (di luar Papua Barat) yang mendukung perjuangan pembebasan Papua Barat sejak tahun 1970-an.

Di seluruh Papua Barat, Anda akan menyaksikan pertunjukan spektakuler warna, bendera, dan citra Melanesia sebagai tanggapan atas peristiwa yang sedang berlangsung di MSG dan Vanuatu.

Saudara-saudara Melanesia juga menunjukkan dukungan luar biasa untuk penderitaan Papua Barat di MACFEST di Port Vila – sedikit harapan yang membuat semangat orang Papua tetap tinggi di dunia di mana kebebasan telah ditutup selama 60 tahun.


Dukungan ini menumbuhkan rasa solidaritas dan menawarkan secercah optimisme bahwa suatu saat West Papua akan merebut kembali kedaulatannya — satu-satunya cara untuk menjaga budaya, bahasa, dan tradisi Melanesia di West Papua.


Meskipun terpisah secara geografis, Vanuatu, Papua Barat, dan Melanesia lainnya, sangat terhubung secara emosional dan budaya melalui tampilan simbol, bendera, warna, dan retorika.


Emansipasi, harapan dan doa sangat tinggi untuk pengambilan keputusan MSG — keputusan yang sering ditandai dengan "ketidakpastian".


Melanesia yang diperebutkan dan berubah


Direktur Jenderal MSG, Leonard Louma, mengatakan saat pembukaan:

KEBUTUHAN UNTUK MENGHILANGKAN GAGASAN BAHWA MASYARAKAT MELANESIA HANYA TINGGAL DI FIJI, KALEDONIA BARU, PAPUA NEW GUINEA, KEPULAUAN SOLOMON DAN VANUATU SERTA MENGAKUI DAN TERMASUK ORANG MELANESIA YANG TINGGAL DI TEMPAT LAIN.


SAYA DIINGATKAN BAHWA ADA KANTONG KETURUNAN MELANESIA DI KELOMPOK MIKRONESIA DAN KELOMPOK POLYNESIA. KITA HARUS TERMASUK MEREKA, SEPERTI SAMOAN HITAM SAMOA — SERING DISEBUT SEBAGAI TAMA ULI — DALAM MACFEST MASA DEPAN.

DI MASA LALU, TIMOR-LESTE, INDONESIA, AUSTRALIA, DAN TAIWAN DIUNDANG UNTUK HADIR. MARI KITA TERUS MEMBANGUN BLOK INI UNTUK MEMBUAT ACARA BUDAYA KITA INI LEBIH BESAR DAN LEBIH BAIK DI TAHUN-TAHUN MENDATANG.

Para pemimpin MSG mungkin menganggap keterlibatan mereka dalam mendefinisikan dan mendefinisikan kembali konsep Melanesia, serta menangani penundaan tanggal dan hal-hal terkait kriteria, sebagai hal yang relatif tidak signifikan.

Demikian pula, bagi anggota MSG, keikutsertaan mereka dalam festival budaya Melanesia dapat dianggap hanya sebagai salah satu dari empat acara yang bergilir di antara mereka.

Bagi orang Papua Barat, ini adalah masalah eksistensial — antara hidup atau mati karena mereka menghadapi masa depan yang suram di bawah pendudukan pemukim kolonial Indonesia — di mana mereka terus-menerus diingatkan bahwa tanah leluhur mereka akan segera dirampas dan diduduki oleh orang Indonesia jika masalah kedaulatan mereka tidak segera diselesaikan.

KTT para pemimpin MSG yang sekarang ditunda akan segera mempertimbangkan aplikasi yang mengusulkan agar Papua Barat dimasukkan ke dalam grup.

Terlepas dari apakah proposal ini diterima oleh negara-negara anggota MSG yang ada, tekanan internasional yang jelas mendorong perdebatan ini, juga harus mendorong kita untuk bertanya pada diri sendiri apa artinya menjadi Melanesia.

Keputusan seputar persatuan?

Apakah keutamaan menjaga hubungan baik dengan negara kuat seperti Indonesia, Barat, dan China menggantikan solidaritas Melanesia, atau apakah kita mampu mengatasi tekanan ini untuk mendefinisikan kembali dan “membangun kembali Melanesia kita bersama untuk masa depan kita”?

Orang Melanesia harus memutuskan apakah kita cukup bersatu untuk mendukung saudara-saudara kita di Papua Barat, atau apakah budaya kita masing-masing terlalu beragam untuk dapat menolak pesona yang ditawarkan oleh orang luar untuk melihat ke arah lain.

Keputusan segera yang akan dibuat oleh para pemimpin MSG di Port Vila akan menjadi keputusan yang sangat penting — keputusan yang akan mempengaruhi orang-orang Melanesia untuk generasi yang akan datang. Apakah MSG berdiri untuk mempromosikan kepentingan Melanesia, atau apakah MSG tergoda oleh janji-janji jangka pendek dari Barat, Cina, dan antek-antek Indonesia mereka?

Apa yang terjadi dengan Jalan Melanesia—gagasan tentang pandangan dunia holistik dan kosmis yang dianjurkan oleh Bernard Narakobi dari Papua Nugini?

Keputusan yang akan dibuat di Port Vila akan menyoroti integritas MSG sendiri. Apakah kelompok ini ada untuk membantu orang Melanesia, atau apakah tujuan mereka sebenarnya hanya untuk membantu orang lain untuk menaklukkan orang, budaya, dan sumber daya Melanesia?

Tugas “Membangun kembali Melanesia kita untuk masa depan kita” tidak dapat dicapai tanpa berhadapan langsung dengan kesulitan yang dihadapi Papua Barat. Masalah ini melampaui masalah budaya; ini terutama tentang menangani masalah kedaulatan.

Hanya melalui pemulihan kedaulatan politik Papua Barat, kelangsungan hidup orang Melanesia di wilayah itu dan pelestarian budaya mereka dapat dipastikan.

Jika MSG dan negara-negara anggotanya terus mengabaikan masalah kritis ini, “kedaulatan Papua”, suatu hari tidak akan ada Melanin yang sebenarnya – definisi ontologis yang sebenarnya dan kategorisasi geografis dari apa itu Melanesia, (Melanesia) “Orang kulit hitam” diwakili dalam acara MACFEST di masa depan. Ini akan menjadi Asia-Indonesia.

Entah MSG dapat membangun kembali Melanesia melalui re-Melanesianisasi atau menghancurkan Melanesia melalui de-Melanesianisasi. Para pemimpin Melanesia harus serius merenungkan pertanyaan eksistensial ini, tidak membatasinya hanya pada slogan kegiatan festival selama empat tahun.

Visi politik dan hukum MSG yang menentukan sangat penting untuk memastikan bahwa tradisi dan budaya kuno, abadi, dan sangat beragam ini terus berkembang dan berkembang di masa depan.

Seseorang dapat berharap bahwa, di masa depan, MSG akan memiliki kesempatan untuk menyampaikan undangan kepada para pemimpin dunia yang menganjurkan perdamaian daripada perang, mengundang mereka ke Melanesia untuk mempelajari seni tari, lagu, dan menikmati kava santai kami, sambil merangkul dan menghargai keragaman kami yang kaya.

Ini akan menjadi perubahan positif dari situasi saat ini di mana para pemimpin MSG mungkin merasa berkewajiban untuk menanggapi tuntutan mereka yang memegang kekuasaan melalui uang dan senjata, yang mengancam keharmonisan global.

Bisakah MSG menjadi jawaban atas krisis masa depan yang dihadapi umat manusia? Atau akankah itu menjadi batu loncatan bagi para penjahat, pencuri, dan pembunuhan dunia untuk menodai Melanesia kita?

Yamin Kogoya adalah akademisi Papua Barat yang memiliki gelar Master of Applied Anthropology and Participatory Development dari Australian National University dan berkontribusi pada Asia Pacific Report. Dari suku Lani di Dataran Tinggi Papua, saat ini ia tinggal di Brisbane, Queensland, Australia.

(asiapacificreport.nz)



Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Yamin Kogoya: Membangun Kembali Melanesia Kita untuk Masa Depan Kita – Budaya dan Papua Barat, https://kupang.tribunnews.com/2023/07/24/yamin-kogoya-membangun-kembali-melanesia-kita-untuk-masa-depan-kita-budaya-dan-papua-barat?page=all.


Wednesday, January 31, 2024

Pentingkah Bahasa Lokal? Tinjauan Kamus Bahasa Lani oleh Withen Tabenak Kolago



Oleh. GASPER TABUNI , Analis Sistem dan Aktivis Transformasi Kunume Wene 

Dalam peta kebudayaan yang luas dan beragam, bahasa lokal memegang peranan yang tak tergantikan, sebuah fakta yang tercermin dengan indah dalam karya Tabonenak Withen Kolago, penulis kamus bahasa Lani, salah satu suku di Papua. Melalui kamus ini, Kolago tidak hanya melestarikan leksikon suku Lani, tetapi juga mengundang kita untuk mempertimbangkan nilai intrinsik bahasa lokal dalam konteks global.

Menurut para ahli linguistik, setiap bahasa adalah kunci untuk memahami cara pandang dunia unik suatu komunitas. Bahasa Lani, sebagai contoh, menawarkan wawasan tentang bagaimana suku ini berinteraksi dengan alam dan satu sama lain, serta bagaimana mereka memahami konsep seperti waktu, ruang, dan komunitas. Studi bahasa seperti ini memberikan kita akses ke keragaman persepsi manusia, yang, seperti yang diungkapkan oleh ahli linguistik Noam Chomsky, adalah jendela untuk memahami potensi dan batasan pikiran manusia.

Kamus ini juga berbicara tentang pentingnya pelestarian bahasa. UNESCO telah lama menyuarakan keprihatinan atas punahnya bahasa-bahasa lokal dan dampaknya terhadap keanekaragaman budaya. Bahasa Lani, seperti banyak bahasa lokal lainnya, mengandung pengetahuan yang tidak tercatat dalam bahasa atau budaya lain. Mereka adalah sumber kearifan lingkungan, praktik sosial, dan sejarah, yang jika hilang, akan menghilangkan bagian penting dari warisan kemanusiaan.

Lebih jauh, kamus Kolago merupakan contoh nyata dari teori dekolonisasi bahasa. Ini adalah tindakan pemberdayaan – sebuah usaha untuk mengembalikan kekuasaan kepada masyarakat adat dalam menjaga dan mengembangkan warisan mereka. Sebagaimana diungkapkan oleh NgÅ©gÄ© wa Thiong'o, penulis dan aktivis dari Kenya, menguatnya bahasa lokal adalah langkah penting dalam menolak dominasi budaya dan linguistik yang diwariskan oleh masa kolonialisme.

Terakhir, kamus ini menunjukkan bagaimana bahasa lokal dapat menjadi alat pendidikan yang efektif. Menurut psikolinguistik, pembelajaran dalam bahasa ibu dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi dalam pendidikan. Ini juga membantu dalam pengembangan identitas pribadi dan komunal, yang penting untuk kesehatan mental dan stabilitas sosial.

Dalam kesimpulannya, kamus bahasa Lani oleh Tabonenak Withen Kolago adalah lebih dari sekedar kompilasi kata. Ini adalah manifesto tentang pentingnya bahasa lokal, tidak hanya untuk masyarakat yang berbicara bahasa tersebut, tetapi juga untuk keseluruhan keanekaragaman dan kekayaan kultural dunia kita. Karya seperti ini mendemonstrasikan bahwa setiap bahasa yang terawat dan dilestarikan adalah langkah maju dalam menghargai dan memahami keragaman luar biasa dari pengalaman manusia.

#Kamus
#KamusLani
#KamusBahasa
#KunumeWene
#KunumeWone
#KurumbiWone
#Dekolonisasi

Thursday, January 25, 2024

Sadio Mane: "When I left Bambali my hometown, I promised three things

Sadio Mane: "When I left Bambali my hometown, I promised three things. Not to disappoint my parents, become a professional football player and return to my village to build a school." 

So far, he has:  

Built a $693,000 hospital, 
 
Built a Stadium

Built a $350,000 school,  
Gives each family €70 monthly,  

Provides 4G internet,  

Gives laptops to students.