IPWP dan ILWP bukan Organisasian Perjuangan bangsa Papua,
tetapi Wadah Pendamping Penyaluran Aspirasi dan Perjuangan Bangsa Papua
Source: https://www.facebook.com/notes/papua-merdeka-news/
Semenjak pendirian International
Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan kemudian International
Lawyers for West Papua (ILWP), maka terpantul tanggapan pro dan kontra
dari berbagai pihak yang mendukung Kampanye Papua Merdeka dan yang
mengadu nasib dalam bingkai NKRI. Sejak penjajah menginjakkan kakinya di
Tanah Papua, perbedaan dan pertentangan di antara orang Papua sendiri
sudah ada. Yang kontra perjuangan Papua Merdeka menghendaki "Tanah Papua
menjadi Zona Damai" dengan berbagai embel-embel seolah-olah mau
mendengarkan dan menghargai aspirasi bangsa Papua. Sementara yang
memperjuangkan kemerdekaannya menentang segala macam kebijakan Jakarta
dengan semua alasan yang dimilikinya.
Baik IPWP maupun
ILWP hadir sebagai wadah pendamping penyaluran aspirasi yang disampaikan
para penyambung lidah bangsa Papua, yang telah lama dinanti-nantikan
oleh bangsa Papua. Sudah banyak kali aspirasi bangsa Papua disampaikan,
bahkan dengan resiko pertaruhan nyawapun telah dilakukan tanpa hentinya,
dari generas ke generasi, dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat di
muka Bumi. IPWP dan ILWP ialah organisasi asing, wadah yang didirikan
oleh para pemerhati HAM, politisi dan pengacara serta aktivis bidang
hukum dan politik yang tentu saja tidak didasarkan kepada sentimen
apapun dan juga tidak karena perasaan ataupun belas-kasihan terhadap apa
yang terjadi.
Alasan utama keberpihakan masyarakat
internasional terhadap nasib dan perjuangan bangsa Papua ialah
"KEBENARAN YANG DIPALSUKAN", dimanipulasi dan direkayasa, terlepas dari
untuk apa ada pemalsuan ataupun manipulasi dilakukan antara NKRI-Belanda
dan Amerika Serikat berdasarkan "The Bunker's Plan". Saat siapapun
berdiri di atas KEBENARAN, maka sebenarnya orang Papua sendiri tidak
perlu mendesak atau mengemis kepadanya untuk bertindak. Sebab di dalam
lubuk hati, di dalam jiwa sana, setiap orang pasti memiliki nurani yang
tak pernah berbohong, dan memusuhi serta terus berperang melawan
tipu-daya dan kemunafikan. Nurani itulah yang berdiri menantang
tipu-muslihat atas nama apapun juga sepanjang ada lanjutan cerita sebuah
peristiwa yang memalangkan nasib manusia.
Mereka tahu
bahwa ada yang "salah", "mengapa ada kesalahan", "bagaimana kesalahan
itu bermula dan berakhir", dan "siapa yang bersalah". Mereka paham benar
ada "penipuan", "manipulasi", dan "rekayasa" dalam pelaksanaan
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 di Irian Barat, yang dilakukan
oleh negara-negara yang konon menyodorkan dirinya sebagai pemenang HAM,
demokrasi dan penegakkan supremasi hukum. Apalagi pelaksana dan
penanggungjawab kecelakaan sejarah itu ialah badan semua umat manusia di
dunia bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di satu sisi kita pahami
jelas tanpa harus ada penafsiran hukum ataupun penjelasan pakar untuk
menjelaskan apakah Pepera 1969 telah berlangsung demokratis atau tidak.
Itu fakta, dan itulah KEBENARAN.
Karenanya, biarpun
seandainya semua orang Papua ingin tinggal di dalam Bingkai NKRI,
biarpun tidak ada orang Papua yang menuntut Papua Merdeka dengan alasan
ketidak-absahan Pepera 1969, biarpun dunia menilai NKRI telah berjasa
besar dalam membangun tanah dan masyarakat Papua selama pendudukannya
sejak 1 Mei 1963, biarpun rakyat Papua memaksa masyarakat internasional
menutup mata terhadap manipulasi Pepera 1969, biarpun begitu, fakta
sejarah dan Kebenaran kasus hukum, HAM dan Demokrasi dalam implementasi
Pepera 1969 tidak dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak pernah
terjadi. Kepentingan pengungkapan kebenaran ini bukan hanya untuk bangsa
Papua, tetapi terutama untuk memperbaiki reputasi PBB sebagai lembaga
kemanusiaan dan keamanan tertinggi di dunia sehingga tetap menjadi
lembaga kredibel dalam penanganan kasus-kasus kemanusiaan dan keamanan
serta perdamaian dunia, di samping kepentingan bangsa-bangsa lain yang
mengalami nasib serupa. Maka kalau dalam sejarahnya PBB pernah bersalah
dan kesalahannya itu berdampak terhadap manusia dan kemanusiaan
bangsa-bangsa di dunia, maka PBB tidak boleh tinggal diam. Demikian pula
dengan para anggotanya tidak bisa menganggap sebuah sejarah yang salah
sebagai suatu fakta yang harus diterima hari ini. Ini penting karena
kita sebagai umat manusia dalam peradaban modern ini menjuluki diri
sebagai manusia beradab, berbudhi luhur dan bermartabat. Martabat
kemanusiaan kita dipertaruhkan dengan mengungkap kesalahan-kesalahan
silam yang fatal dan berakibat menyengsarakan nasib suku-suku bangsa
manusia di muka Bumi.
ILWP secara khusus tidak harus
berpihak kepada bangsa Papua dan perjuangannya. Ia lebih berpihak kepada
KEBENARAN, kebenaran bahwa ada pelanggaran HAM, pengebirian prinsip
demokrasi universal dan skandal hukum dalam pelaksanaan Pepera 1969.
Untuk mengimbangi ketidak-berpihakan itu maka diperlukan IPWP yang
secara khusus menyoroti aspirasi politik bangsa Papua yang didasarkan
pada prinsip-prinsip demokrasi sebagaimana selalu dikumandangkan dan
diundangkan dalam berbagai produk hukum internasional maupun nasional di
muka Bumi.
Dalam perjalanannya, ILWP tidak harus secara
organisasi dan kampanyenya mendukung Papua Merdeka karena ia berdiri
untuk menelaah dan mengungkap skandal hukum dan pengebirian prinsip
demokrasi universal serta pelanggaran HAM yang terjadi serta dilakukan
oleh PBB serta negara-negara anggotanya. Ini sebuah pekerjaan berat,
universal dan bertujuan untuk memperbaiki nama-baik PBB dan para
anggotanya, bukan sekedar mengusik masalalu yang telah dikubur dalam
rangka mendukung Papua Merdeka.
Sementara itu IPWP
bertindak sebagai wadah pendamping penyaluran aspirasi bangsa Papua
dalam rangka pendidikan dan pembelajaran terhadap masyarakat
internasional tentang kasus dan perjuangan bangsa Papua untuk merdeka
dan berdaulat di luar NKRI. IPWP tidak serta-merta dan membabi-buta
mendukung Papua Merdeka oleh karena sogokan ataupun berdasarkan
pandangan politik tertentu. Ia berpihak kepada KEBENARAN pula, tetapi
dalam hal ini kebenaran yang ditampilkan dan dipertanggungjawabkan oleh
bangsa Papua. Dalam hal ini NKRI juga berpeluang besar dan wajib
mempertanggungjawabkan sikap dan tindakannya di pentas politik dan
diplomasi global tanpa harus merasa risau, gelisah dan geram atas
aspirasi bangsa Papua. NKRI haruslah "gentlemen" tampil dan menyatakan
kleim-kleim-nya secara bermartabat dan bertanggungjawab sebagai sebuah
negara-bangsa modern, bukan sebagai negara barbarik dan nasionalis
membabi-buta.
IPWP tidak hanya beranggotakan orang-orang
pendukung Papua Merdeka, tetapi siapapun yang saat ini menjabat sebagai
anggota parlemen di negara manapun berhak mendaftarkan diri untuk
terlibat dalam debat dan expose terbuka, demokratis dan
bertanggungjawab. IPWP bukan organisasi perjuangan bangsa Papua, tetapi
ia berdiri sebagai pendamping dan pemagar sehingga tidak ada pihak-pihak
penipu dan penjajah yang memanipulasi sejarah.
Point
terakhir, pembentukan IPWP dan ILWP bukanlah sebuah rekayasa politik,
karena rekayasa selalu ditopang oleh kekuatan dan kekuasaan. Ia dibentuk
oleh kekuatan KEBENARAN MUTLAK, fakta sejarah, dan realitas kehidupan
masakini yang bertolak-belakang dengan cita-cita perjuangan proyek
Pencerahan di era pertengahan. Ia kelanjutan dari proyek besar
modernisasi yang mengedepankan HAM, penegakkan supremasi hukum dan
demokrasi. Sejalan dengan itu, para anggota Parlemen yang telah
mendaftarkan dirinya, membentuk IPWP dan mengkampanyekan aspirasi bangsa
Papua melakukannya oleh karena KEYAKINAN yang kuat bahwa Pepera 1969 di
Irian Barat cacat secara hukum, HAM dan demokrasi, serta tidak dapat
dibenarkan secara moral. Mereka bukan mempertaruhkan karier politik,
nama baik, jabatan sebagai anggota Parlemen dan kepentingan negara
mereka tanpa dasar pemikiran dan pemahaman serta pengetahuan tentang
KEBENARAN itu secara tepat. Mereka bukan orang yang mudah dibeli dengan
sepeser rupiah. Mereka juga tidak dapat diajak kong-kalingkong hanya
untuk kepentingan sesaat. Mereka berdiri karena dan untuk KEBENARAN! Dan
Kebenaran itu tidak pernah terkalahkan oleh siapapun, kapanpun, di
manapun dan bagaimanapun juga.
No comments:
Post a Comment