Salam jumpa dalam blog pribadi, ya, catatan pribadi saya. Kiranya Tuhan mencerahkan hati dan pikiran setelah berkunjung ke blog ini, sehingga kita sama-sama memahami pilihan-pilihan yang telah saya ambil untuk hidup. Dengan berbagai resiko, hidup yang kita miliki sekali ini, telah saya persembahkan untuk membela "kebenaran" mutlak milik Allah.

Pilihan kita menentukan nasib kita, baik masakini maupun masadepan baik nasib pribadi maupun nasib kelompok (keluarga, marga, suku, bangsa), baik untuk hidup ini maupun kehidupan setelah kematian.

Kita yang hanya mengejar keuntungan sementara yang duniawi dari pilihan kita, pasti akan menyesal. Akan tetapi penyesalan itu akan sia-sia, karena pilihan harus dibuat saat ini, saat kita hidup di dunia ini, dalam tubuh fisik ini, sekarang juga.

Kiranya dengan membaca blog ini, dan blog saya yang lain, Anda dapat dicerahkan untuk membuat pilihan-pilihan yang jelas, khususnya dalam kaitannya dengan pergumulan dan perjuangan bangsa Papua menentang dusta dan segala dampak ikutannya atas bangsa Papua dan wilayah West Papua, yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, negara republik Indonesia.

Selamat membaca! Tuhan Yesus Kristus memberkati!

Saturday, January 11, 2025

Socrates: Saya tidak bisa mengajari seseorang apa pun

Pernyataan Socrates, “Saya tidak bisa mengajari seseorang apa pun. Saya hanya dapat membuat mereka berpikir,” mencerminkan inti dari metode filsafatnya yang dikenal sebagai Metode Socratic atau dialektika. Berikut adalah penjelasan dari pernyataan ini:

1. Pendidikan sebagai Proses Pemahaman Diri
 • Socrates percaya bahwa pengetahuan sejati tidak dapat ditanamkan dari luar. Sebaliknya, ia harus muncul dari dalam diri seseorang melalui refleksi dan pencarian kebenaran.
 • Dalam pandangannya, tugas seorang guru atau filsuf bukanlah memberikan jawaban, tetapi membantu orang menemukan jawaban sendiri dengan berpikir kritis.

2. Metode Socratic
 • Socrates menggunakan metode tanya jawab yang mendalam untuk memandu orang mengevaluasi asumsi mereka, mengungkap kontradiksi, dan akhirnya mencapai wawasan baru.
 • Dengan cara ini, ia tidak “mengajari” dalam arti tradisional, tetapi memfasilitasi proses berpikir sehingga seseorang menemukan kebenaran secara mandiri.

3. Penekanan pada Otonomi Berpikir
 • Pernyataan ini juga menekankan pentingnya kemandirian intelektual. Menurut Socrates, hanya dengan berpikir secara mandiri, seseorang dapat mencapai kebijaksanaan sejati.
 • Pengetahuan yang dipaksakan dari luar tidak akan menghasilkan pemahaman mendalam atau perubahan yang bermakna.

4. Relevansi dalam Pendidikan Modern
 • Pendekatan ini sangat relevan dalam pendidikan saat ini, di mana guru diharapkan menjadi fasilitator yang mendorong siswa berpikir kritis, bukan sekadar memberikan informasi.
 • Fokusnya adalah pada pembelajaran aktif, di mana siswa memainkan peran utama dalam mengeksplorasi dan memahami ide-ide.

Kesimpulan

Socrates mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan reflektif. Dengan “membuat orang berpikir,” ia mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan sejati tidak dapat diberikan, tetapi harus ditemukan melalui usaha dan perenungan pribadi.

Sunday, January 5, 2025

Kolonialisme dan Pemberian Nama Peta Asing kepada Peta Asli

Pegunungan Koiali yang oleh kolonial Eropa mengubah nama menjadi pegunungan Owen Stanley (titik merah dalam peta), di gunung ini sebuah tempat bernama Haganumu adalah situs sejarah paling penting suku-suku yang mendiami di tiga Provinsi, Sentral Province, Oro Province dan Melne Bay Provonce. Suku-suku ini mengakui leluhur mereka keluar dari dalam tanah melalui sebuah lubang gua di gunung ini, tempat itu disebut Haganumu. Dari tempat inilah mereka menyebar ke berbagai tempat dan terbentuk menjadi klan, sub suku dan suku yang mendiami di wilayah tersebut. Studi arkeologi yang melakukan penggalian di sebuah tempat sebagai kampung tua yang pernah mendiami orang Papua, setelah migrasi dari puncak gunung, membuktikan bahwa di kampung tersebut telah dihuni 35.000 tahun lalu. 

 Mengambil patokan dari itu, kampung-kampung di wilayah pegunungan tersebut telah dihuni 50.000 hingga 60.000 tahun lalu atau lebih jauh dari itu. Sementara itu, suku-suku di Teluk Papua, muara sungai Fly, Selat Torres dan pantai Australia (lingkaran merah) ini mengakui leluhur mereka bermigrasi dari dataran tinggi Papua (Pegunungan Tengah Papua). 

Berbagai studi arkeologi membuktikan penduduk di wilayah ini bermigrasi dari dataran tinggi 300 tahun lalu, mereka turun mengikuti sungai Fly, Sungai Purari dan Tauri hingga mencapai pantai. Lebih 50.000 tahun lalu orang Papua dan orang Aborigin pisah, namun hubungan genetik mereka masih ditemukan hingga sekarang. 

Sebuah studi genetik yang dilakukan dengan sampel Aborigin di Australia dan sampel orang Papua di PNG seperti suku Daga di ujung selatan PNG membuktikan 47% kesamaan genetik antara Papua dan Aborigin.

Dr Ibrahim Peyon: Kritikan Teorerisi Melanesia atas Teori-teori Barat tentang Melanesia

Seorang Antropolog yang berasal dari Papua New Guinea, bernama Warilea Iamo Kritik seorang Antropolog besar bernama Margaret Mead yang menulis tentang Pasifik. Margeret Mead dalam buku-buku tentang Samoa, Manus dan Papua New Guinea, menulis orang Pasifik dalam distriminasi rasial yang kental. Margaret tidak sendirian, tetapi sebagian antropolog aliran Boasian seperti ruth Benedict, Kroebert dan beberapa lain. Antropologi Fungsionalisme  Inggris Bronislaw Malinoswki juga telah membantu kolonial untuk kekuasaan kolonialisme di Pasifik. Karena itu, Derek Freedom kritik keras terhadap Margaret Mead, Ruth Benedict dan Franz Boas yang dinilai teori mereka sebagai ideologi politik, dan mengabaikan prinsip-prinsip ilmiah. 

Dalam konteks ini, Warilea Iamo menulis sebagai beriku:  "saya telah mencoba untuk menunjukkan bahwa pengetahuan adalah bagian yang rumit dari kekuasaan. Pengetahuan antropologis berarti mengetahui yang Lain. Mengetahui yang Lain adalah untuk menciptakan sejarah, politik, geografi, dan budaya seseorang, untuk menghapus kekuatan imajinasi, dan untuk membuat orang tersebut tergantung. Tetapi untuk mengetahui orang lain juga berarti menganggap diri kita bisa lebih memahami diri kita sendiri. Dengan demikian, sebuah diferensiasi dan dikotomi "kita" sebagai yang superior dan "mereka" sebagai yang inferior berkembang. Dan, untuk mengetahui yang Lain adalah untuk memiliki otoritas atas orang tersebut, untuk mewakili, dan memperbanyak orang itu. Proses semacam ini akan menimbulkan stigma, di mana orang pribumi tidak dilihat dalam haknya sendiri, tetapi lebih dilihat dari apa yang telah dibuat dari individu tersebut". 

Stigma Papua adalah sebuah argumen teoretis dari sudut pandang kita sebagai subjek antropologi dan juga para antropolog. Stigma ini melihat "penemuan" antropologis tentang orang dan budaya Papua oleh Margaret Mead, bahkan oleh para antropolog masa kini, sebagai kategori sosial representasi yang lebih tertanam dalam budaya Barat daripada gambaran yang sebenarnya dari orang-orang itu sendiri. Saya berargumen bahwa penemuan-penemuan ini bukanlah sekadar imajinasi, karena kini mereka menjadi bagian integral dari peradaban Barat dan dunia saling ketergantungan tempat kita hidup. Stigma Papua muncul dari antropologi komparatif, yang spesialisasinya adalah komponen peradaban manusia yang diberi label "primitif" dan mengandung berbagai tingkat sejarah, ekonomi, politik, agama, psikiatri, dan sebagainya. Ini adalah kerangka psikologis Barat untuk mempertahankan citra dirinya yang diproyeksikan sebagai yang "Lain," seseorang yang lebih rendah dan lebih sederhana, untuk mendefinisikan dirinya sendiri sebagai "lebih baik." Ini terutama benar, karena menurut Diamond (1974: 119), "tanpa model semacam itu, semakin sulit untuk mengevaluasi atau memahami patologi dan kemungkinan-kemungkinan kontemporer kita."  Karena itu, Jared Diamond dalam bukunya, The World Until Yesterday: What Can We Learn from Traditional Societies,  juga membandingkan korban dalam perang dunia II sebagai akibat dari Bom Atom di Hirisima dan Nakazaki, dengan perang suku dalam masyarakat Dani. Ia abndingkan secara presentasi korban dalam perang dunia II lebih kecil ketimbang korban dalam perang suku orang Dani. 

Pandangan mencerminkan ideologi politik Barat terhadap di luar mereka, skriminasi rasis dan ideologi politik dibangun atas nama ilmiah dan ilmu pengetahuan. Sejauh ini ilmuwan Papua, meskipun berbagai titel yang dimilikinya tetapi kami belum mampu melihat teori secara kritis dan ilmiah. kami belum bisa membela diri kami sendiri dari kekuasaan pengetahuan barat yang menindas dan merendahkan martabat kemanusiaan sejati dan kesetaraan manusia.