Thursday, April 21, 2022

Saya Telah Memilih Yang Bénar

Oleh: GuruYikwanak

Apa artinya hidup tanpa ini semua?

Apa artinya saya lahir kalau tidak memperjuangkan ini?

Apa artinya kalau saya hanya sekolah, jadi PNS NKRI yang notabene negara yang dipenuhi penyembah berhala dan teroris?

Dapatkah kita melihat manfaat pengorbanan kita untuk sebuah West Papua yang merdeka di luar NKRI.
(1) bagi kerajaan Allah di dunia; 
(2) untuk kemuliaan nama Tuhan; 
(3) bagi orang Papua hidup selamat, aman dan damai?; 
(4) bagi segenap ciptaan untuk hidup di surga kecil yang jatuh ke bumi?

#OlehGuruKuYikwanak 📢✊🏾🔥

Wednesday, April 20, 2022

SURYA ANTA: "APAKAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA HARGA MATI ITU?"

Segala sesuatu yang ada sebelumnya tiada. Lahir kemudian mati. Berubah menjadi sesuatu yang baru. Seperti itulah hukum alam. Begitu pula takdir perkembangan sosial.

Bangsa, apakah itu Indonesia, atau bangsa Papua dan Timor Leste merupakan sesuatu yang ada dan hadir dari sesuatu yang mana sebelumnya tidak ada. Dan karenanya dapat bertransformasi.

150 tahun yang lalu belum ada bangsa Indonesia, sebagai konsep maupun identitas. Begitu pula bangsa Papua.

Masa itu wilayah-wilayah di Nusantara merupakan wilayah yang dikuasai tuan-tuan feodal kecil maupun puak-puak yang mempertahankan privilegenya dari invasi merkantilis Eropa.

Bangsa dan kebangsaan dikenali dan diyakini belum sampai 1,5 abad lamanya di Nusantara ini.

Mereka yang berpandangan NKRI harga mati sungguh salah kaprah dan sesat pikir. Indonesia dan ke-Indonesia-an sangat mungkin bertransformasi menjadi sesuatu yang lain. Begitu Papua dan ke-Papua-annya.

Indonesia dan kebangsaannya merupakan sesuatu yang unik. Sebagai bangsa, Indonesia tak lahir hanya karena perasaan senasib sepenanggungan. Pula karena ada integrasi ekonomi dan politik yang sama. Serta kebudayaan yang sama yang terwujud dalam bahasa yang sama. Namun proses apa yang disebut sebagai "National Character Building" mandeg bahkan mundur karena penindasan Order Baru. Reformasi setengah hati ini tak membuat proses tersebut melangkah maju. Mengapa? Sebab Reformasi tak pernah tuntas dan kesalahan masa lampau tak kunjung diperbaiki. Kita hidup dalam selimut perdamaian palsu.

"Integrasi" Papua ke Indonesia penuh dengan paksaaan, kekerasan dan tipu daya. Hal tersebut merupakan fakta yang tak terbantahkan.

Paksaan, kekerasan, dan tipu daya terhadap rakyat Papua merupakan cerminan dari pembekuan nilai-nilai dan filosofi bangsa Indonesia yang termaktub dalam konstitusi republik ini. Nilai-nilai dan filosofi yang merupakan hasil dari perjuangan melawan kolonialisme, kapitalisme, dan rasisme saat itu.

Dan segala macam paksaan, kekerasan, tipu daya dan tindakan rasial merupakan metode untuk penundukan dan melanggengkan penindasan serta penjajahan terhadap rakyat Papua.

Papua yang begitu majemuk dengan ratusan suku, tak sedikit diantaranya terisolir satu dan lainnya antara gunung dan pantai. Dan terhambat dengan keragaman bahasa yang tinggi. Namun keadaan hari ini masalah-masalah tersebut tak cukup membendung pertumbuhan bangsa Papua. Penindasan yang begitu sistemik selama 58 tahun ini mempercepat pertumbuhan karakter kebangsaan.

Perasaan yang sama telah tumbuh diantara rakyat Papua berbeda-beda suku dan bahasa, yakni perasaan sebagai orang-orang terjajah. Sebagaimana perasaan yang sama pula diantara orang-orang Indonesia saat dibawah penjajahan Belanda dan Jepang.

Perasaan yang tumbuh karena kekejian pembunuhan, penculikan, pembantaian, pembungkaman hak-hak politik melalui penjara dan penangkapan serta segala tindakan rasial oleh aparatus kekerasan dan birokrasi kolonial Belanda serta fasis Jepang menjadi faktor yang memberikan landasan pertumbuhan embrio bangsa Indonesia. Selanjutnya kaum pergerakan pembebesan nasional mempercepat proses tersebut.

Apa yang terjadi pada Indonesia begitu pula yang terjadi pada Papua. Tak sepenuhnya sama namun secara esensial tak berbeda. Kekerasan sistemik aparatus TNI dan Polri serta diskriminasi birokrasi memperkuat tumbuh kembang embrio bangsa Papua. Aspek sejarah 1961-1969 yang ditelikung menjadi landasan historisnya.

Tak ada jalan kembali. Sebagaimana Indonesia tak akan kembali ke jaman Majapahit atau Sriwijaya. Papua pun pada akhirnya akan menemukan takdir sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang dapat menentukan nasibnya sendiri.

Alih-alih menghambat proses tersebut dengan pemenjaraan, penangkapan, pembunuhan, pembantaian yang berujung pada genosida perlahan. Dan segala macam operasi gabungan di tanah Papua dilakukan, yang terjadi kehendak rakyat Papua menentukan nasib sendiri justru mengkristal.

NKRI harga mati hanyalah jargon untuk mempertahankan "persatean" bukan persatuan, menancapkan ketakutan serta ancama bukan persetujuan dan kesepakatan. Faktanya, karena doktrin NKRI harga mati banyak orang Papua mati.

Apakah anda bersedia hidup dalam ketakutan dan ancaman? Saya tidak! Generasi yang akan datang pun tak boleh hidup dalam ancaman dan ketakutan.

Demokrasi harus diperluas agar setiap orang bebas dari rasa takut, dari ancaman, bebas bicara hingga bebas menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Sehingga kita dapat hidup dalam kedamaian dan persatuan sebagai manusia bukan ancaman dan "persatuan".

Rutan Salemba
19 Januari 2020.

[ Surya Anta , Juru Bicara Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ]

Sunday, April 17, 2022

Artí Dekolonisasi dan West Papua di Salam NKRI

Penjajahan adalah sebuah invasi; oleh sekelompok orang/bangsa yang mengambil alih tanah dan memaksakan budaya mereka sendiri pada masyarakat adat sebagai Pribumi Asli. Kolonisasi modern berawal dari Zaman Penemuan di abad ke-15, ketika negara-negara Eropa berusaha memperluas pengaruh dan kekayaan mereka. Dalam prosesnya, perwakilan dari negara-negara ini mengklaim tanah, mengabaikan Masyarakat Adat dan menghapus Kedaulatan Masyarakat Adat.

Kata "dekolonisasi" pertama kali diciptakan oleh ekonom Jerman Moritz Julius Bonn pada tahun 1930-an untuk menggambarkan bekas koloni yang mencapai pemerintahan sendiri.

Militerisme dan Hukum adalah alat perampasan dan penindasan yang sangat signifikan. Penduduk asli dianiaya, dieksploitasi, dan sering kali diposisikan sebagai suatu yang tidak manusiawi. Seperti yang dijelaskan Jean-Paul Sartre tentang kolonisasi:

“Anda/Saudara mulai dengan menduduki negara, kemudian anda mengambil tanah dan mengeksploitasi pemilik sebelumnya dengan tingkat kelaparan, anda selesai mengambil dari penduduk asli hak mereka untuk bekerja.”

Kolonisasi tidak hanya sekedar berbentuk fisik, tetapi juga berbentuk Politik, Psikologis, Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam menentukan pengetahuan siapa yang di istimewakan. Dalam hal ini, penjajahan tidak hanya berdampak pada generasi pertama yang dijajah juga menimbulkan masalah yang berkepanjangan bagi keturunan dimasa yang akan datang. Dekolonisasi merupakan usaha untuk (mencapai kemerdekaan) membalikkan dan memperbaiki kondisi dibawah penjajahan melalui tindakan secara langsung dan mendengarkan suara rakyat “First Nations” terutama lewat praktek Referendum sebagai wujud dari "Hak Menentukan Nasib Sendiri" bagi bangsa-bangsa yang terjajah.

Banyak perjuangan kemerdekaan bersenjata dan berdarah. Pemberontakan untuk mencapai Kemerdekaan misalnya; seperti Pemberontakan Rakyat Polandia atas aksi-aksi bagi wilayah oleh Kekaisaran Rusia, Kerajaan Prusia dan Monarki Habsburg Austria sampai terbentuk sebuah Republik ke-II pada tahun 1918. Kemudian Perang Kemerdekaan Aljazair (1954- 1962) melawan Prancis begitu sangat brutal. Perjuangan lainnya melibatkan negosiasi politik dan perlawanan pasif. Sementara keluarnya Inggris dari India pada tahun 1947 sebagian besar dikenang sebagai perlawanan tanpa kekerasan di bawah etika pasifis Gandhi, kampanye tersebut dimulai pada tahun 1857 dan bukannya tanpa pertumpahan darah.

Dekolonisasi sekarang digunakan untuk berbicara tentang keadilan restoratif melalui kebebasan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di sebagian besar negara di mana bentuk penjajahan tetap ada, masyarakat adat/asli masih belum memegang posisi kekuasaan atau penentuan nasib sendiri yang lebih signifikan. Sebuah istilah yang pernah dipopulerkan oleh akademisi Patrick Wolfe pada 1990-an, dimana mengatakan "invasi adalah struktur, bukan peristiwa". Kata lain yang berguna untuk memahami dekolonisasi adalah “neokolonial”. Itu diciptakan oleh Kwame Nkrumah, presiden pertama Ghana, pada awal 1960-an untuk merujuk pada kelangsungan kekuasaan bekas penjajah melalui cara-cara ekonomi, politik, pendidikan, dan informal lainnya.

Di negara-negara neokolonial atau negara jajahan, advokasi hak-hak Masyarakat Adat tidak selalu di imbangi dengan tindakan. Suara Masyarakat Adat untuk perjanjian dan kebenaran dalam budaya, politik, hukum dan pendidikan bergema sementara prakteknya tertinggal. Dekolonisasi sejati berusaha untuk menantang dan mengubah superioritas dari kulit putih, sejarah nasionalistik dan "kebenaran".

Hak-hak Masyarakat Adat diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007. Dikatakan: “Masyarakat Adat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya mereka.”

Hal tersebut, mencantumkan beberapa hak penting dalam proses dekolonisasi, termasuk: 1). Hak atas otonomi dan pemerintahan sendiri, termasuk pembiayaan untuk fungsi otonom tersebut. 2). Kebebasan dari pemindahan paksa anak-anak. 3). Perlindungan situs arkeologi dan sejarah, dan pemulangan benda-benda upacara dan jenazah manusia. 4). Hak untuk memberikan pendidikan dalam bahasa mereka sendiri. 5). Media milik negara harus mencerminkan keragaman budaya Pribumi. 6). Pengakuan hukum atas tanah, wilayah dan sumber daya tradisional.

Dekolonisasi harus melibatkan tantangan baik rasisme secara sadar maupun tidak sadar. Masyarakat non-pribumi dalam masyarakat jajahan dapat memulai dengan bertanya:

1. Di Negara mana saya/beta tinggal - bangsa apa?
2. Jika tanah saya dicuri, budaya dan kedaulatan saya ditolak, hak apa yang saya inginkan, butuhkan, dan harapkan?
3. Di Negara itu, saya harus mendengarkan dan bekerja dengan siapa?

Untuk terlibat dengan dekolonisasi kita dapat:

1. Menghargai pengetahuan dan sejarah dari Masyarakat Adat tersebut. Artinya mendengarkan mereka dalam konteks pengembangan pengetahuan mereka.

2. Mendorong mereka agar bersikeras untuk mengajarkan tentang sejarah dan budaya dari masyarakat adat di sekolah-sekolah.

3. Mendukung upaya restitusi, seperti program yang merevitalisasi bahasa mereka sebagai masyarakat Adat.

4. Menyerukan perbaikan institusi termasuk pendidikan, seni, media dan politik untuk mempekerjakan Masyarakat Adat di seluruh organisasi dan dalam posisi kepemimpinan.

5. Membantu mereka yang mungkin menghadapi diskriminasi dan prasangka secara tidak sadar, untuk angkat bicara menentang struktur (penjajahan) ini.

6. Memperjuangkan keadilan yang timbul dari keinginan Masyarakat Adat, dengan berjalan bersama mereka dalam aksi unjuk rasa dan menempatkan suara mereka di depan-dan-tengah disetiap acara penting.

Rasisme sangat melukai, mencekik, dan membunuh para masyarakat adat, kecuali ditantang oleh kita dan mereka sebagai korban. Struktur rasis membuat para korban menjadi begitu bermasalah. Kita/Katong mungkin berlutut untuk mengingat mereka yang terbunuh. Tapi kita perlu meminta institusi negara untuk segera melakukan referendum yang diperlukan untuk dekolonisasi sebagai satu solusi yang paling demokratis dari masalah yang dihadapi oleh bangsa minoritas, terutama dalam hal kolonialisasi. Kita perlu mendukung orang-orang dalam organisasi yang menentang rasisme. Kita perlu mempertanyakan apakah penjajahan mengajarkan kita untuk berdiri, dalam seragam institusional pikiran, dan secara pasif menyaksikan pencekikan.

#FreeWestPapua
***

Depertemen Pendidikan & Propaganda

PUSAT PERJUANGAN MAHASISWA UNTUK PEMBEBASAN NASIONAL (PEMBEBASAN) KOLKOT YOGYAKARTA.

Yogyakarta, 15 April 2021.
@Pembebasan - Kolektif Kota Yogyakarta for

Saturday, April 2, 2022

Apakah Andreas J Deda Benar-Benar Meninggal? Kapan dan Bagaimana?

Anak kebanggaan, saya bangga telah menjadikanmu dosen UNCEN walau banyak senior dan teman 2 tdk sepakat kau justru telah membuktikan saya tdk salah dalam memilihmu. Hanya satu kekurangan mengapa keperilgianmu saya tdk tahu. 

Tadi malam anak yang datang bilang Galatia 5:15 Bapa baca itu rupanya anak Tank baru saya kira anak lain. Anak Tabi satu2nya yang selama ini kubanggakan. Saya minta yang poskqn foto ini kasih keterangan lengkap di inbox saya secara pribadi. Tuhan Yesus pemilik Tanah dan Manusia Tabi memberkati!

#KAMPUS #UNIPA #FAKULTAS #SASTRAdanBUDAYA 
_______________________________

Satu - satunya Anak Tabi yang selalu mendidik dan mengarahkan pada nilai leluhur yang benar! Selamat ulang Tahun bagimu di alam roh disana Bapa Dosen Ganteng Alm. Andreas Jefri Deda.  

Still aliving forever for remaind 🙏🙏🥀😢😢😢

Friday, April 1, 2022

An Important Speech by prime minister of Israel Benjamin Netanyahu

I was going to cry when I read this speech from the prime minister of Israel Benjamin Netanyahu, but at the end I say glory to God.

Let's read together

Mr. Nethanyahu said:
Only 70 years ago! The Jews were taken to slaughter like sheep.
> 60 years ago!
> no country. No Army.

Seven Arab countries declared war on the small Jewish state, only a few hours after its creation!
> we were 650 Jews against the rest of the Arab world!

NO IDF (Israel Defense Army).

No powerful air force, only brave people with nowhere to go.
> Lebanon, Syria, Iraq, Jordan, Egypt, Libya, Saudi Arabia
> all attacked at the same time.
> the country that the United Nations gave us was a 65 % desert.
> the country is out of nowhere!

> 35 years ago! We fought the three armies most
> Powerful in the middle east, and we swept them in six days.

We fought against various coalitions of Arab countries, which had modern armies and many Soviet weapons, and we have always beaten them!

Today we have:
> a country,
> an army,
> a powerful air force,
> A State-of-the-Art Economy, which exports millions of dollars.
> Intel - Microsoft - ibm develops products at home.
> our doctors receive awards for medical research.

> we make the desert bloom, and sell oranges, flowers and vegetables all over the world.
> Israel has sent its own satellites into space!
> three satellites at the same time!
> We are proud to be at the same rank as:
> The United States, which has 250 million inhabitants,
> Russia, which has 200 million inhabitants,
> China, which has 1.3 billion inhabitants;
> Europeans - France, Great Britain, Germany - with 350 million inhabitants.

> the only countries in the world to send objects into space!
> Israel is now part of the family of the nuclear powers,
> with the United States, Russia, China, India, France, and
> Great Britain.

> (we have never officially admitted it, but everyone knows it)
> and say that only 60 years ago,
> we were LED, ashamed and hopeless, to slaughter!
> we have extirpés the smoking ruins of Europe,
> we have won our wars here with less than nothing
> we built our little "Empire" from nothing.

Who's Hamas to scare me?
> to terrify me?
> you make me laugh!
> Passover was celebrated;
> Let's not forget what this is about.
> we survived Pharaoh,
> we survived the Greeks,
> we survived the Romans,
> we survived the inquisition in Spain,
> we have the pogroms in Russia,
> we survived Hitler,
> we survived the Germans,
> we survived the Holocaust,
> we survived the armies of seven Arab countries,
> we survived saddam.
> we will survive the enemies present

Think of any time in human history!

Think about it, for us, the Jewish people,
> the situation has never been better!
> then let's face the world,

Let us remember:
> all nations or cultures
> who once tried to destroy us,
> no longer exist today - while we still live!
> Egypt?
> the Greeks?
> Alexander of Macedonia?
> the Romans? (does anyone still speak Latin these days? )
> The Third Reich?
> and look at us,
> The Bible Nation,
> The slaves of Egypt,
> We are still here,

And we speak the same language!
> then, and now!
> Arabs don't know yet,
> but they will learn that there is a God.
> as long as we keep our identity, we are forever.

So forgive us for not worrying,
> not to cry,
> not to be afraid.
> things are fine here.
> they could certainly get better,

However:
> Don't believe the media,
> they don't tell you
> parties continue to take place,
> people continue to live,
> people keep coming out,
> people continue to see friends.

Yes, our morale is low.
> so what?

Only because we mourn our deaths while others rejoice in the blood shed.

> that is why we will win, in the end.

Never sleep or sleep the guardian of Israel! Yahweh God of Abraham, Isaac and Jacob.

Forward this speech to the whole community,
> and to people around the world.
> they are part of our strength

Share on your walls with your friends