Dalam konteks kegiatan Otonomi pemerintah,
dan lebih khusus Otsus NKRI di Papua Barat, yang arti Otsus menggema di publik
adalah retorika dan kegiatan pembangunan.
Wacana yang
berkembang dalam Otsus di Papua Barat adalah wacana pembangunan. Jadi,
pembangunan adalah wujud nyata dari Otsus dalam retorika politik NKRI. Itu
otonomi menurut retorika poliltk NKRI. Maka itu, dalam menyoroti Otsus di Papua
Barat, Penulis menyoroti pembangunan.
Untuk memahami kata "pembangunan"
itu kita mulai mengulas dua arti pembangunan yang saling bertolak
belakang. Yang satu adalah arti dalam retorika politik, dan yang lalinnya
adalah arti dalam kenyataan di lapangan, yaitu antara development
(pengembangan) atau juga construction (pembangunan).
1) Pembangunan artinya development
Kata develop punya
kesamaan arti increase (meningkatkan), build up (tambah
membangun/ membangun ke atas), expand (ekspansi, perluasan),
extend (memperpanjang, memperluas,
mempertinggi), dan widen (memperluas ruang atau memperlebar). Kata
meningkatkan dan memperluas mengandung arti bahwa hal yang mau ditingkatkan atau
diperluas itu sudah ada, cuma belum luas atau belum ditingkatkan. Maka development artinya meningkatkan atau memperluas atua
membenahi sehingga menjadi lebih cocok dengan yang diinginkan, yang berarti
membangun di atas dasar yang sudah ada, atau memupuk apa yang sudah ada di
dalam sebuah komunitas atau negara atau daerah.
Kita akan lilhat contoh kegiatan pembangunan sebagai construction dalam
Pasal berikut. Dalam Pasal ini kita lihat contoh pembangunan sebagai development.
Waktu mengucapkan
atau mendengar kata ‘kembang' dan kata kerja ‘mengembangkan.’ dan kalimat “We
want to develop West Papua!” (Kami mau mengembangkan Papua Barat), ada
beberapa kosa-kata atau konsep dari kata yang akan muncul dalam benak Anda,
yaitu antara lain “meningkatkan”, “memajukan”, “mendukung apa yang ada”,
“menambah apa yang kurang”, “memupuk atau mengembangkan apa yang dimiliki atau
apa yang sudah ada”. Ini bukan arti kamus yang sempit, tetapi arti yang muncul
di otak kami waktu dengar kata ‘pengembangan.’
Artinya, barang
yang sudah ada itu dikembangkan, dipupuk, ditambah, dimajukan, ditingkatkan,
bukan dirusak.
2) Contoh Kegiatan Pembangunan
sebagai Development
a. Pengembangan Cerita Rakyat (Oral Stories) Menjadi
Cerita Buku (Written
Stories)
Ini satu contoh
cerita rakyat suku Lani di Kecamata Kelela. Dulu di kampung kami ada cerita
begini.
Di suatu tempat namanya Mabuname. Di Mabuname
itu ada pesta pernikahan massal, dimana terjadi pesta babi yang begitu marak.
Waktu itu banyak babi disembelih dan terjadi pesta besar. Seperti biasanya,
ibu-ibu dan anak-anak disuruh pergi ke kali untuk membersihkan usus babi. Waktu
itu banyak ibu-ibu berbaris di kali dan membersihkan usus buntu di sepanjang
kali dari hulu sampai hilir sungai. Di kali itu muncul seekor anjing dan
melambai-lambaikan ekornya pertanda minta sepotong daging. Ibu pertama yang
ditemui anjing itu lempar batu dan usir anjing itu pergi. Anjing itu lari ke
ibu kedua. Ibu kedua juga lempar batu dan mengusirnya. Anjing itu lari ke ibu
ketiga dan juga diusir. Begitu sampai anjing tiba pada ibu yang terakhir, di
hulu sungai itu. Ibu terakhir mau mengusirnya, tetapi dia melihat semua ibu
sudah mengusirnya, tetapi anjing itu masih saja melambai-lambaikan ekornya
tanda terima kasih. Ibu ini pikir sejenak, "Kalau saya usir dia, kemana
nanti dia pergi?." Lalu ibu ini merasa kasihan sama anjing itu dan
melempar sepotong kecil daging kepada anjing tadi. Anjing itu melambaikan
ekornya berkali-kali sebagai tanda terima kasihnya kepada ibu itu. Ibu ini
senang melihatnya dan memberinya lagi potongan daging yang lebih besar.
Beberapa detik kemudian, anjing itu berubah jadi seorang lelaki ganteng. Lelaki
itu kemudian berkata kepada si ibu tadi, "Mama, kamu pulang ke pesta itu
dan kasih tahu anak dan suamimu bahwa sebentar lagi akan ada hujan lebat...
dst. dst."
Ini cerita rakyat.
Pengembangan artinya, dulu cerita ini sudah ada. Tetapi cerita ini diceritakan
dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi. Sampai dunia luar masuk ke suku
Lani, kita tahu membaca dan menulis. Akibatnya, kita ‘kembangkan’ cerita dari
mulut ke mulut menjadi ‘Cerita Rakyat’ dalam bentuk ‘Buku’ yaitu tertulis.
Jadi, cerita lisan tadi ‘developed’ atau dikembangkan atau berkembang
menjadi cerita tertulis. Ini namanya pengembangan, yaitu mengembangkan yang
sudah ada dari bentuk lisan menjadi bentuk tertulis. Manfaatnya supaya dibaca
oleh generasi muda, dimana dan kapan saja tanpa harus datang kepada orang tua
untuk duduk di Honai laki-laki dan dengar cerita ini.
b) Contoh Kedua, Pengembangan Honai Orang Lani
(Koteka) oleh Dr. Printz di Wamena
Ada seorang Dokter
Medis asal Belanda bernama Dokter Printz (kami tidak tahu cara mengeja
namanya). Dokter ini ‘mengembangkan’ rumah orang Lani menjadi rumah modern
Lani. Beliau membangun Honai-honai, tetapi dengan cara mengembangkan apa yang
ada. Rumah berbentuk bulat, sama dengan rumah asli. Tetapi dia pasang cerobong
asap di tengah-tengah di tungku api. Lalu cerobong itu dibawa naik dan tembus
ke atap rumah.
Manfaatnya asap
tidak menyebar ke rumah dimana orang duduk dan tidur, tetapi dengan aman naik
lewat cerobong itu, sementara rumah dihangatkan oleh api yang dibuat dan asap
yang naik.
Jadi, Beliau
‘mengembangkan’ Honai orang Lani menjadi ‘Honai modern.’ Dengan kata lain,
Beliau mengembangkan apa yang ada dengan pola tradisional menjadi honai modern
yang layak huni oleh orang Lani zaman sekarang. Bentuknya tidak berubah,
fungsinya tidak berubah, yang berubah hanya sistem perasapan dan lebih membantu
menghindari asap yang banyak di dalam rumah itu menjadi tidak ada asap.
c) Contoh Ketiga, Pengembangan Bahasa Daerah Lisan (Oral Language) menjadi
Bahasa yang Tertulis
Dulu bahasa Lani
tidak pernah ditulis. Tidak pernah ada tulisan dalam Bahasa Lani. Tetapi sejak
orang asing masuk, mereka mulai menulis dan mengeja bahasa Lani. Sehingga sekarang
kita bisa tulis dan baca dalam bahasa Lani. Ini pengembangan dari apa yang ada
dan memajukannya bahasa lisan menjadi bahasa tertulis.
Begitulah
seharusnya Otsus dalam arti pengembangan, yang berarti menolong rakyat yang ada
dalam Otsus itu. Inilah yang terjadi kalau Jakarta mau benar-benar membangun
di tanah Papua.
·
Yang jelas kenyataan Otsus di
tanah Papua Barat sejak tahun 1963 sampai 2001 tidaklah membangun, tetapi
merusak, yaitu arti keduanya. Apakah Otsus selama 25 tahun mendatang sesuai
persetujuan poros Papindo adalah arti pembangunan seperti diuraikan berikut?
·
Ataukah yang mereka maksud artinya
mengembangkan?
Kita akan lihat
besok juga, kalau bukan sekarang.
2) Pembangunan artinya construction
Sedangkan
kata construction punya
kesamaan arti dengan make (membuat), create (menciptakan), dan
build (membangun sebuah gedung
misalnya). Kita tahu cara membuat kue dari sagu. Kita juga tahu
membangun rumah. Kita tahu cara menciptakan lagu. Memang construction terlihat mirip dengan development, tetapi
secara prinsipil, mereka sangat berbeda. Kegiatan construction menyebabkan sebuah pembuatan, penciptaan dan
pembangunan. Memang rumah yang dibangun itu berasal dari bahan yang ada, tetapi
bentuk bahan-bahan bangunan yang ada terdiri dari daun sagu, gabah sagu, kayu,
rotan, dan sebagainya diciptakan menjadi berbentuk sebuah rumah. Rumah artinya
sebuah tempat tinggal/ berteduh. Ia diciptakan dari bahan-bahan bangunan
seperti daun sagu yang sebelumnya hanya menancap pada pohon sagu, berubah
fungsi menjadi atap rumah untuk membendung panas dan air masuk ke rumah.
Jadi,
kegiatan construction kelihatannya menggunakan bahan-bahan yang ada
tetapi sekaligus juga merubah fungsi bahan yang ada. Misalnya rotan yang dulu
melilit di hutan sebagai bagian dari flora di hutan dirubah menjadi alat
pengikat untuk konstruksi rumah.
Kita perlu lihat
istilah klasik Suharto: Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Bukan
Rencana Pengembangan Lima Tahun.’ Terjemahan yang benar adalah ‘Five-Year
Construction Plan’ dan bukan ‘Fiver-Year Development Plan.’ Karena apa yang
terjadi bukan ‘development’, yaitu pengembangan yang ada; tetapi ‘construction’, yaitu perusakan atas apa yang
ada.
Ada banyak contoh
di Papua Barat.
·
Lihat dan hitung berapa besar dana
yang dipakai untuk menyusun "Kurikulum Pengajaran Bahasa-Bahasa Daerah
Papua"?
·
Lihat dan hitung berapa besar dana
yang dipakai untuk membiayai "Penulisan Cerita Rakyat dan Pengajarannya di
Sekolah-Sekolah di Papua Barat"?
Dan setelah itu:
Bandingkan dengan jumlah uang yang dipakai untuk bangun jalan raya Trans Papua
(Port Numbay - Wamena) dan Trans Papua (Port Numbay - Maroke). Hitung berapa
dana yang dihabiskan untuk bangun Kantor Bupati dan Kantor DPR di daerah,
berapa dana yang dihabiskan untuk bangun jalan raya dan berapa banyak untuk
pendidikan budaya asli daerah itu.
Hitung berapa
banyak koperasi yang sudah dibangun untuk meningkatkan atau mengembangkan
perekonomian orang Papua.
·
Hitung berapa banyak orang Papua
yang disekolahkan sampai mencapai gelar doktor untuk mengembangkan manusia
Papua?
Indonesia sudah
menjajah Papua Barat 40 tahun. Dan pendidikan dari sekolah taman kanak-kanak
(TK) sampai jadi doktor hanya butuh 20 tahun. Seharusnya sudah ada dua generasi
yang sudah mengenyam pendidikan sampai ke tingkat doktoral. Seharusnya sudah
ada lebih dari 100 doktor anak Papua.
·
Tetapi apa yang sedang terjadi?
Dan jangan lupa
untuk hitung juga:
·
Berapa banyak sumberdaya
dieksploitasi yang dibawa keluar dari Papua dan berapa banyak yang dikembalikan
sebagai ucapan terima kasih kepada Anda?
Lalu Anda tiba pada
jawaban atas pertanyaan ini:
·
Apakah Indonesia sedang membangun
atau merusak Papua?
Dengan kata lain,
·
Apakah pendudukan Indonesia di
Papua Barat merupakan sebuah penjajahan atau sebuah integrasi sejati?
·
Apakah program-program pemerintah
Indonesia di Papua Barat mencirikan program penjajahan yang menghancurkan
ataukah program yang mengembangkan manusia dan tanah Papua?
3) Contoh Kegiatan Construction
Marilah kita lihat
beberapa contoh ‘pembangunan' yang ‘menghancurkan' atau ‘merusak apa yang sudah
ada, yaitu kegiatan constuction.
a. Contoh pertama kita ambil
dari perusakan budaya
Selama kami sekolah
dari SD sampai sekarang, kami tidak pernah diberitahu atau ditunjukkan, apalagi
diajarkan bahasa daerah kami. Tidak pernah kami temui seorang gurupun yang
memakai bahasa Lani di kelas. Guru-guru SD kami waktu itu semua orang Lani,
tetapi tidak seorangpun yang berbahasa Lani di dalam kelas. Jangankan
mengajarkan Bahasa Daerah Papua, menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan di Papua Barat-pun tidak diijinkan atau sengaja
disingkirkan.
·
Sekarang Anda mau tahu apa yang
terjadi di Jawa, yaitu tempat penjajah Anda?
Pengajaran bahasa
Jawa sudah dimulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) bahkan sampai di
Perguruan Tinggi (PT) pun masih ada dosen yang mengajar dalam Bahasa Jawa,
walaupun mereka tahu bahwa mahasiswa mereka tidak semuanya orang Jawa. Bahkan
bilamana mahasiswa non-Jawa memprotes karena tidak mengerti apa yang
diterangkan dosen mereka dalam bahasa Jawa, para mahasiswa Papua justru
dipaksakan untuk belajar bahasa Jawa.
Kalau orang Papua
berbahasa daerah, kami biasa ditertawakan dengan alasan masih ketinggalan
jaman. Kalau kami tidak fasih berbahasa Indonesia kami dianggap kuno dan dasar
anak Koteka. (Kami mulai belajar Bahasa Indonesia sejak tahun 1980. Sudah
20 tahun kami berbahasa Indonesia dan hasilnya Anda bisa lihat tulisan ini).
·
Apakah ini berarti pengembangan
atau penghancuran jatidiri kami sebagai orang Papua?
Lebih parah lagi,
generasi setelah generasi kami sudah tidak bisa berbahasa daerah lagi. Mereka
bisa mengerti 100% dalam bahasa daerah, tetapi mereka tidak bisa membalas (100%
tidak bisa) dalam bahasa daerah mereka. Waktu tahun 1980-1994, kami punya teman
orang Sentani, orang Biak, orang Numbay, orang Sorong dan orang Manokwari. Ada
yang seumur dengan kami, ada yang lebih tua dari kami. Mereka semua TIDAK BISA
BICARA BAHASA DAERAH. Ada yang tidak bisa mengerti dan tidak bisa berbicara
bahasa daerah mereka. Tetapi mereka masih menyebut dirinya: Kami orang Biak!
Kami orang Sentani! Kami orang Sorong!, dan lainnya.
Suatu bangsa
dikenal oleh bahasanya.
Ingat bahwa: Bahasa adalah kekuatan bangsa.
Kalau begitu bagaimana dengan orang yang bilang:
·
“Saya orang Papua!” tetapi tidak
pernah berbahasa Papua?"
Inilah hasil
perusakan budaya Papua oleh kaum penjajah, usaha dasar untuk menghilangkan
identitas bangsa Papua secara sistematis.
b. Contoh Kedua:
Konstruksi/Pembangunan prasarana transportasi
Jalan Raya dan
lapangan terbang. Kondisi geografis tanah Papua Barat penuh dengan hutan dan
gunung-gunung dan sulit sekali dijangkau oleh aparat pemerintah untuk
memerintah rakyat Papua. Misalnya, kalau terjadi gejolak sosial di suatu
tempat, sulit sekali bagi pemerintah mengamankan gejolak yang terjadi dalam
waktu singkat. Karena itu perlu dibangun jalan-jalan raya dan lapangan terbang.
Prasarana transportasi ini membantu TNI dan Polri untuk mendrop senjata dan
mendrop pasukan masuk ke kampung-kampung untuk membunuh orang Papua. Ingat saja
dari pengalaman Anda. Waktu perang terjadi di Paniai tahun 1969, Wamena Barat
tahun 1977, Bonggo tahun 2001 dan beberapa kali di Arso.
·
Apa yang digunakan Indonesia untuk
membunuh orang Papua?
Mereka terbangkan
pasukan sapu bersih dan mendarat di lapangan terbang yang orang Papua sendiri
bikin dalam rangka membantu pekerjaan misionaris Kristen.
Jadi, sebenarnya
pembangunan lapangan terbang yang disponsori misionaris itu adalah sebuah
tindakan bunuh diri dari rakyat Papua, karena kami sendiri sudah buka pintu
bagi TNI dan Polri untuk masuk dan bunuh kita.
Sekarang jalan raya
Numbay ke Wamena dan ke Maroke sudah dibangun.
·
Apa gunanya?
Supaya pasukan TNI dan Polri bisa patroli di wilayah perbatasan RI –
PNG dengan truk-truk pasukan dan mobil sehingga tidak terlalu sulit mengontrol
dan membunuh rakyat Papua. Supaya orang-orang di sepanjang Numbay – Wamena itu
bisa dikontrol dan dibunuh dengan mudah, karena bisa dikejar masuk dengan jalan
raya baru tinggal lompat keluar dan tembak mati.
Itulah tujuan
pembangunan prasarana transportasi, bukan untuk mengembangkan Papua Barat.
Karena itu, Anda harus perhatikan prasarana transportasi secara baik. Lalu
hitung untung-ruginya dengan akal sehat. Jangan bunuh diri. Jangan jadi pencuri
dan ditipu. Karena itu, Gubernur, Bupati dan Camat orang Papua harus pintar.
Karena itu, jangan sampai ada orang Papua yang minta-minta ke Indonesia untuk
bikin jalan masuk ke desa-desanya. Itu bunuh diri namanya. Kalau tidak itu
sebuah kebodohan.
Jangan sampai ada
orang Papua yang senang melihat gubernurnya atau bupatinya atau camatnya bikin
rencana untuk membangun jalan raya secara besar-besaran, yang akibatnya
menggundul hutan-rimba dan membunuh semua makhluk yang hidup dengan dan tidak
dapat dipisahkan dari hidupnya.
Selain jalan
raya yang dibangun itu memudahkan pembasmian orang Papua, lebih
penting lagi dengan membangun jalan raya itu, ada makhluk lain yang dirugikan.
Ingat, hewan-hewan dan makhluk lain yang tinggal dengan aman di hutan rimba
(yaitu rumah mereka sendiri) terusir jauh dari hutan mereka. Malahan sudah ada
tukang buru burung yang ke sana ke mari dan tangkap burung terlindung juga
secara liar. Jadi, binatang yang ada juga diganggu. Malahan sudah ada pengusaha
hutan yang mencari kulit kayu gaharu, dan pemegang HPH yang menebang kayu
sembarang. Dan lebih heran lagi, konon para pencari kayu gaharu dan pengusaha
hutan di Papua Barat kebanyakan berasal dari TNI/ Polri, khususnya Kopassus.
Bukan itu saja,
ingat waktu jalan raya dibangun, banyak pohon-pohon yang ditebang.
Jangan lupa bahwa waktu pembangunan jalan raya di Papua Barat, pemerintah
Indonesia sering memberikan hak kepada orang asing untuk menebang kayu dan
membawa keluar pohon-pohon sekitar jalan raya yang dibangun secara gratis.
Jadi, mereka datang hanya untuk menghancurkan apa yang ada dan membawa pergi
apa yang ada. Yang ditinggalkan adalah kerusakan hutan dan lingkungan hidup
yang sudah harmonis, asli alias alamiah.
Disamping hutan
dan hewan yang dihancurkan, ada lebih besar lagi yang
terjadi, yaitu penghancuran tanah dan mempercepat proses global warming[i]
dan climate change. Pohon-pohon dan habitat alami yang ada membantu
mendinginkan bumi, tetapi waktu banyak pohon ditebang, bumi ini semakin panas.[ii]
Kalau bumi panas, maka orang-orang pertama yang akan mati akibat panas adalah
orang Papua, karena kita ada tepat di garis katulistiwa, yaitu garis dimana
matahari lewat. Tetapi orang barat tidak butuh Anda, tidak perduli Anda, yang
mereka cari adalah uang dan bahan mentah yang ada di Papua Barat, sehingga
mereka pakai alasan membangun jalan raya untuk menebang kayu.[iii]
Global warming (pemanasan bumi) ini menyebabkan climate change (perubahan
iklim), yaitu perubahan iklim dunia.
Dulunya di beberapa negara Eropa punya salju tebal waktu musim dingin, dan
waktu musim panas, panasnya sangat sedikit. Tetapi sekarang kalau musim panas
hampir sama saja dengan panasnya Papua. Dan saljunya tidak setebal sebelumnya.
Lihat saja salju di Tembagapura, yang terkenal di dunia dengan salju abadi atau
glaciers sudah terkikis habis akibat exploitasi dan bukan
pengembangan seperti kleim mereka.
·
Kalau mereka sedang mengembangkan
Timika, mengapa banyak sungai menjadi kabur di sana, mengapa banyak pohon-pohon
menjadi kering, mengapa lapisan salju abadi menipis?
·
Kalau bukan akibat dari exploitasi
atas nama pembangunan, apa lagi?
Ingatlah bahwa
pembangunan jalan raya itu tidak sekedar menebang kayu dan menghancurkan tanah,
tetapi setelah itu tanah yang sudah ada digali, jembatan dibangun, dan jalan
raya itu diaspal.
·
Apakah Anda bisa tahu panasnya
aspal?
Bayangkan kalau
jalan sepanjang Numbay-Wamena itu diaspal.
Bukan di situ saja,
setelah jalan itu ada, perlu ada kendaraan untuk membawa orang ke sana-kemari.
Dan mobil itu menggunakan bahan bakar solar. Ingat berapa besar panas
yang dihasilkan oleh mesin mobil. Juga pembakaran itu mengeluarkan asap kotor
ke udara. Keduanya mempercepat proses pemanasan bumi dan akibatnya lapisan
ozone[iv]
menipis dan atau lubang pembendung terik matahari membesar. Dengan demikian,
bumi kita akan semakin panas dan akan semakin tidak bisa dihuni semua makhluk
yang pernah ada di planet bumi.
Mobil dibuat dari bahan
yang membantu memanaskan alam semesta. Tidak ada mobil yang kalau kena
panas dia menyejukkan seperti sebuah pohon. Lagi pula, ingat mobil itu butuh
roda atau ban. Kalau ban itu
ditarik dengan mobil sepanjang jalan Numbay-Wamena, ban itu akan memanas dan
akan membantu memanaskan bumi kita. Dengan demikian, Papua 100 tahun ke
depan tidak akan lagi sesejuk Papua sekarang, tetapi akan menjadi tempat
terpanas di dunia, dan manusia yang ada di pulau itu akan tersiksa.
·
Itukah yang Anda cari?
·
Apakah ini pengembangan atau
perusakan?
Dengan kata lain,
penebangan kayu dan pembangunan jalan raya merupakan tindakan pembunuhan rakyat
Papua dalam jangka panjang dan pembunuhan bumi kita pula.
·
Siapa yang rela hal ini terjadi?
·
Siapa yang sebodoh itu merencanakan dan mebiarkannya terjadi?
c. Contoh Ketiga, Pembangunan
gedung-gedung besar
Pembangunan
gedung-gedung besar merupakan bentuk lain dari usaha pembangunan Indonesia.
Yang harus kita
perhatikan adalah:
·
“Mengapa dana lebih banyak habis
untuk membangun gedung-gedung daripada membangun manusianya?”
Secara politis,
keuntungan yang diperoleh penjajah Indonesia adalah bahwa dengan pelaksanaan
pembangunan gedung-gedung itu biasanya banyak uang yang tersisah atau banyak
uang yang bisa dimanipulasi. Misalnya biaya kontrak menurut spesifikasi teknis
bangunan berjumlah Rp 1 Milyar. Tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja hanya Rp
500 juta yang dipakai dan Rp 500 juta lainnya bisa dikantongi kontraktor dan
mereka yang punya tangan dalam jalur keuangan proyek dimaksud.
Kalau kita
bandingkan dengan gedung-gedung di luar negeri, khususnya di Eropa, kita akan
heran bahwa Kantor Bupati sama saja ukurannya dengan rumah rakyat biasa. Kita
akan heran bahwa Kantor Bank sama saja dengan Kantor Polisi. Tidak ada yang
lebih besar atau lebih istimewa. Semuanya berukuran kecil dan dibangun secara
sederhana.
Alasan berikutnya
kalau kolonial Indonesia membangun gedung-gedung maka secara politis bisa
dikontrol. Kalau seandainya Indonesia membangun manusianya, maka ada bahayanya
bahwa semakin orang Papua belajar di pendidikan tinggi, semakin kuat perlawanan
rakyat Papua. Karena itu, lebih baik mereka hiasi isu pembangunan dengan
gedung-gedung toh, dan pengembangan manusia Papua dikesampingkan entah sengaja
atau tidak sengaja. Dengan demikian, kalau negara-negara donor yang membantu
pembangunan Indonesia bertanya, maka mereka akan tunjukkan biaya yang besar
sekali dihabiskan untuk membangun Papua Barat. Dan, dunia luar akan diam karena
mereka melihat banyak jumlah uang yang dihabiskan di Papua Barat. Dengan kata
lain, pembangunan gedung-gedung lebih menguntungkan Indonesia, sedangkan
pembangunan manusia Papua lebih menguntungkan orang Papua, karena itu kolonial
Indonesia memilih apa yang menguntungkan dia.
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah dampak lingkungan atas pembangunan gedung-gedung itu. Ingat
bahwa bahan bangunan seperti semen adalah cocok untuk dipakai di wilayah dingin
seperti di Eropa atau Papua pegunungan. Orang Eropa menemukan semen untuk
memanaskan rumah mereka. Tetapi hanya demi uang, di tempat-tempat panas seperti
Papua-pun ramai-ramai dibangun gedung-gedung dengan semen dan atapnya zenk.
Dalam kaitannya dengan global warming tadi, pembangunan gedung-gedung
besar menggunakan zenk dan semen membantu pemanasan bumi dan untuk jangka
panjang sangat merugikan rakyat Papua.
Kemudian untuk
membangun sebuah gedung, kita perlu tebang kayu, bersihkan alam yang sudah ada,
gali tanah, perlu semen, perlu zenk, dan hal-hal yang sebagian besar merusak
alam dan bumi kita.
Dan secara
ekonomis, bahan-bahan ini semua harus dibawa masuk dari luar Papua. Jadi, uang
pembangunan (konstruksi) di Papua Barat itu hanya untuk dikembalikan ke luar
Papua, tidak mengendap di sana untuk kepentingan perekonomian orang Papua. Ini
perlu diperhatikan oleh orang Papua agar tidak terjebak dengan isu-isu yang
tidak benar, yaitu bahwa pembangunan gedung-gedung yang besar-besar itu penting
bagi pembangunan rakyat Papua. Itu omong kosong.
d. Contoh yang Keempat:, Pemekaran Wilayah
Ada orang Papua,
khususnya di Numbay dan Maroke yang dengan hebatnya meminta supaya wilayah
mereka diberi Provinsi. termasuk Jaap Solossa
menuntut supaya provinsi Papua dibagi menjadi tiga: Papua Timur, Papua
Barat dan Papua Tengah. Mereka mengira bahwa dengan mendapatkan provinsi
sendiri, mereka akan lebih maju dan lupa bahwa minta provinsi sendiri itu
adalah satu paket dengan Otsus II yang sudah diluncurkan. Karena itu tidak
perlu minta lagi, itu kebodohan orang Papua sendiri dan yang rugi adalah orang
Papua sendiri.
Tindakan memotong
satu provinsi menjadi tiga bukan sebuah tindakan membangun. Itu sama saja
dengan tindakan kolonial Belanda dan Inggris yang tanpa izin orang Papua sudah
bagi satu pulau Papua menjadi Papua Timur dan Papua Barat. Sama juga dengan
orang Eropa yang memotong-motong benua hitam Afrika menjadi negara-negara yang
batas-batasnya tidak keruan, sesuai dengan perhitungan kepentingan mereka,
yaitu untuk mencari makan di sana. Pada dasarnya tindakan membagi apa yang
sudah satu itu tindakan merusak dan jelas-jelas bukan membangun. Setengah Barat
pulau Papua yang masih satu dan kuat itu mau dibagi lagi, ini tindakan merusak.
Dampaknya, Papua akan punya tiga kali lipat
pasukan TNI dan Polri, tiga kali lipat Pangdam dan Polda, tiga kali lipat orang
Indonesia di posisi-posisi penting pegawai di Papua Barat, tiga kali lipat
Indonesia menjajah, merusak dan membunuh orang Papua.
Itu logika sehat.
Sama halnya kalau
sebuah kabupaten dibagi, atau sebuah kecamatan dibagi. Sekarang Anda lihat
bahwa Armada Angkatan Laut sudah dibangun di Indonesia Timur ditambah lagi
basis Angkatan Udara di Biak. Alasannya karena pembangunan di Indonesia Timur
perlu dipercepat. Alasannya karena wilayah Papua sudah dimintakan untuk
dimekarkan, jadi untuk mengamankan aset pembangunan yang ada, perlu pengamanan
yang baik.
Selain itu,
pembagian provinsi menjadi tiga adalah usaha devide et impera teori
Machiavelli yang sudah kuno tetapi masih dipakai dan mampan dalam politik dunia
sampai hari ini.[v] Pada
intinya Machiavelli berteori bahwa kalau Anda mau menguasai dan menjajah sebuah
bangsa, hal pertama yang harus Anda perbuat adalah membagi mereka,
mengkotak-kotakkan mereka. Setelah mereka terbagi dalam kotak-kotak kecil, maka
Anda dapat menguasai mereka.
Politik adu domba
itu dapat dilakukan secara mental maupun secara fisik. Pembagian provinsi
adalah tindakan secara fisik untuk menguasai Papua. Maka itu orang Papua
yang mendukung atau meminta pembagian wilayah Papua menjadi tiga provinsi
adalah orang yang sama persis dengan mereka yang meminta agar Otsus
diberlakukan di tanah Papua. Mereka adalah penghianat bangsa Papua dan mereka
tidak akan terlupakan dalam sejarah bangsa Papua atas kejahatan politik mereka.
Sedangkan adu-domba
secara mental (psikologis) adalah dengan cara seperti:
o
Mempertetangkan ide Otonomisasi
sebagai hal yang bertolak-belakang dengan Papua Merdeka. Yaitu bahwa kalau
menerima Otsus berarti Papua tidak merdeka dan kalau menolak berarti Papua mau
merdeka.
o
Mempengaruhi para camat, bupati
dan pejabat di pemerintahan koloni Indonesia bahwa “Kamu akan jadi Bupati, kamu
akan jadi Gubernur kalau ada pemekaran provinsi Papua atau kalau ada pemekaran
kabupaten dan kecamatan.”
o
Mempengaruhi orang-orang pendatang
di Papua Barat bahwa orang Papua mau membunuh mereka sehingga perlu ada
persiapan-persiapan agar bisa melawan orang Papua. Dengan demikian tercipta
kehidupan yang saling mencurigai dan tidak sejahtera antara penduduk pribumi
dan non-pribumi di Papua Barat.
Dengan cara itu,
mereka mau membagi-bagi orang Papua dan menguasai tanah Papua Barat.
13.1.3 Penyimpulan
Orang Papua perlu
mengetahui bahwa terjemahan yang dipakai dalam Bahasa Indonesia dan apa yang
terjadi dalam kegiatan development itu sebenarnya bukan pengembangan,
sebagaimana arti sebenarnya, tetapi justru pembangunan (construction).
Kata pembangunan yang sering dipakai di Indonesia sering diartikan ke
dalam bahasa Inggris sebagai development, yang artinya pengembangan.
Tetapi, entah kenapa, praktek kegiatan development di Indonesia adalah
kegiatan construction .
Padahal kata construction
dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai konstruksi. Juga jarang
sekali ada pembedaan yang jelas antara pembangunan dan pengembangan (development
dan construction). Arti yang mendua inilah yang menjadi persoalan.
Ambiguitas arti ini tidak muncul begitu saja, tetapi ada sebabnya. Yaitu karena
apa yang terjadi dalam kegiatan development di Indonesia sebenarnya
adalah kegiatan construction.
Dengan kata lain,
pembangunan di Indonesia lebih bersifat tidak membangun (bukan mengembangkan)
di atas fondasi sosial-budaya, ekonomi, politik, geografis dan fisik yang sudah
ada tetapi lebih bersifat merusak (construction) atau lebih merubah
fungsi dan peran segala tatanan kehidupan manusia. Artinya, wajah kegiatan pembangunan
di Indonesia lebih nampak merusak alias menciptakan fungsi dan peran baru
daripada membangun.
Maka dapat
dikatakan bahwa apa yang dimaksud oleh Indonesia untuk memberikan kemerdekaan
ekonomi, sosial dan budaya, yaitu dengan pembangunan dalam Otsus
ini sebenarnya adalah kegiatan “construction” dan bukanlah “development.”
Wujud construction itu adalah penebangan pohon-pohon, pembuatan jalan
raya, pembelian pesawat terbang, pembuatan kantor-kantor baru, pembagian Papua
menjadi tiga provinsi, dan lainnya. Inilah yang kita maksud dengan arti development yang merusak, yaitu construction.
Banyak jalan raya
dibangun, banyak gedung-gedung bertingkat dibangun, banyak terjadi penebangan
kayu, banyak transmigran dibawa. Alasannya untuk pembangunan. Waktu mereka
bicara kepada dunia Barat mereka bilang, "we are doing development"
(kami sedang mengembangkan), tetapi yang sebenarnya terjadi adalah
"we are doing construction," (artinya kami mengkonstruksi atau
membangun). Aneh tapi nyata. Salah mereka sendiri.
Akibatnya Anda bisa
lihat pejabat yang mengenakan dasi dan naik mobil, tetapi sakunya selalu
kosong. Mereka masuk keluar kantor bertingkat dan ber-AC, tetapi masih selalu
pikir:
·
Besok makan apa?
Banyak ‘construction’,
tetapi tidak ada ‘development' mengakibatkan kondisi sosial, politik,
budaya dan ekonomi seperti yang kita lihat di Indonesia.
Makanya Anda jangan
heran kalau pejabat korupsi. Korupsi adalah konsekuensi logis, tak bisa
dilarang dan sulit dihindari dan sulit dibasmi dalam kondisi budaya politik dan
paham serta praktek pembangunan yang salah seperti ini. Korupsi sudah
merajalela dan tidak akan pernah dihapus di Indonesia karena itu bagian dari
budaya politik dan budaya kerja Indonesia. Artinya, kalau korupsi dihapus dari
Indonesia maka Indonesia secara politik bisa mati. Kalau tidak mau bubar, maka
kondisi real ini perlu dibedah
secara luar-biasa, yang nampaknya tidak mampu dilakukan saat ini.
Kita lihat
kekeliruan yang terjadi dalam paket pembangunan di Indonesia dengan
kesalahpahaman antara arti kata dan realitas kegiatan development tadi
yang arti secara politik dalam konteks ini adalah Otsus itu sendiri.
13.1.4 Penegasan Penulis
Perlu ditegaskan
kembali agar diperhatikan bahwa pokok yang dibentangkan di sini tidak
dimaksudkan agar Anda memahami Otsus sebagai pembangunan, maka pembangunan
harus dipahami agar kita melakukan kegiatan pembangunan dengan baik.
Yang dimaksud adalah bahwa pembangunan itu
sendiri, yaitu yang digembar-gemborkan sebagai wujud dari Otsus itu sendiri
yang ditantang, karena buktinya pembangunan itu tidak pernah memakmurkan
manusia.
Dalam Pasal-Pasal
selanjutnya kita akan lihat bahwa pembangunan itu sendiri telah mengalami jalan
buntut karena pembangunan itu tidak pernah menolong manusia manapun. Oleh
karena itulah, jikalau yang kita mau lakukan pembangunan dalam Otsus, yaitu
yang menjadi alasan, yang dikampanyekan dan yang dilakukan dalam Otsus adalah
pembangunan, maka hal itu sangat bahaya. Dalam bagian selanjutnya akan dilihat
bahwa pembangunan itu bukanlah sebuah kegiatan manusia yang pernah membuat
manusia menjadi manusia, tetapi sebaliknya merubah manusia menjadi tenaga kerja
(sumberdaya) yang perlu dipekerjakan, yang dihitung dengan angka-angka (yaitu
kuantitasnya) dan kualitasnya untuk melakukan pekerjaan, yang berkaitan dengan
belanja negara dan sebagainya.
Jadi, yang disoroti di sini adalah
pembangunan itu sendiri, karena Otsus adalah pembangunan, dan karena
pembangunan itu sendiri adalah malapetaka bagi makhluk alami (masyarakat adat
bersama alam sekitarnya dan makhluk lain di sekeliling kita).
Yang hendak diajukan sebagai argumen tantangan
kepada Otsus adalah bahwa manusia itu bukanlah sumberdaya dan modal
pembangunan, tetapi manusia adalah manusia, titik. Kalau kita hendak membangun
Papua Barat, maka satu-satunya jalan adalah membiarkan orang Papua hidup
seperti sediakala, tanpa Indonesia, tanpa Freeport, tanpa lapangan terbang,
tanpa gedung-gedung tinggi, tanpa aspal, tanpa mobil, yaitu tanpa perusak dan
pembunuh bumi ini beserta segala isinya.
Pembangunan dalam konteks global sudah salah,
lalu ditambah lagi, Indonesia sendiri telah mengartikan dan mempraktekkan
pembangunan secara salah, maka resiko pembunuhan orang Papua beserta alam
sekitarnya lebih parah. Dalam kondisi ini,
·
kalau Indonesia mau membangun
Papua Barat di dalam Otsus, pembangunan seperti apa yang hendak
dilakukan ?
·
Seperti perusakan-perusakan yang
ada di Pulau Jawa dan Sumatra ?
·
Dapatkah kita bayangkan resikonya
dalam jangka panjang ?
Jadi, dalam hal ini gugatan terhadap Otsus di
sini bukan atas dasar pokok-pokok sengketa yang akan kita lihat dalam Jilid III
dari seri gugatan terhadap Otsus ini, tetapi terutama sekali karena slogan
pembangunan itu sendiri sudah salah, karena pembangunan itu sendiri memang
sudah terbukti bagi semua umat manusia di dunia bahwa ia tidak menguntungkan
manusia lagi.
13.2 Pembangunan dalam Otsus
artinya ?
Pembangunan selalu terkait dengan suatu proses
yang memerlukan jangka waktu tertentu, dan proses itu berupa perubahan,
modernisasi atau peningkatan dari kondisi sebelumnya ke kondisi yang lain.
Perubahan dalam hal ini lebih dimaksudkan perubahan ke arah peningkatan
pendapatan, peningkatan perlindungan HAM, peningkatan demokratisasi dan
supremasi hukum, dan sebagainya.
Setelah memahami kata pembangunan menurut
praktek pembangunan di Indonesia yang merusak dan mengembangkan, kita perlu
memahami latar belakang teori yang menyebabkan wajah pembangunan seperti itu.
Dari sini kita akan tahu pembangunan mana yang sedang dilaksanakan, apakah
secara ekonomis, politis ataukah sosiologis.[vi]
Lalu kita akan lihat pembangunan dalam Otsus untuk mengetahui yang dimaksud
dengan
·
Otsus sebagai pembangunan itu
sebenarnya apa?
13.2.1 Arti Pembangunan secara
ekonomis
Secara ekonomis, seperti akan dilihat dalam
Bab berikutnya, pembangunan diartikan sebagai peningkatan pendapatan dan
pembelanjaan negara dan individu lepas individu di suatu negara. Pada umumnya,
kata "pembangunan" selama ini selalu dikaitkan dengan pembangunan
ekonomi dengan tolok ukurnya pertambahan atau perkembangan produk domestik
bruto (atau Gross Domestic Product) setiap tahun. Semakin tinggi tingkat pendapatan dan belanja
negara dan rakyat, maka pembangunan itu telah terjadi. Itula arti secara
ekonomis.
Lebih lanjut, pembangunan mengandung pengertian dinamis, melambangkan upaya
mengubah nasib dari kondisi miskin menjadi makmur. Pembangunan di sini disebut
sebagai perubahan kondisi kesejahteraan sosial pada umumnya, dan peningkatan
kemakmuran ekonomi pada khususnya. Negara-negara berkembang sering memakai
ukuran negara-negara makmur sebagai patokan kehidupan manusia, sehingga mereka
punya ambisi yang begitu tinggi untuk mengejar ketertinggalan itu. Jadi,
pembangunan di negara-negara berkembang di sini direncanakan dan dilaksanakan
oleh negara. Padahal perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di negara barat
bukanlah karena hasil program pembangunan negara, tetapi terutama karena proses
industrialisasi dan perubahan sosial politik dengan sendirinya merubah kondisi
ekonomi mereka.
Dalam pengertian ini kita kenal negara
berkembang (negara dunia ketiga), negara sosialis (dunia kedua) dan negara maju
(industri maju atau dunia pertama). Dunia pertama selalu melibatkan
pemerintahnya sebagai agen utama dalam melakukan pembangunan untuk menuju
kepada masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan Indonesia sendiri memasukkan
sila kedua dari Pancasila sebagai falsafah dasar negara. (Tetapi kita akan
lihat bahwa usaha negara-negara berkembang, termasuk provinsi Papua dalam Otsus
NKRI menjadi kaya itu telah menemui kegagalan demi kegagalan karena berbagai
kendala, dan terutama karena pembangunan itu bukanlah sebuah usaha manusia,
tetapi sebuah proses yang panjang dan mencakup aspek sosial dan politik juga).
13.2.2 Arti Pembangunan secara
sosiologis
Selain para ekonom tadi, para sosiolog juga
mendefinisikan pembangunan sebagai perubahan (social change) atau
modernisasi, yang suatu perubahan sosial dari kondisi primitiv ke kondisi
masyarakat modern. Secara sosiologis, pembangunan di sini dikaitkan perubahan
yang disebabkan oleh industrialisasi dan juga sebagai sebuah sejarah perubahan
hidup manusia. (Kita akan lihat ini dalam pembahasan wacana modernisasi). Jadi,
di sini bukanlah sebuah usaha negara, dengan anggaran negara, dalam proses
Pembangunan Lima Tahunan, tetapi adalah sebuah proses sosial-politik yang
panjang ; yang tidak direncanakan, tetapi terjadi dengan sendirinya.)
Dalam mengejar ketertinggalan dengan dunia
makmur itu, para sosiolog melihat peningkatan mutu pendidikan, pelayanan
kesehatan yang merata dan bermutu, peningkatan sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi, mobilitas sosial, pembasmian masyarakat adat
menjadi masyarakat modern, perlindungan hak dan kebebasan beragama, kebebasan
menyampaikan pendapat dan berkumpul, dan hal-hal yang yang bersifat sosial
sebagai usaha-usaha pembangunan. Dengan memajukan aspek-aspek ini, maka mereka
menganggap pembangunan itu terjadi.
Jadi, di sini para sosiolog tidak melihat
sekedar pada angka-angka statistik terkait dengan uang masuk dan uang keluar,
tetapi juga realitas sosial yang ada. Mereka berpendapat bahwa semakin
supremasi hukum ditegakkan, semakin HAM dilindungi, semakin kebebasan
diberikan, semakin mobilitas rakyat difasilitasi, semakin masyarakat adat
menghilang, artinya semakin negara berperan baik sebagai badan ekonomi rakyat
dan badan sosial untuk mengurus kepentingan rakyat, maka pembangunan dinilai
berhasil.
Ada satu pokok yang mengganggu di sini, yaitu
bahwa ukuran pembangunan menurut sosiolog adalah hilangnya masyarakat adat,
yang mereka sebut masyarakat tradisional. Jadi, sementara masyarakat adat itu
ada, maka pembangunan dianggap tidak berhasil. Itulah sebabnya, dalam buku Masyarakat
Adat Menggugat : Mengungkap Empat Musuh Masyarakat Adat dan Cara Melawan
Mereka (2003) disebutkan bahwa salah
satu musuh masyarakat adat adalah slogan "pembangunan" yang
dikampanyekan negara-negara di dunia ini. Karena ini merupakan sebuah usaha
terencana, struktural dan sistematis, ditopang oleh para sosiolog, dengan
mengatakan bahwa masyarakat adat harus dibasmikan, dan digantikan menjadi
masyarakat pinggiran kota dan masyarakat perkotaan. Ini tragedi kemanusiaan
yang tidak pernah ditantang oleh siapapun di dunia ini. ‘
Dalam Otsus NKRI di Papua Barat kita kenal
Majelis Rakyat Papua (MRP), yang di dalamnya terdapat tiga unsur (adat, agama
dan perempuan). Kalau unsur adat dimasukkan ke dalam MRP, padahal Otsus adalah
sebuah usaha pembangunan Papua Barat, maka kita dapat melihat betapa adat
dipakai sebagai alat untuk menghancurkan dan membunuh adat itu sendiri. Ini
sebuah tindakan bunuh diri, kalau kita menganggap bahwa pembangunan akan
terjadi di Papua Barat dengan cara membina dan mempertahankan unsur adat di
Papua Barat. Ini sejarah baru dalam riwayat pembangunan dunia semesta.
13.2.3 Arti Pembangunan secara
politis
Arti politis dari pembangunan juga berbeda
dengan arti lain di atas. Secara politis, pembangunan di lihat sebagai
perubahan politik yang merupakan suatu proses yang berlangsung menurut logika
sendiri, tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar sistem politik dan
tidak bisa didikte oleh transformasi sosio ekonomi.
Hal pertama yang dilihat sebagai hasil
pembangunan secara politis adalah proses demokratisasi, yaitu semakin maju
ekonomi dan sosialnya, maka semakin demokratislah masyarakat dan negara itu.
Atau semakin demokratis negara dan masyarakat itu, maka semakin makmurlah
negara/ masyarakat itu. Tetapi para ahli masih sedang mencari hubungan
sebab-akibat antara pembangunan politik (demokratisasi) dan perubahan sosial
ekonomi dengan tujuan mencaritahu apakah benar demokratisasi itu disebabkan
oleh perubahan sosio-politik ataukah perubahan sosio-politik itu disebabkan
oleh demokratisasi. Atau mereka mau tahu sejauh mana demokratisasi yang dilihat
sebagai pembangunan politik dapat memberikan sumbangsih kepada kemakmuran, atau
sebaliknya berapa besar kemakmuran itu menciptakan demokratisasi.
Para pakar yang menyoroti pembangunan politik
juga beranggapan bahwa semakin negara itu aman, semakin negara itu tunduk
kepada law and order , semakin negara mengoptimalkan dan merapihkan
birokrasi dan administrasi pemerintahannya, maka semakin majulah negara itu.
Pakar lain beranggapan bahwa pembangunan
politik diwujudkan dalam pendepatan fungsional dan struktural. Artinya,
pembangunan politik itu perlu dilaksanakan dengan pembinaan struktur (birokrasi)
dan fungsi administrasi pemerintahan, maka dengan demikian pembangunan itu
dapat tercipta dan akhirnya masyarakat menjadi adil dan makmur. Jadi,
demokratisasi bukanlah alat atau proses untuk menuju masyarakat yang adil dan
makmur, atau kemakmuran tidak menciptakan kehidupan yang adil dan makmur itu,
tetapi pemberdayaan aparatur negara dan sistem birokrasi-administrasilah yang
menentukan pembangunan itu. Buktinya ada negara otoritarian, dan ada negara
demokratis yang makmur, jadi demokratisasi dianggap bukan alat atau proses atau
variable yang menentukan kemakmuran. Jadi, Otsus NKRI di Papua Barat perlu
memperhatikan aspek ini agar jangan sampai demokratisasi menjadi patokan baku
dalam berusaha memajukan wilayah itu, dan jangan sampai dengan demikian
menghancurkan sistem pemerintahan dan adat orang Papua yang dianggap tidak
demokratis (padahal demokrasi ala Papua itu sudah ada sejak lama dan merupakan
demokrasi asli.)[vii]
Mereka kemudian menekankan pada aspek input
fenomena sosial dan output sebagai tanggapan terhadap fenomena itu, dan proses
atau jarak antara input dan output itu sebagai ukuran pembangunan politik.
Dalam hal ini mereka beranggapan bahwa semakin lancar atau semakin cepat proses
antara input dan output itu, maka semakin pembangunan politik itu berhasil.
Selain fungsi konversi dari input ke output tadi, ada fungsi pemerintah yang
disebut pemeliharaan dan adaptasi. Dalam hal ini, Jane-Erika Lane dan Svante
Ersson (2002) mengatakan: "Pembangunan politik mengacu kepada
elemen-elemen pokok yang terdiri dari berbagai macam kapabilitas sistem, proses
konversi, serta fungsi-fungsi pemeliharaan dan adaptasi sitem."[viii]
Artinya pembangunan di sini dilihat dari aspek pengembangan kemampuan sistem
pemerintahan, proses birokrasi/ administrasi dalam menyambut dan mengelola
serta menghasilkan kebijakan, sistem yang tanggap terhadap perubahan sosial dan
ekonomi dalam memelihara dan beradaptasi kelangsungan administrasi dan
pemerintahan serta kebijakan pembangunan.
Barangkali MRP dan lembaga lain yang hendak dibangun
di dalam Otsus NKRI di Papua Barat dengan maksud memajukan sistem adaptasi
(penyesuaian) dan pemeliharaan pemerintahan dan kebijakan pembangunan. Kalau
benar demikian, maka kebijakan yang kaku, dengan secara ekslusif mengeluarkan
pihak-pihak dan unsur komponen masyarkat berpengaruh di dalam politik Papua
Barat akan mengganggu kegiatan pembangunan, serta proses penggagasan, inputting
dan output yang dilakukan oleh aparat pemerintahan sendiri telah dinilai
sebagai hal yang tidak profesional dalam rangka menangkap aspirasi dan
perubahan sosial dan tidak demokratis. Karena itu disebutkan dalam buku Jilid I
dari seri gugatan terhadap Otsus NKRI di Papua Barat ini bahwa proses
pemberlakuan Otsus dimaksud tidak demokratis.
Jadi, yang ditekankan di dalam pembangunan
politik adalah kapasitas birokrat (administrator) pemerintahan untuk
menjalankan fungsi-fungsinya dalam pembangunan negara dan pembagian
fungsi-fungsi lembaga pemerintahan yang jelas. Jangan sampai terjadi
tumpang-tindih fungsi satu departemen dengan departemen lainnya, dan antara
atasan dan bawahannya. Semua tugas dan fungsi perlu digariskan dengan jelas.
Selain itu, aparatur pemerintah yang menjalankan fungsi-fungsi di berbagai
departemen dan tingkatan departemen itu haruslah profesional secara khusus
untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Inilah penekanan pembangunan politik yang
sering tidak begitu dipandang perlu di Indonesia. Seorang pelacur politik bisa
menjadi Bupati dan Gubernur, seorang anggota milisi atau tentara tidak bisa
difungsikan untuk membangun negara, karena yang akan dibangun adalah budaya
melacurkan diri dan budaya kekerasan alias budaya perang dalam berpemerintahan.
Dalam hal ini kebijakan desentralisasi dan
demokratisasi seperti yang terjadi setelah kejatuhan kerajaan Suharto merupakan
sebuah kemajuan pembangunan politik Indonesia. Bukti-bukti kemajuan itu dilihat
dari kebebasan berpendapat dan menyampaikan pendapat, kebebasan pers, proses
Pemilu 2004 yang aman dan demokratis, serta kebijakan desentralisasi yang
sedang digalakkan.
Perihal pluralisme dan otonomisasi juga
dilihat sebagai sebuah keberhasilan pembangunan politik. Tetapi hal ini
ditantang oleh ambisi-ambisi pembangunan lain seperti pembangunan negara-bangsa
(nation-state), pembangunan sistem pertahanan keamanan, dan pembangunan
nasionalisme sebuang bangsa. Rintangan-rintangan demokratisasi dan
desentralisasi, yang merupakan pembangunan politik di Indonesia terjadi
terutama karena pemahaman nasionalisme Indonesia yang begitu sempit, dan
kendala pembangunan nation-state Indonesia yang telah keliru.
Kekeliruan itu terjadi karena nilai-nilai yang
hendak dibangun dalam pembangunan Indonesia sebagai sebuah bangsa selalu
didasari atas nilai-nilai ke-Jawa-an, dan dalam hal ini budaya Jawa
diidentikkan dengan budaya Indonesia.
Kemudian yang kedua, nasionalisme atau
pembangunan nasionalisme Indonesia itu selalu dipersempit kepada
ke-Indonesia-an, padahal Indonesia sebuah negara dan Indonesia sebagai sebuah
bangsa adalah dua hal yang sangat berbeda. Kita dapat membangun Indonesia sebagai
sebuah kesatuan politik negara, tetapi kita tidak boleh memaksakan semua
suku-bangsa yang ada di dalam negara itu sebagai sebuah bangsa yang disebut
Indonesia. Karena Indonesia bukanlah nama dari sebuah bangsa, tetapi hanyalah
nama sebuah negara bekas jajahan Hindia Belanda. Maka pluralisme sangat penting
di sini. Semakin pluralisme itu dikikis, semakin pembanguna politik itu
terganggu, karena manusia secara naluri tidak akan membiarkan identitas
suku-bangsa mereka dibunuh hanya dengan alasan membangun sebuah negara
Indonesia.
Apalagi, dalam hal ini suku-bangsa Papua tidak
pernah terlibat dari awal perjuangan kemerdekaan, proses kemerdekaan dan
perjuangan setelah kemerdekaan Indonesia secara langsung. Apalagi Papua Barat
hanyalah sebuah wilayah yang dicaplok dan diduduki secara militer mulai sejak
Trikora dikumandangkan pada 19 Desember 1961. Apalagi orang Papua tidak pernah
membuat sebuah kontrak sosial-politik secara adil, bebas dan demokratis pada
Pepera 1969 di Papua Barat. Peristiwa Pepera 1969 di Papua Barat masih
dipandang sebagai sebuah proses pembunuhan hak kebangsaan orang Papua, sehingga
legitimasi Pepera secara hukum, moral dan demokratis masih dipertanyakan orang
Papua. Maka itu, entah orang Papindo maupun pro "M" di Papua Barat
selalu memasukkan perihal Pelurusan Sejarah sebagai komponen terpenting dan paling
menentukan dalam hubungan sosial-politik NKRI – Papua Barat.
Untuk membangun pluralisme di Papua Barat
dalam Otsus ini, maka sangat perlu dan merupakan prasyarat untuk meluruskan sejarah
integrasi Papua Barat ke dalam NKRI. Maka kita sampai kepada pertanyaan pokok
di atas, yaitu :
·
Pembangunan dalam Otsus
artinya ?
Penulis tidak dapat menjawab pertanyaan ini
dengan tafsiran-tafsiran dari catatan pinggir jalan, karena akan dianggap memprovokasi
atau mengada-ada tanpa alasan rasional. Oleh karena itu, untuk memahami makna
pembangunan di dalam Otsus, kita perlu merujuk kepada produk hukum NKRI yang
mengatur perihal Otonomi Khusus itu sendiri, yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua,[ix]
yang disahkan tanggal 22 Oktober 2001, dan mulai diberlakukan secara resmi
tanggal 1 Januari 2003.
[i] Global warming artinya bahwa dunia ini semakin lama semakin
memanas.
[ii] Selain bumi kita menjadi panas, penebangan kayu juga dapat menyebabkan
longsor/banjir seperti banyak terjadi di Indonesia. Jakarta sudah banyak kali
hampir tenggelam karena banjir. Itu bukan sekedar karena perancang pembangunan
Jakarta salah, tetapi lebih-lebih karena banyak pohon telah tiada.
[iii] Kapitalisme tidak pernah memperhitungkan dampak perbuatannya
terhadap alam sekitar. Asal modal bertambah, asal produksi meningkat, asal
material yang dibutuhkan tersedia dalam kelimpahan, asal daya beli masyarakat
mereka meningkat atau bertahan, semuanya boleh-boleh saja. Ada orang yang mati,
ada makhluk yang mati, ada kerusakan sana-sini, itu bukan urusannya. Itu
kesalahan sendiri.
[iv] Ozone adalah nama lapisan di angkasa yang membendung agar terik
matahari tidak langsung mengena bumi, tetapi mengenai lapisan ini dan panas
matahari yang sampai ke bumi menjadi panas yang cocok untuk makhluk bisa hidup
tanpa terbakar.
[v] Dalam pengajaran di kelas-kelas di Indonesia kita kenal dengan nama
politik adu-domba. Itulah yang terjadi sekarang dengan pembentukan Barisan
Merah Putih di bawah komando A.J. Djopari, MA, Komando Pasukan Jihad, dll.
Mereka juga mendanai TPN/OPM, Satgas Koteka, Satgas Papua, dan organisasi
lainnya. Tujuan mereka jelas, yaitu untuk mengocok dan mengadu kelompok yang
pro dan kontra NKRI (dan pro dan kontra Otsus).
[vi] Lane, Jan-Erik, Ersson, Svante [Mundanar, Haris, - penerjeman]., 2002.
Ekonomi Komparatif: Demokrasi dan Pertumbuhan – Bernahkah
Kontradiktif, oleh Jan-Erik lane dan Svante Ersson, Jakarta: RajaGradindo
Persada.
[vii] Karoba, Sem., 2002. DEMOKRASI KESUKUAN :
Menggagas Sistem Pemerintahan Masyarakat Adat di Era Globalisasi,
Yogyakarta: watchPAPUA (Mimeograph). [Hal-hal mengenai demokrasi
masyarakat adat Papua dibahas secara mendalam dalam buku ini yang akan terbit
dalam waktu dekat.]
[viii] Lane, Jan-Erik dan Ersson, Svante, 2002. supra note 10, at:
139.
[ix] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG
OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA , 21 November 2001,
[http://www.westpapua.net/cases/autonm/uuotsus.htm]