Kamis, 09 Agustus 2007 | 16:25 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Delegasi Indonesia menolak draft Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat. Sikap itu, menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan, bertentangan dengan sikap pemerintah Indonesia pada Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, 26 Juli 2006.
“Indonesia bersikap untuk mendukung Resolusi Namibia,” ujarnya kepada Tempo usai jumpa pers Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat se Dunia, Kamis.
Abdon menjelaskan, Resolusi Namibia meminta untuk menunda sidang Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat, mengamandemen 46 pasal di dalamnya menjadi 36 pasal, dan membentuk kembali tim khusus untuk membahas ulang masalah adat yang ada di dunia.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Hari Masyarakat Adat se Dunia telah menyampaikan dukungan sepenuhnya. Dalam Sidang Umum PBB, 28 Desember 2006 lalu 87 negara mendukung Resolusi Namibia, 67 negara menolak, 54 negara abstain dan 26 negara tak hadir. “Bahkan pemerintah Indonesia yang begitu besar menyetujui,” katanya Abdon.
Direktur Kerjasama Luar Negeri dan Advokasi Internasional AMAN, Mina Susana Setra menjelaskan, dari 67 negara yang menolak draft Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat tersebut, 50 negara diantaranya berasal dari Benua Afrika. Mereka, Abdon menjelaskan, kuatir akan ada perpecahan dan peperangan suku. Sebab, dalam salah satu pasal disebutkan jika masyarakat adat berhak menentukan nasib sendiri,
Sikap pemerintah yang mendua, kata dia, mengorbankan masyarakat adat Indonesia. Padahal jumlah masyarakat adat mencapai 70 jutaan orang. “Sudah saatnya pemerintah mendukung dan menandatangani Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat pada sidang umum PBB 26 September nanti,” katanya.
Perjuangan untuk mendapatkan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat telah dimulai pada 1982. PBB membentuk Kelompok Kerja untuk Populasi Masyarakat Adat (Working Group on Indigenous Population/WGIP). Sejak 1985-1993, kelompok kerja merancang Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.
Di akhir pembahasan (28 Desember 2006), Namibia yang didukung 50 negara Afrika mengeluarkan resolusi tentang deklarasi tersebut. Sidang Umum PBB memutuskan akan menggelar sidang terakhir untuk memutuskan PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat tersebut 26 September 2007. Reh Atemalem Susanti
“Indonesia bersikap untuk mendukung Resolusi Namibia,” ujarnya kepada Tempo usai jumpa pers Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat se Dunia, Kamis.
Abdon menjelaskan, Resolusi Namibia meminta untuk menunda sidang Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat, mengamandemen 46 pasal di dalamnya menjadi 36 pasal, dan membentuk kembali tim khusus untuk membahas ulang masalah adat yang ada di dunia.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Hari Masyarakat Adat se Dunia telah menyampaikan dukungan sepenuhnya. Dalam Sidang Umum PBB, 28 Desember 2006 lalu 87 negara mendukung Resolusi Namibia, 67 negara menolak, 54 negara abstain dan 26 negara tak hadir. “Bahkan pemerintah Indonesia yang begitu besar menyetujui,” katanya Abdon.
Direktur Kerjasama Luar Negeri dan Advokasi Internasional AMAN, Mina Susana Setra menjelaskan, dari 67 negara yang menolak draft Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat tersebut, 50 negara diantaranya berasal dari Benua Afrika. Mereka, Abdon menjelaskan, kuatir akan ada perpecahan dan peperangan suku. Sebab, dalam salah satu pasal disebutkan jika masyarakat adat berhak menentukan nasib sendiri,
Sikap pemerintah yang mendua, kata dia, mengorbankan masyarakat adat Indonesia. Padahal jumlah masyarakat adat mencapai 70 jutaan orang. “Sudah saatnya pemerintah mendukung dan menandatangani Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat pada sidang umum PBB 26 September nanti,” katanya.
Perjuangan untuk mendapatkan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat telah dimulai pada 1982. PBB membentuk Kelompok Kerja untuk Populasi Masyarakat Adat (Working Group on Indigenous Population/WGIP). Sejak 1985-1993, kelompok kerja merancang Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.
Di akhir pembahasan (28 Desember 2006), Namibia yang didukung 50 negara Afrika mengeluarkan resolusi tentang deklarasi tersebut. Sidang Umum PBB memutuskan akan menggelar sidang terakhir untuk memutuskan PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat tersebut 26 September 2007. Reh Atemalem Susanti