Sunday, August 21, 2022

CERITA LAGU-E MAMBO SIMBO (MAMBESAK



Lagu ini asal dr Mamberamo (antara Kasona dan Burmeso), bukan asal dr Biak, pernyataan Bily Mambrasar  Staf khusus Presiden itu amat  keliru. lagu Mambo didokumentaskan dan  Milik (hak cipta) Group Musik MAMBESAK. Sa tak tahu kelompok Orkesra Jakarta kemrin dong nyanyi dalam acara 17 Agustus 2022 dong ada minta izin ke MAMBESAK at TDK.?.

 Lagu ini punya latarbelakang cerita. Seorang Mama melahirkan anak, wajah tak serupa manusia tetapi setengah manusia dan setengah kasuari.  Masih ada di daerah Burmeso dan Kasona ,daerah ini skrg org kenal Mamberamo Raya (BHS.biak)  hingga kini, bkan suatu dongeng tetapi ini legenda.

Mama lhrkan anak tp hidup dlm komunitasnya anak ini slalu diejek dgn kata2 pedis buat dia selalu merasa disingkirkan dr komunitasnya. Ia terperangkap dalam perasaan nurani seolah salah tempat ia dilahirkan.


Suatu ketika tanpa ia beritahukan Mamanya, ia lari msk ke hutan. Petang hari, senja berlalu anak ini tak datang2 ke rumah . Mama2 mulai kwatir ttg keselamatanya sehingga pergi mencarinya.

Ia pergi mencr dgn banyak kata2 penyesalan, sakit hati, rasa kehlangan, dll. Anak itupun tak berikan suara pada mamanya, suatu ketika ia datang dan beritahukan mamanya bahwa orang seprti dirinya tak hrus hidup dlm komutas manusia, biarkan ia hidup hidup bebas bersama alam, menjaga alam.

Antar perpisahan mereka (anak dan Mama) itulah dihayati hingga kini menjd lagu dpt didengar banyak orang Papua hingga kemarin di Istana Negara, 17 Agustus getarkan semaraknya acara itu.

 Lagu E MAMBO SIMBO klau dinyanyikan TDK hrus dgn nada suara seperti ombak picah (keras) seolah dikejar orang seperti kemrin rombongan Orkesra nyanyi di Jakarta tetapi mesti hening, reflektif dan penuh penghayatan

Refleksi sdkit...

Aktivis lingkungan hidup bisa blajar dr sikap kasuari dan manusia. Kasuari pemakan biji2an itu adakala makan tumbuhan berbiji melalui kotoran ia menanamkan pepohonan tetapi kesrakan manusia biasa ambil kayu tanpa menghormatinya, adakalanya kasuari dibunuh sama hal kita sdg bunuh masa dpan dr khdpan pohon kita. 

Belajar dr Mambo seorg manusia yg memilih hidup di hutan, disana ia menjd org yg jaga hutan, adakah kesadaran kita untuk blajar drnya.
 🙏

Sunday, June 19, 2022

Yes, truly! The past always looks better than now! Even though in the past we were looking forward to a better future!


This is the art of life and living. Narokobi says, "Welcome birth, Live Well, Love Well, Have something good for every person, and Die a Happy Death! (Welcome birth is my addition)

I stated this as a comment to a video which was shown on a facebook page of Port Moresby, the capital of the Independent State of Papua New Guinea (PNG),  Here is the note written when posting the video

Port Moresby city 1985 when we had very few settlements, no public markets, no rowdy public  gatherings and filth, very low crime rate, and the residents were clean, tidy and well mannered.  I was a teenager and life was sweet.

My answer is not just based on this scene, but also based on our common experience in responding to current situations: how we feel and what we say when we interpret or struggle with current life dynamic. The old guys always speak of how good the past was. On the other spectrum, there are people today, who speak to this life about the future. They always look forward to a better future, a bad past, a worse today.

When I hear what Christians speak about life and time, about time and space, they speak about God's time, i.e., Kairos time of God. They say, God's Kairos is done and complete work, it is here and now, it has no past, no present, there is no bad, no good, everything is good right here, right now. 

Many of you are new generation individuals. I was born in stone age, almost 60 years ago, before all things that we have today come into being. I grew up in stone age world, that I call my World One. Then I came to a bigger town to do my school, leaving my village. It took me 1 hour to fly with small airplanes to get to this town. This is World Two for me, where I had my own people speaking my vernacular around, but we were all living in a foreign land, a customary land belongs to other tribes, far, far away from my own tribe.

When I was in my World One, I was living in PRESENT TIME all the time. Everyone was at present time. Nobody was talking about the future, other than talking about things written in the Bible. There is no business plan, no school schedules, no general elections, no government visiting time, nothing, no one, other than ourselves.

When I was in World One, I was thinking about what to eat today, what to do today, and then tired, and then slept.

When I came to World Two, then I started to know Timetable for Lessons at Schools, starting to count days and dates, began to think about what to do in the morning and afternoon and evening. At the same time, I started to think about what to cook and what to eat, today and tomorrow, and the day after tomorrow.

When everyone is World One, i.e., the place where we originate from tribally, then everyone is already in Kairos Time, the present time, all the time. When one looses home, the person starts to get out from the Present Time, and begin jump into the past and future. It depends on the exposure, one will be retrospective or prospective.

Being retrospective, thinking and talking about the past is not a bad thing. It is not a sin either. Being prospective is very good. However, when one starts comparing the past with the present, and begin to weigh with duality of good and bad, then that is the problem.

We are not responsible for the past, which means we did not determine the past. We cannot do anything to the past. We are not fully responsible for the present because the present is being here on its own, by its own, and for its own. I am here witnessing the present. I am not doing anything to the present. 

But there is something that I can do, i.e, to stay here, at   the present, ight here, right now. That means not going back in order to compare it to the present.  It also means not going forward ahead of the present. But just stay here. That is the way God operates. That is also the way Melanesians have been operating in World One. That should be the way Melanesians operate whether we are right now in World One, World Two, World Three or World Four.

We have to remind ourselves, that our grandchildren in year 3033 will watch our videos and see pictures and read books or articles and will be saying, "The past was so good, my ancestors used to live in Port Moresby city, it was so good, the sea was clean at Ela Beach, we can still see a lot of grass and trees surrounding the city, but right now, everything is concrete jungles, cannot see any living being around!"

Surely, the past is always nice to remember! And the future is nice to look forward to. But remember, God operates on present time, present tense. Melanesians did operate in God's time, but now this generation has departed from it. It is time for us now to take one step backward, and look around, and live, and enjoy this life, in fullness, in harmony!

Tuesday, June 7, 2022

Sebuah Gagasan dan Teori Harus Dipisahkan dari Oknum Pengagas...


Pembuka

Gagasan Demokrasi Kesukuan, atau kita sebut dalam Konteks Melanesia sebagai Wantok Democracy adalah sebuah konsep demokrasi yang diajukan murni dari hati dan pikiran, alam dan dunia orang Melanesia, tepatnya di West Papua.

Konsep ini perlu dikaitkan dengan gagasan demokrasi pada umumnya di seluruh dunia, tetapi secara khusus gagasan di Melanesia, yaitu pertama gagasan "The Melanesian Way" oleh filusuf kawakan satu-satunya Melanesia, yaitu Bernard Narokobi, dan kedua ialah "Sosialisme Melanesia" oleh Father Walter Lini di Vanuatu.

Kedua gagasan ini saya teruskan dengan memberi nama "The Melanesian Way for Governing System" ialah Wantok Democracy, atau Demokrasi Kesukuan. Kita dapat mengatakan gagasan ini sebagai Sosialisme Melanesia, akan tetapi saya harus terus-terang, saya tidak menganut dan tidak memahami, serta menolak berafiliasi atau diberi label sebagai sosialisme atau liberal, atau kapitalis, semuanya tidak ada urusan dengan kami orang Masyarakat Adat (MADAT), dan oleh karena itu kita harus hindari dan jauhi dari awal.

Asal-usul Gagasan

Saya sebagai penggagas dari sejumlah pemikiran Orang Asli Papua (OAP) hendak menyampaikan kepada publik bangsa Papua (OAP), bahwa secara prinsipil dan universal, sebuah gagasan teori datang dari alam yang berbeda, alam yang tidak sama dengan alam nyata ini. Ia berasal dari alam "imaginasi" dan "dunia abstraksi". Yang kedua, kedatangan atau kunjungan yang datang dari alam sebelah atau alam lain itu tidak terjadi sepanjang waktu, di semua tempat dan kepada orang yang sama secara terus-menerus. Akan tetapi ia datang mengikuti semacam "signal" atau "radar" yang kita miliki dan pancarkan dalam kehidupan yang mengundang dan menarik mereka datang.

Contohnya, saya bisa mendapatkan gagasan dan abstraksi gagasan Demokrasi Kesukuan pada satu waktu dan tempat tertentu secara jelas, akan tetapi pada saat bergeser waktu dan berubah tempat, maka bisa terjadi signal komunikasi tergeser atau terganggu, maka saluran informasi dan konsep tidak terjadi, atau terganggu, atau sama-sekali menjadi mati.

Oleh karena itu, bilamana sebuah konsep pernah terlahir di tengah-tengah bangsa manapun di dunia, biasanya dipelihara untuk dipupuk, dikembangkan dan terus-menerus diproses. Teori muncul bukan hanya untuk dianut, akan tetapi terutama sekali untuk mendapatkan tantangan dan bantahan, yaitu berupa ujian-ujian sepanjang perjalanannya. 

Teori yang telah melewati ujian itulah yang akan menjadi sebuah teori yang baku, dianut dan diikuti oleh para teoretisi dan praktisi dalam bidang-bidangnya. Tidak ada teori, apapun teori itu, yang didapati sempurna sepanjang masa. Teori bukan kebenaran mutlak seperti yang ada dalam Alkitab. Teori ialah upaya manusia memetakan kepingan-kepingan kebenaran, untuk mengupayakan kebajikan kepada kehidupan. Dalam hal ini untuk menghadirkan sistem pemerintahan yang holistik dan berbasis lokal dengan orientasi global, berbasis suku, tak berpartai politik dan dianut dalam batas-batas wilayah suku.

Oleh karena, saya sebagai penggagas "Demokrasi Kesukuan", salah satu gagasan yang saya sampaikan ialah agar sistem pemerintahan yang dijalankan di dunia post postmodern ini dijalankan dalam konteks suku-suku, atau dalam masyarakat modern Indonesia, dijalankan di tingkat desa-desa. Di dalam setiap desa terdapat Demokrasi Kesukuan. Begitu demokrasi berproses ke ruang yang lebih luas, maka dapat diterapkan sistem demokrasi yang lain, sesuai dengan konteks sosial, budaya, politik dan kondisi geografis di mana demokrasi dipraktekkan.

Saya tidak pernah berpikir sama-sekali, bukan karena sengaja, akan tetapi karena memang alur pemikiran saya bukan bagian dari itu, bahwa gagasan Demokrasi Kesukuan ialah bagian dari Demokrasi Liberal atau Demokrasi Sosial. Akan tetapi pada tahapan pemolesan, terutama tahun 2003 ke atas, saya menemukan bahwa gagasan ini lebih mengarah kepada pemikiran Anthony Giddens tentang "The Third Way", yaitu Ideologi Jalan Ketiga.

Itu kalau saya memiliki dua tembok pemikiran antara sosialis dan liberal. Akan tetapi saya tidak memilikinya. Alam berpikir saya sangat berbeda.

Demokrasi Kesukuan = Dunia 1 + Dunia 4

Saya memetakan Demorkasi Kesukuan lebih mengarah kepada peta Jared Diamond tentang "The World Until Yesterday" dan buku "In Other Worlds Paperback – Illustrated, October 27, 2014"

Dua orang Bule ini, yang pertama seorang ilmuwan di Papua New Guinea, yang kedua seorang anggota badan misi yang datang ke suku Yali dan menerjemahkan Alkitab Bahasa Yali mengatakan bahwa dunia Tanah Papua dan dunia mereka tidak sama. Oleh karena itu, mereka jelas-jelas mengatakan dunia OAP ialah dunia tersendiri, berbeda dan terpisah dari dunia mereka, di mana mereka berasal.

John Wilson juga menjelaskan bagaimana anak-anaknya dikirim dari wilayah Suku Yali dan dikirim ke Sentani, yaitu dunia yang berbeda lagi dari dunia mereka di kampung, dan mereka mennjalani kehidupan sekolah di Sentani. Kalau cerita ini berlanjut, maka bilamana anak-anak John Wilson dikirim sekolah di Jakarta, maka mereka akan tinggal di dunia yang berbeda lagi. Yaitu dunia yang berbeda dari dunia Suku Yali, Dunia Sentani, dunia tempat mereka berasal.

Berdasarkan keterangan Jared Diamond dan apa yang dijelaskan Wilson meneguhkan dengan jelas dan tepat, bahwa pada saat ini ada empat lapisan:

1. Dunia 1: Dunia MADAT (Masyarakat Adat);

2. Dunia 2: Masyarakat Adat di Kota Mereka (MADAT Papua di Jayapura misalnya)

3. Dunia 3: Masyarakat Indonesia pada umumnya bersama semua orang di Asia Tenggara dan Afrika dan Melanesia.

4. Dunia 4: Masyarakat Post Postmodern, yaitu negara maju seperti Hong Kong, Singapore, Jepang, Inggris, dan lainnya

Sekarang orang Papua semuanya berada di putaran atau lapisan dunia 1 - dunia 2. Kebanyakan kami berada di Dunia 2.

Dunia 2 inilah tempat goncangan-goncangan terjadi sangat banyak dalam kehidupan pribadi maupun kolektif.

Saya cukupkan sampai di sini dulu tentang topik dunia ini.

Dengan konsep ini, maka gagasan Demokrasi Kesukuan dimunculkan untuk menjembatani Dunia 1 dan Dunia 4, sehingga bisa tercipta Dunia 5. Demokrasi Kesukuan memiliki peta pemikiran dan gagasan teori yang cukup mendalam, kemungkinan besar akan dimuat secara utuh dalam 10 buku, dengan rata-rata halaman buku masing-masing ialah lebih dari 200 halaman.

Ini merupakan sebuah sistem pemerintahan yang harus dipertimbangkan, terutama dalam rangka menghadapi berbagai persoalan lingkungan alam hari ini, karena pemanasan global dan perubahan iklim, yang telah nyata-nyata menyebabkan terjadi banyak pulau di kawasan Melanesia tenggelam dan frekuensi dan tingkat banjir serta gempa bumi yang lebih berat daripada sebelumnya.

Tantangan

Memang banyak kali pemuda Papua bicara seperti ini, "Merdeka dulu baru bicara teori...." dan mereka bicara beberapa kali di telinga saya sendiri. Sungguh menyakitkan. Akan tetapi saya mau katakan kepada Anda yang selalu mengucapkan ini, bahwa ungkpatan ini berasal dari iblis. 

"Dalam nama Yesus, saya tolak segala kata-kata dan ucapan yang mematikan gagasan Demokrasi Kesukuan, yang pada akhirnya akan menghadirkan Yesus datang sebagai Raja Damai, untuk memerintah selama-lamanya"

Ada juga yang mengatakan bahwa Demorkasi Kesukuan dirancang untuk memajukan perang suku di dalam suku-suku. Ada yang katakan Demokrasi Kesukuan tidak nasinoalis tetapi sukuis, dan terutama sekali sangat Suku Walak, dan dimaksudkan untuk mendirikan Negara Walak, Demokrasi Walak. 

Penutup

Sebuah teori dan gagasan harus dibebaskan dari orang atau oknum teoretisi atau konseptor, dan kita harus biarkan dia mengalami pengujian dan pengikisan oleh teori dan konsep yang baik melengkapi maupun membelokkan ataupun menghapuskan. Akan tetapi sebuah teori atau gagasan tidak dapat dimatikan dengan cara menyerang atau menyoroti atau mencampur-adukkannya dengan si penggagas atau teoretisinya sendiri. 

Penggabungan atau penyorotan antara sebuah konsep dan konseptornya merupakan tindakan politis, bukan sebuah langkah ilmiah. Oleh karena itu, sebagai tindakan politik bisa saja sang penggagas dibunuh, seperti yang terjadi pada banyak ilmuwan Eropa, atau juga dalam hal ini terkait konsep Demokrasi Kesukuan, akan tetapi kita harus ingat, bahwa sebuah konsep dan teori dititipkan oleh alam yang berbeda dari alam kita, bukan berasal dari alam nyata ini.

Oleh karena itu, apapun yang terjadi kepada si penggagas, atau apapun yang dikatakan kepada si penggagas tidak akan pernah mempengaruhi sebuah gagasan atau teori. Keduanya merupakan makhluk yang terpisah, yang akan bertumbuh-kembang, beranak-pinang, tanpa yang satu harus mempengaruhi yang lainnya.

Tantangan bagi kita orang Papua, dan secara khusus Pemerintahan Sementara United Liberation Movement for West Papua ialah apakah kita mau berpura-pura mencari istilah dan terminologi yang dianggap enah oleh orang Bule dan tidak dimusuhi oleh orang Papua dan NKRI, ataukah kita berani berdiri di atas kaki sendiri dan membela gagasan OAP?

Ini sebuah keputusan politik.

Entah West Papua menerapkan gagasan ini ataupun tidak, bukanlah sebuah persoalan bagi penggagas. Gagasan ini terbuka bagi siapa saja di dunia, untuk mendalami, mempelajari, menerapkan ataupun menolaknya.



[Salam Waras.......]


 

Thursday, June 2, 2022

Only Fooled Humans think that being rich means having a lot of money!


We Melanesians should feel and be proud that we are rich in all aspects and every area of life. This is why our the only great Melanesian Philosopher so far, Bernard Narokobi says, the Melanesian Way is: 

Welcome Birth, Live Well, Love Well, Have Something Good for Every Person and Die a Happy Death. 

(I added :Welcome Birth" to Norokobi's statement.)

That is wealth! That is prosperity! That is rich!

What comes when we are born and what goes when we pass on are the ones to determine our being into this world.

Being rich means having a lot of money is a concept just started a few hundred years ago, let's say 300 years ago. Thousands, and even hundreds of thousands or million years before, "being rich" never meant to having a lot of money. Or event he word "rich" never existed in the minds and hearts of the peoples.

According to scientists, "Gap between rich and poor began 7,000 years ago, say scientists" It became a reality in life when people started "harvest crops instead of their hands and the class system was born." It triggered humans producing more than they can afford to consume.

Landowners started having more power over ordinary citizens. Class system in communities began to emerge. Those with land became the rulers and those without it became laborers.  

Human relations changed, from reciprocal and egalitarian, into structural (top-down) and peripheral (inner-outer).

"Them" and "Us" based on ownership of land, and later own labour, division of labour, and so on, came into play. "Them" rich and "us" poor, or them poor and us rich came into human awareness and thinking.

We are now thinking this is God-created natural instinct to feel being rich and poor just based on how much money I earn or own or get access to. This is artificial reality, as artificial as the one we see on the Internet. However, we feel that this is real. Only, yes Only the time we die, we do realize that all the rich and material wealth have no meaning at all. Again, we only realize when we are ready to pass on in a few seconds.

Therefore, it is wise men and women only who realize this matter of fact far before their seconds towards death. It is only the wise peoples who will understand the meaning of life as being truthful, realistic, present, simply and accepting whatever comes and goes.

Our Melanesian humans, our forefathers and our own fathers were the human beings on this planet Earth until this century, who have actually lived in what is called "Paradise", that is, living in "this present time only", no past, no future, but just now, just here, and just right.

Sunday, May 15, 2022

PERMISI KOTEKA LEWAT

PERMISI Kepada :
1. Bapa gubernur Papua,
2. Bapa dari Kementerian 
    Agama di Jakarta,.
3. Bapa Bupati Mimika, Bapa
    bupati Puncak, Bapa 
    Bupati Mamberamo 
    Tengah, 
4. Bapa ketua Sinode Gereja 
    KINGMI, Bapa ketua 
    Sinode GKI, Bapa ketua 
    Sinode GIDI, Bapa ketua 
    Sinode Baptis,
5. Bapa2 anggota DPR 
    Papua,
6. Dan orang besar yang lain.

KOTEKA bukan pemabuk, bukan pencuri, bukan pembakar, bukan pembunuh.

KOTEKA itu simbol beradat, berbudaya, beragama... bukan label pemabuk, bukan pencuri, bukan pembakar, bukan pembunuh, seperti yang anda berupaya beri nama baruku untuk merendahkan MARTABAT BANGSAKU itu.

Yang aku pahami ihwal atribut pakaian adatku KOTEKA dan seterusnya adalah akar spritualku, akar religiusku yakni PERISAI IMANku yang membuat BANGSA BERMARTABAT, BANGSA TERHORMAT di Tanah Papua kawasan Pasifik.

Kalau martabatmu direndahkan, hayat hidupmu dibuat lumpuh dan hancur harus sadar dan bangkit untuk lawan. Saya bangsa yang bermartabat, seperti bangsa bermartabat lain di planet bumi ini.

BERANI KARENA BENAR, TAKUT KARENA SALAH

==========================

Keterangan foto :
Foto di ruang tunggu Gereja KINGMI Marten Luther Mile 32 saat pembukaan Konferensi Gereja KINGMI di Mimika tanggal 1 November 2021. Saya As 1 hadir mewakili Bupati Dogiyai (Foto : PP)

Monday, May 9, 2022

Dr Ibrahim Peyon: Indeologi dan Nasionalisme Melanesia

Negara-negara Melanesia konstruksi ideologi dan nasionalsime mereka yang berakar dari budaya Melanesia sendiri. West Papua dipersiapkan sebagai Negara Pasifik pertama yang akan diakui hak kemerdekaan dan kedaulatannya. 

Dalam rangka itu, Nasionalisme Papua dikonstruksi dari akar sejarah dan budaya mereka, itu tergambarkan dalam bentuk Bendera Bintang Fajar yang berakar dari sejarah penciptaan dan sejarah asal-usul leluhur mereka, seperti Manseren Manggundi dan Manarmakeri, Kuri-Pasai, Dema, Yeli, Naruekul, Nabelal-Habel, dan banyak lain. 

Semua ini memiliki satu struktur terdalam, tersembunyi dan struktur inti. Simbol itu mungkin musul dari satu kultural, semisal Saireri, atau Tabi, Jayapura. Tetapi inti struktur sama dan mirip, di seluruh Papua. 

Dengan dasar itu, dirumuskan ideologi "The Triple Principle of Papuan Luster and The Spirit of Melanesian Brotherhood, tahun 1960-an dan kemudian dikembangkan Dr. Don Flassy, dkk dalam komite Indepenten menjelang kongres Papua II. Ideologi, Tiga Prinsip Kilau Papua ini didasarkan pada kasih, kesetiaan dan kejujuran, dan lebih jauh lagi pada Prinsip Persaudaraan Melanesia one people, one soul dan one solidarity. Ini menjadi asas dan ideologi nasionalisme West Papua, tiga prinsip kilau ini tentu muncul dari sebuah hukum dasar, dan hukum dasar itu harus diungkapnya. 

Di Papua New Guinea, Bernad Narokobi konstruksi basis ideologi nasionalisme, Melanesia Way, kini menjadi falsafah dasar konstruksi ideologi nasionalisme negara-bangsa PNG. Narokobi mengatakan, Melanesia adalah unity, bersatu, dan terikat. Melanesia ada disini sebelum Eropa dan Asia datang, peradaban Melanesia itu akar yang lama, dan budaya kami tidak tertulis dan itu diwariskan dengan cara lisan dan simbol-simbol kultur. Melanesia itu unity, itu dalam bentuk resiprositas, memberi dan menerima, kehidupan komunal, dan solidaritas. 

Vanuatu terinspirasi dan ambil makna dari Melanesia Way, dan konstruksi Sosialisme Melanesia, yang berakan budaya Melanesia sendiri, sosialisme-komunalisme, ideologi nasionalisme berbeda dari sosialisme-komunisme Karl Marx, sosialisme Melanesia ada sebelum teori Marxisme, dan ada sebelum kontak dengan Eropa. Akar hidup dan budaya Melanesia adalah memberi dan menerima, resiprositas; hidup berkelompok dan kerja sama, komunalisme, dan saling bersolidaritas. Sosialisme Melanesia vs Kapitalisme Eropa, beda dengan sosialisme Marx, Komunalisme vs Individualisme, dan komunalisme Melanesia berbeda dengan Komunisme Marx. 

Sosialisme Melanesia berbeda dari sosialsime Mx tentang kepemilikan bersama semua warga negara, sedang Sosialisme Melanesia mengakui kepemilikan komunal dalam klen. Basis kepemilikan Melanesia klen dan distribusi lintas klen dataran negara-bangsa. 

Ideologi Nasionalsime Fiji konstruksi berbasis ideologi sejarah penciptaan Melanesia dan pola kepemilikan. Ideologi "Vanua", yang memiliki tiga elemen dasar, yaitu: vanua and spirits, vanua and places, and vanua and people. Ideologi ini menjadi dasar indeologi nasionalisme negara-bangsa, di mana spirits, tanah, dan manusia ditempatkan pada posisi yang sama. 

Negara-negara Melanesia dibangun di atas kaki dan akarnya sendiri, semua elemen ini diperlakukan sama. Dalam konteks itulah, Green State Vission lahir sebagai sebuah visi untuk berdamai dan menghargai hak semua mahluk, maka tercipta harmoni, perdamaian dan keseimbangan berkelanjutan. Tugas imuwan Melanesia hari ini adalah mencari tahu dan menemukan hukum dasar semua ideologi nasionalisme negara-bangsa Melanesia ini. Saya percaya ada hukum yang paling mendasar dari semua ideologi ini, Melanesia way, The Triple Principle of Papuan, Melanesia Socialism, dan Vanua, pasti memiliki satu hukum dasar yang sama dan satu. Menurut pikiran saya, hukum dasar itu saya disebut Trias Tunggal Melanesia.

Why Some Degree Holders are POOR & Living their lives below the Average

Why some Degree Holders are POOR & living their Live below the Average
  By Michael Kuam

Basically, there are seven reasons why degree holders are poor.

1. They don't think beyond their Degree Certificates.

Albert Einstein said, “Education is not the learning of facts, but the training of the mind to think.” Have you ever heard  creativity term “Think outside of the box”? One of the major reasons why most graduates are poor is simply because they can’t see and think beyond their degree certificates. 

I have seen engineering students work as bankers. I have seen medical doctors with great skills in web and graphic designs. I have seen lawyers that are very dexterous with finances. The list is endless!

The basic truth of life is that the skills that are needed to be much sought after becoming more successful in life are not really found within the walls of the classrooms. Your certificate is just a proof that you are teachable, it does not suggest what you are totally capable of doing. You are full of possibilities when you think beyond your degrees certificates.

2. They prioritize their Degree Certificates more than their Gifts & Talents

I have often advised some of my colleagues, never to leave their gifts dormant while pursuing and hunting for jobs with their certificates. There must be a complementary balance in the pursuit of your passion and in the search for jobs.

Everybody is gifted for something, but the winning edge comes from our ability to work on our gifts and bless the world with it. The very best way to develop yourself is in the direction of your natural talents and interest. In order to live a fulfilled and impactful life, we need to work harder on our gift than our job. We need to discover our gift, develop it, and sell it. Don’t bury your Talents with your certificates.

3. Their Certificate prepare them for a World that No Longer Exists.

It has been found that most of the skills taught in schools are becoming obsolete in the present world. The world has changed a lot, and so are people’s need! It is imperative to know that the present form of university education does not prepare students for the future.

Graduates are becoming endangered species in the face of a changing world. Our archaic methods and approaches of learning are preparing graduates for a world that no longer exist, as we are churning out degree holders every year with certificates that have face value but no intrinsic worth. Most learning institutions are filled up with lecturers and pseudo-educators with lecture notes, methods and approaches that have lost relevance in a changing world.

4. They know less about Themselves.

Certificates and degrees don’t reveal people to themselves; they at most measure our IQ (Intelligent Quotient). I have often tell people that there is no Recovery without Discovery. A poor man is simply someone that has not discovered himself.
The more you discover yourself, the more you realize the treasures that are hidden deep within you. We carry inside ourselves latent treasures that can only be unveiled through self-discovery.

5. Their Certificate & Degree can kill Initiative.

Degrees and certificates can close up your minds to ideas while initiatives open it up. If you are not careful, your degrees and certificates can close up your mind. The purpose of education is to keep your mind perpetually opened towards limitless possibilities!
Fred Smith saw an opportunity for overnight delivery of anything anywhere in the USA, and ultra- fast delivery anywhere in the world, FedEx was born. It will be interesting to know that Fred Smith got a grade “C” in a Yale economics class for an idea that the professor belittled as unworkable. 
Fred Smith’s company became the first American business to make over ten billion dollars in annual profit. Beginning with just 186 packages delivered the first night, FedEx now delivers in over two hundred countries using over 6,030 aircraft, 46,000 vehicles and 141,000 employees.

6. Degree & Certificate position you look for Jobs & not to search for Opportunities.

Our certificates and degrees prepare graduates to look for jobs and not open our eyes to life-changing opportunities. You are not poor because you don’t have a job; you are poor because you are not seeing and seizing opportunities.
Being POOR is simply Passing Over Opportunities Repeatedly! What keeps people ahead in life is not their education or degrees, it is simply the opportunity that they seized. Jobs may be scarce but not opportunities.
 As long as there is a problem to be solved, there will always be opportunities. It is a waste of our education, exposure, and experiences if after we graduate from school, all we think about is searching for a job. An enlightened and educated mind should be able to see and seize opportunities.

7. Certificate & Degree prepare people to look for security & not to take risks.

We must be willing to make mistakes and take breakthrough risks. Taking risks and learning from mistakes help us in knowing what works and what does not! When Thomas Edison was being questioned by a mischievous journalist on how he felt for having failed for 999 times before getting the idea of the light bulb, his response stunned the whole world when he confidently said, “I have not failed 999 times, I have only learned 999 ways of how not to make a light bulb”.

Many graduates and degree holders are becoming progressively poor because the skills required in the modern world to get rich are not taught in schools and institutions.
By 2025, we’ll lose over five million jobs to automation. This means that future jobs will look vastly different by the time many people graduate from the university.

Future jobs will involve knowledge production/creation and innovation, and people that are only equipped with skills found in the classroom will definitely be a misfit in an ever-changing world. Skills like critical thinking, creativity, people’s skill, stem skills (e.g Coding), complex problem-solving skills etc. are central to living a more comprehensive and productive life.

 Therefore, my humble and candid advice to graduates and students in institutions is to think wide, deep and outside the box. Take volunteer jobs, and don’t be afraid to navigate fields that are different from your field of learning. Your future career will require you to pull information from many different fields to come up with creative solutions to future problems. 

Start by reading as much as you can about anything and everything that interests you. Once you get to college, consider double majoring or minoring in completely different fields. Trust me, it’ll pay off in the long run.

Don’t limit yourself to the classroom. Do something practical. Take a leadership position. Start a business and fail; that’s a better entrepreneurship. Contest an election and lose. It will teach you something political science will not teach you. Attend a seminar. Read books outside the scope of your course.

Think less of becoming an excellent student, but think more of becoming an excellent person. Don’t make the classroom your world, but make the world your classroom. Step forward and try something extra.

Invest in something you believe! Real financial security and freedom is not in your job, but in your passion, gifts, talents, and your ability to see and seize opportunities.

#Freelance_Journalism

Saturday, May 7, 2022

Dr Ibrahim Peyon: Satu Pusat, Betulkah?

Oleh: Ibrahim Peyon, Ph.D | 7 Mei 2022

SATU PUSAT
Pertanyaan kita, apakah benar bahwa hanya ada satu Tuhan sesuai ajaran agama-agama Arabis? Karena satu Tuhan maka ada kepercayaan Monoteistik? Karena satu Tuhan dan kepercayaan Monoteistik maka semua manusia berasal dari satu leluhur Adam dan Hewa? Atau semua manusia berasal dari Afrika menurut teori evolusi? Apakah benar bahwa semua civilization manusia di mulai dari Babylonia? Karena itukah maka pusat kolonialisme itu dimulai dari Eropa dan Amerika? Alasan itu pula pusat kapitalisme dan imperialisme Eropa dan Amerika? Karena itu pula Ero-Amerika sebagai negara dunia pertama, negara-negara eropa timur bekas jajahan Rusia sebagai negara dunia kedua? Karena itu juga negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin dan Pasifik sebagai negara dunia ketiga? Lalu siapa dunia keempat?
Karena itu pula orang Melanesia baru datang dari Afrika 40.000 tahun lalu? Karena itu agama dan ilmu pengetahuan pusat dari Eropa dan kita terima begitu saja? Kita sebagai Melanesia perlu refleksi dan jawan pertanyaan-pertanyaan ini.

LALU BAGAIMANA?

Leluhur kita hidup ribuan dan jutaan tahun di sini. Kami punya Tuhan dan kepercayaan asli di sini. Kami punya sejarah dan budaya sendiri di sini. Kami punya bahasa dan tatanan adat istiadat sendiri di sini. Kami punya sistem ekonomi dan pertanian tertua di dataran tinggi di sini. Kami disini, PUSAT KEHIDUPAN KAMI ada di sini. Kami hidup sebagai bangsa merdeka di sini. Mengapa bangsa? semua negara di dunia dibentuk berbasis individu, keluarga, band, lineage, klen, fratri, moiety, suku/etnik, culture area, dan negara-bangsa. Itu basis suatua negara-bangsa, semua negara modern berbasis pada itu. Lalu apakah Papua sebuah negara-bangsa? Jawabannya, tegas, ya dan pasti. Di sini pusat bangsa Papua, pusat sejarah penciptaan dan asal-usul bangsa, pusat sejarah dan adat istiadat, pusat kebudayaan, pusat kepercayaan, pusat bahasa, pusat ilmu pengetahuan, pusat ekonomi, pusat politik, pusat agama, dst. Semua ada di sini, dan di sini pusat kami, bangsa Melanesia.

Thursday, April 21, 2022

Saya Telah Memilih Yang Bénar

Oleh: GuruYikwanak

Apa artinya hidup tanpa ini semua?

Apa artinya saya lahir kalau tidak memperjuangkan ini?

Apa artinya kalau saya hanya sekolah, jadi PNS NKRI yang notabene negara yang dipenuhi penyembah berhala dan teroris?

Dapatkah kita melihat manfaat pengorbanan kita untuk sebuah West Papua yang merdeka di luar NKRI.
(1) bagi kerajaan Allah di dunia; 
(2) untuk kemuliaan nama Tuhan; 
(3) bagi orang Papua hidup selamat, aman dan damai?; 
(4) bagi segenap ciptaan untuk hidup di surga kecil yang jatuh ke bumi?

#OlehGuruKuYikwanak 📢✊🏾🔥

Wednesday, April 20, 2022

SURYA ANTA: "APAKAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA HARGA MATI ITU?"

Segala sesuatu yang ada sebelumnya tiada. Lahir kemudian mati. Berubah menjadi sesuatu yang baru. Seperti itulah hukum alam. Begitu pula takdir perkembangan sosial.

Bangsa, apakah itu Indonesia, atau bangsa Papua dan Timor Leste merupakan sesuatu yang ada dan hadir dari sesuatu yang mana sebelumnya tidak ada. Dan karenanya dapat bertransformasi.

150 tahun yang lalu belum ada bangsa Indonesia, sebagai konsep maupun identitas. Begitu pula bangsa Papua.

Masa itu wilayah-wilayah di Nusantara merupakan wilayah yang dikuasai tuan-tuan feodal kecil maupun puak-puak yang mempertahankan privilegenya dari invasi merkantilis Eropa.

Bangsa dan kebangsaan dikenali dan diyakini belum sampai 1,5 abad lamanya di Nusantara ini.

Mereka yang berpandangan NKRI harga mati sungguh salah kaprah dan sesat pikir. Indonesia dan ke-Indonesia-an sangat mungkin bertransformasi menjadi sesuatu yang lain. Begitu Papua dan ke-Papua-annya.

Indonesia dan kebangsaannya merupakan sesuatu yang unik. Sebagai bangsa, Indonesia tak lahir hanya karena perasaan senasib sepenanggungan. Pula karena ada integrasi ekonomi dan politik yang sama. Serta kebudayaan yang sama yang terwujud dalam bahasa yang sama. Namun proses apa yang disebut sebagai "National Character Building" mandeg bahkan mundur karena penindasan Order Baru. Reformasi setengah hati ini tak membuat proses tersebut melangkah maju. Mengapa? Sebab Reformasi tak pernah tuntas dan kesalahan masa lampau tak kunjung diperbaiki. Kita hidup dalam selimut perdamaian palsu.

"Integrasi" Papua ke Indonesia penuh dengan paksaaan, kekerasan dan tipu daya. Hal tersebut merupakan fakta yang tak terbantahkan.

Paksaan, kekerasan, dan tipu daya terhadap rakyat Papua merupakan cerminan dari pembekuan nilai-nilai dan filosofi bangsa Indonesia yang termaktub dalam konstitusi republik ini. Nilai-nilai dan filosofi yang merupakan hasil dari perjuangan melawan kolonialisme, kapitalisme, dan rasisme saat itu.

Dan segala macam paksaan, kekerasan, tipu daya dan tindakan rasial merupakan metode untuk penundukan dan melanggengkan penindasan serta penjajahan terhadap rakyat Papua.

Papua yang begitu majemuk dengan ratusan suku, tak sedikit diantaranya terisolir satu dan lainnya antara gunung dan pantai. Dan terhambat dengan keragaman bahasa yang tinggi. Namun keadaan hari ini masalah-masalah tersebut tak cukup membendung pertumbuhan bangsa Papua. Penindasan yang begitu sistemik selama 58 tahun ini mempercepat pertumbuhan karakter kebangsaan.

Perasaan yang sama telah tumbuh diantara rakyat Papua berbeda-beda suku dan bahasa, yakni perasaan sebagai orang-orang terjajah. Sebagaimana perasaan yang sama pula diantara orang-orang Indonesia saat dibawah penjajahan Belanda dan Jepang.

Perasaan yang tumbuh karena kekejian pembunuhan, penculikan, pembantaian, pembungkaman hak-hak politik melalui penjara dan penangkapan serta segala tindakan rasial oleh aparatus kekerasan dan birokrasi kolonial Belanda serta fasis Jepang menjadi faktor yang memberikan landasan pertumbuhan embrio bangsa Indonesia. Selanjutnya kaum pergerakan pembebesan nasional mempercepat proses tersebut.

Apa yang terjadi pada Indonesia begitu pula yang terjadi pada Papua. Tak sepenuhnya sama namun secara esensial tak berbeda. Kekerasan sistemik aparatus TNI dan Polri serta diskriminasi birokrasi memperkuat tumbuh kembang embrio bangsa Papua. Aspek sejarah 1961-1969 yang ditelikung menjadi landasan historisnya.

Tak ada jalan kembali. Sebagaimana Indonesia tak akan kembali ke jaman Majapahit atau Sriwijaya. Papua pun pada akhirnya akan menemukan takdir sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang dapat menentukan nasibnya sendiri.

Alih-alih menghambat proses tersebut dengan pemenjaraan, penangkapan, pembunuhan, pembantaian yang berujung pada genosida perlahan. Dan segala macam operasi gabungan di tanah Papua dilakukan, yang terjadi kehendak rakyat Papua menentukan nasib sendiri justru mengkristal.

NKRI harga mati hanyalah jargon untuk mempertahankan "persatean" bukan persatuan, menancapkan ketakutan serta ancama bukan persetujuan dan kesepakatan. Faktanya, karena doktrin NKRI harga mati banyak orang Papua mati.

Apakah anda bersedia hidup dalam ketakutan dan ancaman? Saya tidak! Generasi yang akan datang pun tak boleh hidup dalam ancaman dan ketakutan.

Demokrasi harus diperluas agar setiap orang bebas dari rasa takut, dari ancaman, bebas bicara hingga bebas menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Sehingga kita dapat hidup dalam kedamaian dan persatuan sebagai manusia bukan ancaman dan "persatuan".

Rutan Salemba
19 Januari 2020.

[ Surya Anta , Juru Bicara Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ]

Sunday, April 17, 2022

Artí Dekolonisasi dan West Papua di Salam NKRI

Penjajahan adalah sebuah invasi; oleh sekelompok orang/bangsa yang mengambil alih tanah dan memaksakan budaya mereka sendiri pada masyarakat adat sebagai Pribumi Asli. Kolonisasi modern berawal dari Zaman Penemuan di abad ke-15, ketika negara-negara Eropa berusaha memperluas pengaruh dan kekayaan mereka. Dalam prosesnya, perwakilan dari negara-negara ini mengklaim tanah, mengabaikan Masyarakat Adat dan menghapus Kedaulatan Masyarakat Adat.

Kata "dekolonisasi" pertama kali diciptakan oleh ekonom Jerman Moritz Julius Bonn pada tahun 1930-an untuk menggambarkan bekas koloni yang mencapai pemerintahan sendiri.

Militerisme dan Hukum adalah alat perampasan dan penindasan yang sangat signifikan. Penduduk asli dianiaya, dieksploitasi, dan sering kali diposisikan sebagai suatu yang tidak manusiawi. Seperti yang dijelaskan Jean-Paul Sartre tentang kolonisasi:

“Anda/Saudara mulai dengan menduduki negara, kemudian anda mengambil tanah dan mengeksploitasi pemilik sebelumnya dengan tingkat kelaparan, anda selesai mengambil dari penduduk asli hak mereka untuk bekerja.”

Kolonisasi tidak hanya sekedar berbentuk fisik, tetapi juga berbentuk Politik, Psikologis, Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam menentukan pengetahuan siapa yang di istimewakan. Dalam hal ini, penjajahan tidak hanya berdampak pada generasi pertama yang dijajah juga menimbulkan masalah yang berkepanjangan bagi keturunan dimasa yang akan datang. Dekolonisasi merupakan usaha untuk (mencapai kemerdekaan) membalikkan dan memperbaiki kondisi dibawah penjajahan melalui tindakan secara langsung dan mendengarkan suara rakyat “First Nations” terutama lewat praktek Referendum sebagai wujud dari "Hak Menentukan Nasib Sendiri" bagi bangsa-bangsa yang terjajah.

Banyak perjuangan kemerdekaan bersenjata dan berdarah. Pemberontakan untuk mencapai Kemerdekaan misalnya; seperti Pemberontakan Rakyat Polandia atas aksi-aksi bagi wilayah oleh Kekaisaran Rusia, Kerajaan Prusia dan Monarki Habsburg Austria sampai terbentuk sebuah Republik ke-II pada tahun 1918. Kemudian Perang Kemerdekaan Aljazair (1954- 1962) melawan Prancis begitu sangat brutal. Perjuangan lainnya melibatkan negosiasi politik dan perlawanan pasif. Sementara keluarnya Inggris dari India pada tahun 1947 sebagian besar dikenang sebagai perlawanan tanpa kekerasan di bawah etika pasifis Gandhi, kampanye tersebut dimulai pada tahun 1857 dan bukannya tanpa pertumpahan darah.

Dekolonisasi sekarang digunakan untuk berbicara tentang keadilan restoratif melalui kebebasan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di sebagian besar negara di mana bentuk penjajahan tetap ada, masyarakat adat/asli masih belum memegang posisi kekuasaan atau penentuan nasib sendiri yang lebih signifikan. Sebuah istilah yang pernah dipopulerkan oleh akademisi Patrick Wolfe pada 1990-an, dimana mengatakan "invasi adalah struktur, bukan peristiwa". Kata lain yang berguna untuk memahami dekolonisasi adalah “neokolonial”. Itu diciptakan oleh Kwame Nkrumah, presiden pertama Ghana, pada awal 1960-an untuk merujuk pada kelangsungan kekuasaan bekas penjajah melalui cara-cara ekonomi, politik, pendidikan, dan informal lainnya.

Di negara-negara neokolonial atau negara jajahan, advokasi hak-hak Masyarakat Adat tidak selalu di imbangi dengan tindakan. Suara Masyarakat Adat untuk perjanjian dan kebenaran dalam budaya, politik, hukum dan pendidikan bergema sementara prakteknya tertinggal. Dekolonisasi sejati berusaha untuk menantang dan mengubah superioritas dari kulit putih, sejarah nasionalistik dan "kebenaran".

Hak-hak Masyarakat Adat diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007. Dikatakan: “Masyarakat Adat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya mereka.”

Hal tersebut, mencantumkan beberapa hak penting dalam proses dekolonisasi, termasuk: 1). Hak atas otonomi dan pemerintahan sendiri, termasuk pembiayaan untuk fungsi otonom tersebut. 2). Kebebasan dari pemindahan paksa anak-anak. 3). Perlindungan situs arkeologi dan sejarah, dan pemulangan benda-benda upacara dan jenazah manusia. 4). Hak untuk memberikan pendidikan dalam bahasa mereka sendiri. 5). Media milik negara harus mencerminkan keragaman budaya Pribumi. 6). Pengakuan hukum atas tanah, wilayah dan sumber daya tradisional.

Dekolonisasi harus melibatkan tantangan baik rasisme secara sadar maupun tidak sadar. Masyarakat non-pribumi dalam masyarakat jajahan dapat memulai dengan bertanya:

1. Di Negara mana saya/beta tinggal - bangsa apa?
2. Jika tanah saya dicuri, budaya dan kedaulatan saya ditolak, hak apa yang saya inginkan, butuhkan, dan harapkan?
3. Di Negara itu, saya harus mendengarkan dan bekerja dengan siapa?

Untuk terlibat dengan dekolonisasi kita dapat:

1. Menghargai pengetahuan dan sejarah dari Masyarakat Adat tersebut. Artinya mendengarkan mereka dalam konteks pengembangan pengetahuan mereka.

2. Mendorong mereka agar bersikeras untuk mengajarkan tentang sejarah dan budaya dari masyarakat adat di sekolah-sekolah.

3. Mendukung upaya restitusi, seperti program yang merevitalisasi bahasa mereka sebagai masyarakat Adat.

4. Menyerukan perbaikan institusi termasuk pendidikan, seni, media dan politik untuk mempekerjakan Masyarakat Adat di seluruh organisasi dan dalam posisi kepemimpinan.

5. Membantu mereka yang mungkin menghadapi diskriminasi dan prasangka secara tidak sadar, untuk angkat bicara menentang struktur (penjajahan) ini.

6. Memperjuangkan keadilan yang timbul dari keinginan Masyarakat Adat, dengan berjalan bersama mereka dalam aksi unjuk rasa dan menempatkan suara mereka di depan-dan-tengah disetiap acara penting.

Rasisme sangat melukai, mencekik, dan membunuh para masyarakat adat, kecuali ditantang oleh kita dan mereka sebagai korban. Struktur rasis membuat para korban menjadi begitu bermasalah. Kita/Katong mungkin berlutut untuk mengingat mereka yang terbunuh. Tapi kita perlu meminta institusi negara untuk segera melakukan referendum yang diperlukan untuk dekolonisasi sebagai satu solusi yang paling demokratis dari masalah yang dihadapi oleh bangsa minoritas, terutama dalam hal kolonialisasi. Kita perlu mendukung orang-orang dalam organisasi yang menentang rasisme. Kita perlu mempertanyakan apakah penjajahan mengajarkan kita untuk berdiri, dalam seragam institusional pikiran, dan secara pasif menyaksikan pencekikan.

#FreeWestPapua
***

Depertemen Pendidikan & Propaganda

PUSAT PERJUANGAN MAHASISWA UNTUK PEMBEBASAN NASIONAL (PEMBEBASAN) KOLKOT YOGYAKARTA.

Yogyakarta, 15 April 2021.
@Pembebasan - Kolektif Kota Yogyakarta for

Saturday, April 2, 2022

Apakah Andreas J Deda Benar-Benar Meninggal? Kapan dan Bagaimana?

Anak kebanggaan, saya bangga telah menjadikanmu dosen UNCEN walau banyak senior dan teman 2 tdk sepakat kau justru telah membuktikan saya tdk salah dalam memilihmu. Hanya satu kekurangan mengapa keperilgianmu saya tdk tahu. 

Tadi malam anak yang datang bilang Galatia 5:15 Bapa baca itu rupanya anak Tank baru saya kira anak lain. Anak Tabi satu2nya yang selama ini kubanggakan. Saya minta yang poskqn foto ini kasih keterangan lengkap di inbox saya secara pribadi. Tuhan Yesus pemilik Tanah dan Manusia Tabi memberkati!

#KAMPUS #UNIPA #FAKULTAS #SASTRAdanBUDAYA 
_______________________________

Satu - satunya Anak Tabi yang selalu mendidik dan mengarahkan pada nilai leluhur yang benar! Selamat ulang Tahun bagimu di alam roh disana Bapa Dosen Ganteng Alm. Andreas Jefri Deda.  

Still aliving forever for remaind 🙏🙏🥀😢😢😢

Friday, April 1, 2022

An Important Speech by prime minister of Israel Benjamin Netanyahu

I was going to cry when I read this speech from the prime minister of Israel Benjamin Netanyahu, but at the end I say glory to God.

Let's read together

Mr. Nethanyahu said:
Only 70 years ago! The Jews were taken to slaughter like sheep.
> 60 years ago!
> no country. No Army.

Seven Arab countries declared war on the small Jewish state, only a few hours after its creation!
> we were 650 Jews against the rest of the Arab world!

NO IDF (Israel Defense Army).

No powerful air force, only brave people with nowhere to go.
> Lebanon, Syria, Iraq, Jordan, Egypt, Libya, Saudi Arabia
> all attacked at the same time.
> the country that the United Nations gave us was a 65 % desert.
> the country is out of nowhere!

> 35 years ago! We fought the three armies most
> Powerful in the middle east, and we swept them in six days.

We fought against various coalitions of Arab countries, which had modern armies and many Soviet weapons, and we have always beaten them!

Today we have:
> a country,
> an army,
> a powerful air force,
> A State-of-the-Art Economy, which exports millions of dollars.
> Intel - Microsoft - ibm develops products at home.
> our doctors receive awards for medical research.

> we make the desert bloom, and sell oranges, flowers and vegetables all over the world.
> Israel has sent its own satellites into space!
> three satellites at the same time!
> We are proud to be at the same rank as:
> The United States, which has 250 million inhabitants,
> Russia, which has 200 million inhabitants,
> China, which has 1.3 billion inhabitants;
> Europeans - France, Great Britain, Germany - with 350 million inhabitants.

> the only countries in the world to send objects into space!
> Israel is now part of the family of the nuclear powers,
> with the United States, Russia, China, India, France, and
> Great Britain.

> (we have never officially admitted it, but everyone knows it)
> and say that only 60 years ago,
> we were LED, ashamed and hopeless, to slaughter!
> we have extirpés the smoking ruins of Europe,
> we have won our wars here with less than nothing
> we built our little "Empire" from nothing.

Who's Hamas to scare me?
> to terrify me?
> you make me laugh!
> Passover was celebrated;
> Let's not forget what this is about.
> we survived Pharaoh,
> we survived the Greeks,
> we survived the Romans,
> we survived the inquisition in Spain,
> we have the pogroms in Russia,
> we survived Hitler,
> we survived the Germans,
> we survived the Holocaust,
> we survived the armies of seven Arab countries,
> we survived saddam.
> we will survive the enemies present

Think of any time in human history!

Think about it, for us, the Jewish people,
> the situation has never been better!
> then let's face the world,

Let us remember:
> all nations or cultures
> who once tried to destroy us,
> no longer exist today - while we still live!
> Egypt?
> the Greeks?
> Alexander of Macedonia?
> the Romans? (does anyone still speak Latin these days? )
> The Third Reich?
> and look at us,
> The Bible Nation,
> The slaves of Egypt,
> We are still here,

And we speak the same language!
> then, and now!
> Arabs don't know yet,
> but they will learn that there is a God.
> as long as we keep our identity, we are forever.

So forgive us for not worrying,
> not to cry,
> not to be afraid.
> things are fine here.
> they could certainly get better,

However:
> Don't believe the media,
> they don't tell you
> parties continue to take place,
> people continue to live,
> people keep coming out,
> people continue to see friends.

Yes, our morale is low.
> so what?

Only because we mourn our deaths while others rejoice in the blood shed.

> that is why we will win, in the end.

Never sleep or sleep the guardian of Israel! Yahweh God of Abraham, Isaac and Jacob.

Forward this speech to the whole community,
> and to people around the world.
> they are part of our strength

Share on your walls with your friends

Friday, March 18, 2022

Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman: DULU OPM, Sekarang

Artikel Kesadaran Bangsa 

Victor Mambor wartawan senior Papua mengatakan: 

"Dulu OPM, sekarang namanya ULMWP." 

Rex Rumakiek, salah satu Tokoh OPM yang berada di Australia mengatakan: 

"ULMWP adalah roh baru dari OPM "
Sementara Filep J.S. Karma mengakui: 

"Ketua resmi OPM dan ULMWP itu Tuan Benny Wenda. Karena, OPM adalah ULMWP dan ULMWP adalah OPM." 

(Sumber: Kami Bukan Bangsa Teroris, Yoman, 2021:57-58). 

Theo van den Broek mengatakan: 

"Benny Wenda adalah Ketua ULMWP dan KNPB adalah anggota ULMWP. Organisasi ULMWP dibentuk supaya sejumlah faksi politik yang berbeda di Papua dapat bersatu dan bersama dapat mengambil langkah untuk memperjuangkan sejarah Papua..." (Sumber: Tuntut Martabat, Orang Papua Dihukum, 2020:32). 

Dewan Gereja Papua (WPCC) mendukung ULMWP sebagai Rumah Bersama rakyat dan bangsa Papua Barat. Dasar dukungannya, karena selama 50 tahun lebih rakyat dan bangsa Papua berjuang dengan banyak kelompok dan itu memperpanjang (prolong) penderitaan rakyat Papua. Dewan Gereja Papua (WPCC) juga memberikan surat rekomendasi kepada Dewan Gereja Dunia (WCC) pada 17 Februari 2019 supaya Dewan Gereja Dunia juga memperhatikan dan mendukung ULMWP. 

Pendeta Dr. Benny Giay, Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 2 Januari 2021 menegaskan: 

"...Komunitas internasional sudah tangkap apa yang sudah dibuat oleh pimpinan ULMWP pada 1 Desember 2020 di Inggris. Deklarasi Benny Wenda di Inggris ditangkap orang lain dan mereka memanfaatkan deklarasi itu dan menekan Indonesia...Sekarang banyak orang sudah mengerti persoalan kemanusiaan dan ketidakadilan di Papua. Banyak orang mendukung orang Papua dalam semangat solidaritas kemanusiaan secara global. Bagaimana kita menjaga dan mendukung ULMWP. ...ULMWP wadah politik resmi milik rakyat dan bangsa Papua, bukan milik perorangan dan suku tertentu....jangan merusak atau mengganggu ULMWP dengan berbicara sana-sini dengan media." 

(Sumber: Kami Bukan Bangsa Teroris: Yoman, 2021:157-159). 

Perlu dimengerti dan disadari oleh para pejuang keadilan, perdamaian, martabat kemanusiaan, kesamaan dejarat, perdamaian dan hak penentuan nasib sendiri rakyat dan bangsa Papua Barat ialah keberadaan ULMWP sama dengan ANC di Afrika Selatan, PLO di Palestina dan Fretilin di Tomor Leste. 

Jadi, ANC di Afrika Selatan, PLO di Falestina dan Fretilin di Timor Leste dan ULMWP di West Papua. 

ULMWP berjuang untuk tegaknya kembali martabat dan kedaulatan rakyat dan bangsa West Papua 1 Desember 1961 sebagai Hari Kemerdekaan bangsa Papua. 1 Desember 1961 yang sudah dikenal luas dan diperingati oleh simpatisan dan pendukung Papua Barat di berbagai Negara secara global/internasional. 

Presiden Republik Indonesia Ir. Suekarno pernah mengakui: 

"Bubarkan Negara Papua" buatan Belanda 1 Desember 1961. 

Rakyat dan bangsa Papua Barat pernah merdeka dan berdaulat sebagai bangsa  1 Desember 1961 dan itu dibubarkan atau dianeksasi oleh Indonesia. 

Mari, kita dukung dan jaga ULMWP sebagai Rumah Bersama, Perahu Bersama dan Honai Bersama. 

Setiap orang boleh berbeda pendapat dan boleh tidak senang dengan Ketua ULMWP, tetapi, INGAT, jangan pernah bocorkan perahu besar ULMWP karena semua penumpang, rakyat dan bangsa Papua beada dalam perahu ULMWP. 

Musuh yang melawan dan berusaha bocorkan perahu ULMWP berarti  itu musuh bersama rakyat dan bangsa Papua Barat. 

Ingat!  Sadar! Jangan lupa! 
"Dulu OPM, Sekarang ULMWP." 

Dunia terus berubah dan berkembang. Mari, kita ikuti dinamika yang terus berubah dan berdinamika. Kita boleh ingat sejarah masa lalu, tapi kita jangan berpikir statis dan berdiri pada sejarah yang sudah tidak relevan. 

Hari ini, kita melawan kolonialisme, kapitalisme, militerisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, pelanggaran berat HAM, genosida (genocide), sejarah pepera 1969 yang tidak demokratis yang dimenangkan ABRI dengan moncong senjata. 

Doa dan harapan penulis, tulisan ini menjadi berkat dan membuka sedikit wawasan tentang ULMWP. 

Selamat membaca dan merenungkan!


Ita Wakhu Purom,  Selasa, 12 Oktober 2021 

Penulis: 
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
__________

Sunday, March 13, 2022

KEPEMIMPINAN BENNY WENDA DIANTARA PROVOKATIF DAN SENTIMEN, SERTA GAGAL PAHAM

[By:Kristian Griapon, Desember 2020]

Teramati, nampak jelas terlihat sekelompok Orang Asli Papua berseberangan pandangan dengan kepemimpinan Mr.Benny Wenda dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri rakyat Papua. 

Kelompok orang-orang itu teramati sangat reaktif di dunia maya terhadap Benny Wenda, namun secara kenyataan di dunia nyata dalam kampanye, maupun lobi politik perjuangan kemerdekaan West Papua di dunia internasional oleh kelompok itu tidak kelihatan. Yang mereka kampanyekan lewat dunia maya hanyalah pernyataan sepihak, foto, atau gambar-gambar editan yang sumber pemberitaannya sangat diragukan.

“Mereka itu mau dikatakan kritikus, bukan, karena cara dialeknya memperlihatkan pandangan provokatif dan sentiment serta gagal paham”. 

Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah kelompok orang-orang seperti itu dapat diandalkan dalam perjuangan pembebasan rakyat Papua dari penindasan kekuasaan Indonesia? Rakyat Papua sendiri yang menilai dan menjawabnya!!!

Perjuangan Pembebasan rakyat Papua bukan suatu mainan kata-kata di dunia maya, namun sangat dibutuhkan tindakan nyata, baik itu perlawanan dalam negeri maupun di luar negeri dengan tidak saling menjatuhkan, atau mendiskredit sesama pejuang.

West Papua belum menjadi sebuah Negara berdaulat, sehingga yang namanya oposisi tidak diperlukan, untuk dijadikan alat kendali dalam wadah perjuangan kemerdekaan West Papua. Namun yang dibutuhkan dalam wadah perjuangan kemerdekaan West Papua, adalah seorang figur yang dilandasi jiwa patriotism, dan mendedikasi hidupnya demi pembebesan rakyat Papua dari penindasan Indonesia.(Kgr)

Saturday, March 12, 2022

Steven Winduo, on rivers as metaphors


 “Rivers stand as a text for me, and it is up to me to read what is inscribed on the surface, beneath it, and along it.”

- Steven Winduo, on rivers as metaphors
Papua New Guinean poet, writer, and scholar Steven Edmund Winduo is a professor at the University of Papua New Guinea. An author of multiple poetry and short story collections, Winduo proposed new conceptual frameworks and writing strategies in Pacific literature and expanded representations of Oceanians, especially in Melanesia. This work is so important because, as Dr. Tarcisius Kabutaulaka has written:
“While negative representations of Melanesia linger in the shadows of scholarly and popular discourses, Melanesians are proactively trying to shed the ‘ignoble savage’ image and aspire for ‘a place in the sun.’”
- Dr. Tarcisius Kabutaulaka (2015)
To continue challenging representations of Pacific Islanders in literature and other forms, we invite submissions for proposals for our upcoming CPIS Student Conference on April 11, 2022.
Please submit proposals at: http://go.hawaii.edu/nuV (link is case sensitive) before next week on March 15, 2022 at 10pm HST.
Photo: Steven Winduo in our Teaching Oceania Series Vol. 7, Pacific Studies: A Transformational Movement. (Enomoto et al. 2021, 19).
Teaching Oceania Series Vol. 7, Pacific Studies: A Transformational Movement is available to download on Scholarspace: https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/81452.
Kabutaulaka, T. (2015). Re­Presenting Melanesia: Ignoble Savages and Melanesian Alter­Natives. http://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/38767.

Thursday, March 10, 2022

It is About "When" NOT "If" West Papua gets independence,

 When West Papua gets independence...


Indonesia will become fully independent in all meanings and all aspects. What the first Indonesian President Sukarno calls "complete and multi-dimensional revolution" will become a reality. Indonesia will not become independent from western influences. Indonesian won't be going to Canberra, London nad New York to determine the fate of Indonesia anymore.

When West Papua gets independence, Javanese will become fully independent, they won’t be receiving all the blame. Indonesia will be respected as a modern nation state that have civilized citizens.

When West Papua gets independence, Western powers will get direct benefits economically.

When West Papua gets independence, South Pacific will become fully completely real paradise, that radiates love, joy and harmony with and to all beings. Humanity will be given another chance in Postmodern era to see, feel, smell and taste the word ‘paradise’ in real world and real life.

When West Papua gets independence, relations between Indonesia and Melanesia will be very strong and beneficial inany aspects. It will bring Indonesia to the central role. Indonesia and Melanesia are one package of economic power. Melanesia with a free and independent West Papua will be the best and strongest ally of Indonesia with the natural resources she needs to emerge as a key player in the world affairs. A the same time, Indonesia with enough and well educated and skilled human resources will be needed badly and used widely by and independent Republic of West Papua and of course all Melanesian countries. Transfer of science and technology will happen via Indonesia - West Papua relation, and will take over the roles of the Philippines, Malaysia and India altogether.

When West Papua gets independence, the influence of Indonesia across South Pacific will not be blocked by anybody or any issue. The Republic of West Papua will use Malay-Papua as a lingua franca and will bring big influence across Melanesia to learn  Bahasa Indonesia as a useful language for social, cultural and economic activities across South Pacific.

When West Papua gets independence, a free and independent Republic of West Papua will put Indonesia as the first neighbour to benefit from. Almost all ASEAN countries look down Indonesia as poor economically and militaristic government that does not respect human rights. These will automatically dissolved.

When West Papua gets independence, Australia, New Zealand and all western powers will stop worrying about how good and how bad Indonesia is treating Melanesians in West Papua. All Western powers will see and treat Indonesia as equally modern, civilized and democratic. 

When West Papua gets independence, they will redeem their past mistakes of giving away the territory and people to military rule that costed the lives of many innocent Melanesians in West Papua. Indonesia will stop coming to the west asking, “can you please say to the media that your government still support West Papua remain under Indonesian rule?

When West Papua gets independence, so many unexpected things will happen. Melanesians are a people that see spirit and body, awake and dream as one and the same realities. 

When West Papua gets independence, humanity will have a better chance to understand how to live well, eat well and die a happy death.

When West Papua gets independence, Melanesian will be given the opportunity to express herself to our humanity and will help our human race to experience the real life way of life and way of living that are sustainable, harmonious, peaceful with each other. 


So, the question is “when”, NOT “if”.,

Thursday, March 3, 2022

PRINSIP PIJAK TAKTIK DAN STRATEGIS PERJUANGAN WEST PAPUA OLEH PEMERINTAH SEMENTARA WEST PAPUA (ULMWP) TIDAK BERGANTUNG PADA KEKUATAN BLOK BARAT MAUPUN TIMUR

Edisi | 3 Maret 2022

Oleh: Dr. Jacob Rumbiak | Senior Research Associate

Menteri Urusan Luar Negeri (Menlu) Pemerintah Sementara West Papua (ULMWP)
Perang antara Rusia dan Ukraina memunculkan dua kekuatan adikuasa (Blok Barat dan Blok Timur) disaksikan nyata oleh umat manusia bangsa-bangsa yang mendiami satu planet kita bernama ‘Bumi’ ini.
Sejak tahun 2013, dua propinsi di negara Ukraina yakni (Donetsk dan Luhansk) yang terletak sebelah Timur negara tersebut secara damai dan bermartabat meminta kepada pemerintah pusat Ukraina yang berkedudukan Kiev tentang kemauan seluruh wilayah kedua propinsi tersebut atas Hak Kemerdekaan mereka pisah secara baik-baik dari Negara Ukraina (di jamin prinsip PBB). Permohonan kedua pemimpin kedua propinsi tersebut direspon dengan pengiriman kekuatan angkatan perang/ militer Ukraina berskala besar bertujuan menggempur pihak aktivis kemerdekaan kedua wilayah tersebut. Operasi militer Ukraina ini berlangsung selama 8 tahun (2013 – 2021). Akhir tahun 2021, kedua pemimpin perjuangan kedua wilayah (Donetsk dan Luhansk) secara resmi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin untuk meminta dukungan berupa pengakuan hak kemerdekaan, keuangan dan kekuatan keamanan militer untuk melindungi seluruh rakyat sipil di kedua wilayah yang telah mendeklarasi kemerdekaan bagi wilayahnya.
PEPERANGAN TERJADI KARENA BEDA PENDAPAT
A. Pendapat Pemerintah Negara Rusia
Pihak Rusia berpendapat bahwa ia berkewajiban mengakui kemerdekaan kedua propinsi yang telah mendeklarasikan kemerdekaan bagi bangsanya sekaligus mengirim pasukannya untuk mengusir kekuatan angkatan perang negara Ukraina, dan Rusia membenarkan tindakannya sudah sesuai dengan prosedur PBB yakni status Rusia sebagai Anggota Tetap PBB. Pengakuannya kepada kedua propinsi yang mendeklarasikan kemerdekaan pun sudah benar karena prinsip PBB membenarkan setiap bangsa atas Hak Kemerdekaannya.
Menurut Rusia dan ini merupakan PRINSIP DASAR HUKUM INTERNASIONAL atau PBB, Kunci sebuah bangsa mau merdeka WAJIB MEMENUHI UNSUR MENDIRIKAN NEGARA berdasarkan Konvensi PBB Montevideo tahun 1933 yaitu: (1). punya Wilayah; (2). punya Rakyat; (3). punya Pemerintahan; dan (4). punya hubungan nyata resmi dengan negara-negara merdeka anggota PBB. Kedua propinsi tersebut (Donetsk dan Luhansk) mendeklarasikan berdirinya Negara Republik DONBASS lengkap dengan struktur/perangkap Pemerintahan Negaranya dimana Perjuangan Politiknya yang memiliki 4 sayap perjuangan yakni (Sayap Politik, Diplomatik, Intelligence dan Militer) benar-benar berada dalam SATU KOMANDO dan BEKERJA BERKOORDINASI.
B. Pendapat Pemerintah Negara Ukraina
Bagi Pemerintah Negara Ukraina yang berkuasa di Propinsi Donetsk dan Luhansk berpendapat bahwa, kedua wilayah tersebut melakukan SEPARATIS alias pemberontakan melawan Negara Ukraina yang wajib di bumihanguskan dengan kekuatan angkatan perangnya. Pemerintah Negara Ukraina lewat Kekuatan Blok Barat melakukan propaganda yang berpijak pula pada prinsip PBB bahwa Negara Rusia telah menyalahi Prinsip PBB yakni Rusia mencaplok wilayah Kedaulatan negara Ukraina dan harus di jatuhi Sangsi PBB berupa embargo segala macam, disusul pengiriman bantuan keuangan, pasokan pangan, obat-obatan bahkan kekuatan militer Barat dalam skala besar.
DASAR KEKUATAN DONBASS TERLETAK PADA STATUS “NEGARA”
Yang menjadi Dasar Kekuatan dua propinsi dalam wilayah Ukraina (Donetsk dan Luhansk) terletak pada STATUS “NEGARA” yakni “NEGARA REPUBLIK DONBASS”.
Negara Rusia dan sekutunya Rusia mendukung kemerdekaan wilayah Donetsk dan Luhansk setelah kedua wilayah tersebut mendeklarasikan Negara Republik Donbass (Republic of Donbass).
Jika sebuah bangsa mau mendirikan Negara, maka HARUS memenuhi SYARAT MENDIDIKAN NEGARA pula, berdasarkan ISI KONVENSI MONTEVIDEO Tahun 1933 yakni, punya WILAYAH, punya RAKYAT, punya PEMERINTAHAN dan punya HUBUNGAN NYATA dengan negara-negara merdeka sah anggota PBB. Kedua wilayah (Donetsk dan Luhansk) telah memenuhi syarat itu sebagai “Negara Republik Donbass” yang dideklarasikan pada 8 Februari 2022.
Bagaimana Perbandingan Perjuangan ‘Donetsk dan Luhansk’ dengan West Papua?
PEMERINTAH SEMENTARA WEST PAPUA (ULMWP) BERPINSIP MELETAKKAN STATUS DAN POSISI WEST PAPUA MENJADI SANGAT PENTING BAGI KEKUATAN BLOK BARAT, BLOK TIMUR DAN MASYARAKAT DUNIA
Prinsip perjuangan yang di anut oleh ULMWP adalah bagaimana ULMWP dan seluruh rakyat West Papua meletakkan, menjelaskan dan menerapkan status dan posisi West Papua menjadi Penting bagi kedua belah pihak (Blok Barat, Blok Timur dan masyarakat dunia), artinya ULMWP dan seluruh rakyat West Papua TIDAK berkiblat dan tidak pula bergantung pada salah satu blok kekuatan dunia tersebut. Prinsip inilah yang ULMWP wujudkan dalam “Kebijakan Negara Hijau (Green State Vision of West Papua)” ketika pertemuan kepala-kepala negara dan kepala pemerintahan berbagai negara besar-kecil di Glosgow pada November–Desember 2021. Artinya ULMWP dan seluruh rakyat West Papua kami tidak bergantung pada kekuatan Blok Barat maupun Blok Timur, melainkan menghendaki status dan posisi West Papua menjadi sangat penting bagi kedua belah pihak kekuatan adikuasa tersebut atau degan kata lain TIDAK BERGANTUNG pada mereka.
Visi dan misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah turut menjaga dan memelihara Planet Bumi kita ini sebagai pemukiman umat manusia yang aman, adil dan damai, artinya PBB wajib menjamin kelangsungan hidup umat manusia tanpa kecuali, terutama dari DUA SUMBER ANCAMAN, yaitu: (1). Petaka Kemanusiaan oleh ULAH MANUSIA dan (2). Petaka Kemanusiaan oleh BENCANA ALAM.
PETAKA KEMANUSIAAN OLEH ULAH MANUSIA
Berbagai sumber dokumen sejarah mencatat petaka kemanusiaan akibat ulah manusia sungguh mengerikan karena menghadirkan linangan air mata, cucuran darah, tulang belulang berserakah penderitaan dan kesengsaraan luar biasa terhadap umat manusia yang tak berdosa dari kedua belah pihak, contohnya korban rakyat sipil Perang Dunia I, II, 6 juta orang Yahudi di bantai dalam peristiwa Holocaust oleh Nazi Hitler, Apartheid di Afrika Selatan, Trikora 19 Desember 1961 aneksasi wilayah West Papua dengan kekuatan Angkatan Peran NKRI (Indonesia), Pembantaian TNI terhadap anggota PKI dan sebaliknya, perang di Irak, Iran, Libya, Syria, kejahatan Pol Pot di Kamboja, juga operasi Militer Indonesia saat ini diseluruh wilayah West Papua yang telah mengerahkan 208, 000 personel, dan masih banyak lagi.
PETAKA KEMANUSIAAN OLEH BENCANA ALAM
Berdasarkan pengamatan para Astronom negara-negara adikuasa bahwa, Black hole Matahari kini menuju kematian, sisa usianya 5 juta tahun lagi dan berdasarkan hitungan Astronom ini usia yang sangat singkat, bulan pun sudah menjauh dari Planet Bumi kita ini sejauh 400,000 mill lebih dari normal dan Magnet Bumi kita ini sedang bergeser ke Selatan.
Setiap tahun suhu Bumi naik 2,3 % yang berakibat 17,000,000 ton salju di Kutub Selatan dan Utara roboh dan mencair yang menyebabkan ketidakseimbangan permukaan Bumi, khususnya suhu Bumi menyebabkan bencana mematikan umat manusia termasuk flora dan fauna yang mendiami Planet Bumi kita ini, sehingga jangan heran bila sejak 10 tahun lalu hingga tahun 2022 ini, telah, sedang dan terus terjadi bencana alam dahsyat yang membunuh umat manusia di mana negara-negara Blok Barat maupun Timur TIDAK satu pun luput dari bencana alam tersebut. Seberapa canggih negara maju, kapanpun dan dimanapun tidak mampu menggagalkan bencana alam, kecuali cara satu-satunya adalah menghindarinya.
Satu-satunya kunci untuk menyelamatkan Planet Kita “BUMI” ini dari bencana alam dengan cara yang sangat bijaksana adalah “MEMELIHARA HUTAN ALAM BUMI KITA INI TETAP HIJAU YANG MERUPAKAN JANTUNG BUMI” agar memberikan kita makanan alami yang segar dan sehat sekaligus sebagai PENYANGGAH ALAMI – SELIMUT BUMI KITA bersama umat manusia dan komunitas makhluk lain, termasuk rakyat bangsa-bangsa yang dikategori sebagai masyarakat negara adikuasa/ Blok Barat dan Blok Timur.
Contoh konkritnya, ketika datang pandemic Covid-19 /corona entah varian delta hingga omicron, tak satupun negara adikuasa di dunia ini yang dapat menghentikannya dengan senjata mutakhir kekuatan militer dan senjata nuklir mereka. Justru jutaan rakyat negara dua adikuasa inilah yang terbanyak mencapai ratusan ribu hingga jutaan mati dibunuh oleh penyakit corona, delta dan varian omicron.
Satu-satunya cara ampuh untuk mengakhirinya bencana alam mematikan tersebut lewat tindakan nyata solidaritas dan kebersamaan sesama umat manusia yang sama-sama menghuni Bumi ini lewat kesepakatan/persetujuan bersama melakukan isolasi mandiri, isolasi lokal, lockdown, vaksinasi dan masih banyak lagi cara untuk menyelamatkan umat manusia dan ancaman tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan
- 200an negara anggota PBB yang hari ini ada, semuanya menggapai hak kemerdekaannya setelah mereka telah memenuhi syarat mendirikan negara berdasarkan Prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Hukum Internasional fullstop. Tidak Kurang dan Tidak Berlebihan.
- Propinsi Donetsk dan Luhansk keduanya MENEGASKAN status tujuan perjuangan mereka sangat jelas yaitu sebagai “NEGARA REPUBLIK DONBASS”
- Status Negara inilah merupakan kekuatan Hukum Internasional yang menempatkan Kedudukan Negara Republik Donbass equal atau sejajar atau setara negara Ukraina, dengan demikian permintaan Negara Donbass kepada negara Rusia wajib diterima dan dibantu karena Negara Republik Donbass dinilai Rusia sebagai wilayah Negara bangsa-bangsa yang wajib dilindungi oleh Rusia selaku Negara Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB.
SARAN
- Bila berbagai pihak atau orang mau membandingkan perjuangan West Papua bersama Pemerintahan Sementara West Papua (ULMWP) terhadap 2 propinsi jajahan negara Ukraina yang mendeklarasikan kemerdekaan bagi bangsanya, saya anjurkan agar silahkan lakukan penelitian secara objektif (agar argumentasinya didukung dengan bukti otentik, seperti data, tolok ukur, serta parameter yang dapat dihitung secara akurat).
- Rakyat Papua yang berkeinginan mendirikan Negara West Papua lepas dari kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka IKUTILAH jejak Donetsk dan Luhansk. PERTEGAS STATUS “PEMERINTAH NEGARA WEST PAPUA” sebagaimana Donetsk dan Luhansk dan memperlihatkan bukti nyata bahwa West Papua telah MEMENUHI SYARAT MENDIRIKAN NEGARA WEST PAPUA berdasarkan KONVENSI MOTEVIDEO 1933 atas dasar Prinsip PBB yang di jamin Kekuatan Hukum Internasionalnya.