Friday, September 10, 2021

Rekomendasi MU-PBB 2504 Bisa Dicabut Sesuai Tata Cara PBB

By: Kristian Griapon - Jumat , 9 April 2021

Tidak dapat dibenarkan jika ada yang mengatakan Rekomendasi MU-PBB 2504 yang dituangkan dalam bentuk Resolusi menjadi garansi (jaminan) bahwa, “Papua Barat Sudah Final di dalam Negara Republik Indonesia”. Itu adalah pandangan yang keliru, dan pandangan tersebut dapat dipahami sebagai kata-kata penghibur diri dalam menghadapi diplomasi politik luar negeri Indonesia yang semakin rumit, tentang isu hak menentukan nasib sendiri rakyat Papua Barat sebagai suatu bangsa diatas wilayah geografi Papua Barat, yang berkembang dan meluas di hampir seluruh penjuru bumi. Jangan menipu diri membangun narasi poltik tidak mencerdaskan bagi yang tidak mengerti.
Yang menjadi pertanyaan, Resolusi PBB 2504 itu dalam bentuk apa dikatakan final, apakah dalam bentuk keputusan yang mengikat atau rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat?
Sebuah keputusan PBB yang dituangkan dalam bentuk resolusi sewaktu-waktu dapat dicabut seiring dengan evolusi perkembangan hukum internasional, terkecuali deklarasi dan keputusan-keputusan yang melalui transpormasi menjadi hukum kebiasaan internasional yang mengikat semua anggota PBB dan juga Negara-negara bukan anggota PBB. Jadi kita tidak bisa berprinsip apriori artinya merasa diri benar tanpa melihat kebenaran yang sebenarnya berada di luar di sekeliling kita.
“Sebuah keputusan bisa dicabut, apalagi yang namanya rekomendasi”.
Resolusi MU-PBB 2504 dalam bentuk rekomendasi pembangunan sosial-ekonomi di Papua Barat yang dimandatkan kepada Indonesia telah gagal total, hal tersebut berkenaan dengan berbagai laporan tindakan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua Barat kini telah menjadi perhatian Komisioner Tinggi HAM PBB.
Sebuah Resolusi yang dikeluarkan MU-PBB, tidak serta merta menjadi hukum internasional, harus melalui transpormasi untuk menjadi hukum kebiasaan internasional. Dan sebuah resolusi tidak bersifat mutlak atau final, sewaktu-waktu dapat dicabut menurut tata cara PBB, disesuaikan dengan evolusi perkembangan hukum internasional.
Dari kasus Resolusi 3379 yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1975 dapat membuka mata kita bahwa sebuah resolusi PBB tidak bersifat mutlak dan final.
Resolusi 3379 dikeluarkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1975. Resolusi ini menyatakan bahwa Zionisme adalah sebuah bentuk rasisme. Resolusi ini lolos dengan 72 suara yang mendukung, 35 menolak dan 32 abstain. Jumlah 72 suara yang mendukung ini termasuk 20 negara Arab, 12 negara lainnya dengan mayoritas Muslim, termasuk Turki yang mengakui Israel kala itu, 12 negara komunis, 14 negara Afrika non-Muslim dan 14 negara lainnya termasuk Brasil, India, Meksiko, dan Portugal.
Pencabutan

Pada tahun 1991, situasi dunia internasional menjadi berbeda setelah runtuhnya Uni Soviet, kemenangan pasukan sekutu di Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan hegemoni negara adidaya ini di dunia internasional. Maka pada tanggal 16 Desember 1991, Dewan Umum mengeluarkan Resolusi 46/86, yang menarik Resolusi 3379 dengan 111 suara setuju dan 25 suara menolak. Sementara itu ada 13 yang abstain dan 17 delegasi tidak hadir. Sementara itu 13 dari 19 negara Arab, termasuk yang berunding dengan Israel, menolak resolusi ini. Enam lainnya tidak hadir. Tidak ada Negara Arab yang setuju. PLO mengecam keras resolusi ini. Hanya tiga Negara non-Muslim yang menolak resolusi ini: Kuba, Korea Utara dan Vietnam. Hanya satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim mendukung resolusi ini, yaitu Albania, lainnya abstain atau tidak hadir. https://id.wikipedia.org/.../Resolusi_3379_Majelis_Umum....
Keputusan MU-PBB 3379 dan Rekomendasi MU-PBB 2504, yang dituangkan dalam bentuk Resolusi, bentuk dan sifatnya sama, yaitu resolusi yang dikeluarkan oleh PBB pada suasana perang dingin, tentunya terlihat ada implikasi atau keterlibatan kepentingan para pihak dalam suasana perang dingin itu. Jadi kesimpulannya tidak tutup kemungkinan Resolusi PBB 2504 akan mengikuti jejak Resolusi PBB 3379. Untuk itu rakyat Papua Barat harus bersatu, bertekun dalam doa dalam satu perjuangan, dan berpengharapan teguh, waktu Tuhan yang akan menjawabnya, wasalam.(Kgr)

No comments:

Post a Comment