Friday, June 6, 2025

Dr Ibrahim Peyon: Masyarakat Subsisten di Romba Kapitalis

Waktu penelitian di Sebyar, Kab. Bintuni, kami keliling mengumpulkan data di kampung-kampung seperti Taroi, Weriagar, Kali Tami, Tomu, Ekam dan Rejosari. Suatu hari saya bertemu untuk melakukan indep interview dengan seorang kepala suku yang cukup berpengaruh di Tomu, bernama Aci Kosepa. Ia mengatakan berbagai perusahaan dan kapitalis datang perkosa anak gadis Sebyar yang masih perawan. Gadis Sebyar perawan ini menunjuk Gas dan Minyak terbesar yang diambil oleh perusahaan milik Inggris bernama proyek LNG Tangguh Britis Petrolium (LNG-BP).  

Dalam penelitian kedua tinggal di suatu penginapan milik satu keluarga Makasar yang tinggal lama di Rejosari, ibu kota distrik Sebyar, salah satu informan kunci yang saya wawancara adalah Sadam Kosepa, ia mengatakan kepada saya: Anak perusahaan-perusahaan ini seperti Malaria tersiana yang mau mengisap darah kami semua dan kami mati secara berlahan. Mereka datang dan sengaja membunuh kami orang Papua ini secara tidak langsung, setelah itu kami mati secara berlahan dan mereka akan menguasai tanah dan kekayaan kami ini".  

Suatu hari, saya melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan dari masyarat Nebes yang tinggal di suatu kampung di belakang Rejosari, mereka mengatakan kami ini seperti cacing yang merayap dan memakan ampas-ampas sagu yang dibungut dari monopoli perusahaan Sagu yang peroperasi di Rejosari ini. Perusahaan ini larang kami ambil sagu di hutan dan hanya boleh ambil di perusahaan ini dengan harga yang mahal. Sebelum perusahaan ini datang, kami mencari makan bebas, orang Sebyar memberikan kami kebebasan untuk berburu, menangkap ikan, dan menokok sagu, dan buat kebun. Tapi, situasi sekarang sangat susah. 

Dalam penelitian yang ketiga, saya tinggal di rumahnya bapak David Bauw di kampung Weriagar dan Mogotira, dan suatu malam saya bertanya kepada beliau tentang sejarah asal usul klan-klan di kampung ini. Dia menjelaskan asal usul semua klan di sana dan klannya sendiri yang menyatakan keluar dari dalam tanah di Pasuweri dengan bawa semua kekayaan di wilayah itu. Salah satunya kekayaannya, sumur minyak yang dioperasikan oleh sebuah perusahaan bernama conoco di tempat itu. Tetapi, semua kekayaan ini kini dicuri dan dirampok oleh kapitalis dan kelompok konglomerasi lain, semua dibawa ke luar dari Sebyar.

Dalam penelitian yang pertama, ke kampung Taroi dua minggu di sini dan kemudian pindah dan tinggal dua hari di Magarina, sebuah kampung kecil tempat penghasilan terbesar udang dan lokasi dusun sagu. Tiap hari berbagai jenis kapal-kapal masuk di sini, untuk mengabil udang dan dipasarkan secara nasional dan internasional. Kapal-kapal ini beli udang dari masyarakat Rp. 2.000 per kg dan mereka jual ke tempat tujuan dengan harga 10 kali lipat. 

Mereka mengatakan, kekayaan kami banyak dan berlimpah, tetapi kami tidak berdaya. Berbagai perusahaan datang dan ambil hasil kami, mereka menjadi untung dan menjadi besar. Kami orang Sebyar, hidup masih tetap sama, kini kami menjadi buruh dan budak-budak orang asing di tanah kami sendiri.

Dalam suatu penelitian terpisah kami tim peneliti dari Babo menuju sebuah pulau kecil bernama Amuti, di tempat itu beroperasi sebuah perusahaan kayu Mangrove untuk produksi kertas, di sini kami temukan suatu fakta yang sangat mengerikan, dimana para pekerja yang umumnya orang Papua mayoritas dari kepala burung dan keluarga mereka tinggal di beberapa parak dan makan bersama seperti asrama besar. Mereka terkurung di sini, perusahaan tidak memberikan ijin mereka kembali ke kampung atau mengunjungi keluarga. Anak-anak usia sekolah tidak bersekolah dan tinggal di sini. Meskipun, temuan ini tidak ditulis dalam buku ini, tetapi akan muncul dalam jilid berikunya.   

Kesimpulkan dari kehidupan yang digambarkan oleh orang-orang Sebyar itu, dirangkum dalam tema: Masyarakat Subsisten di Rumba Kapitalis.

No comments:

Post a Comment