Orang Papua pro kontra status, orang asli Papua dan bukan asli Papua. Dasar yang menentukan status ini adalah sistem kekerabatan suku-suku asli di Papua. Hal lain seperti Hukum adat, politik, perkawinan, dll itu turunan dari sistem kekerabatan, bukan dasar utama. Perkawinan itu sendiri terikat pada tipe kekerabatan dan prinsip keturunan.
Sistem kekerabatan menjadi dasar untuk menentukan status keaslian, dalam sistem kekerabatan itu bicara tentang tipe kekerabatan, hubungan genealogis, dan prinsip keturunan. Tiga hal ini menjadi dasarnya. Tipe kekerabatan, ada empat tipe di Papua: Model Omaha, Hawaian, Iroquois, dan Iroquois-Hawaian (nama-nama suku-suku Indian Amerika ini digunakan karena pertama kali tipe-tipe kekerabatan itu ditemukan oleh Morgan di suku-suku itu). Model Omaha itu tegas patrilineal maka tidak ada kompromi. Sedang Hawaian, Iroquois, dan Iroquois-Hawaian mayoritas patrilineal, tetapi ada kemungkinan ambilineal bersyarat. Tipe Crow tidak ada di Papua, karena tipe Crow menentukan prinsip Matrilineal, yang mengizinkan anak-anak bisa mengikuti keturunan ibu dan mendapatkan hak warisan tanah. Tipe Crow dengan prinsip Matrilineal ini hanya ada beberapa suku di Bougainville, Salomon, Vanuatu dan Trobriand.
Jadi, Hawaian, Iroquois, dan Iroquois-Hawaian di Papua adalah mayoritas prinsip keturunan Patrilineal, tetapi dapat memungkinkan ambilineal secara terbatas pada suatu tempat dan waktu tertentu. Artinya, prinsip ambilineal ini memungkinkan anak perempuan dan sebagian keturunannya bisa mengikuti prinsip keturunan ibu dan mendapat warisan dari pihak ibu, tetapi terbatas hanya di tempat tertentu. Tidak mencakup seluruh wilayah suatu suku. Biasanya, dua atau tiga generasi kemudian, warisan tanah itu ditarik kembali bila tidak memenuhi kewajiban yang disyaratkan. Kewajibanya adalah selama masih menggunakan tanah itu diberikan kompenisasi kepada keturunan pihak ibu itu tanpa batas generasi (mirip kontrak tradisional). Jadi, prinsip ambilineal itu terikat oleh kewajiban tertentu. Maka sangat wajar, orang Papua pasti tidak setuju kalau orang-orang dari Ibu Papua dan bapak Non-Papua ambil kendali di tanah Papua ini.
Tidak ada dasar atau alasan yang kuat bisa meyakinkan orang Papua soal ini, dasar satu-satunya adalah kekerabatan, khususnya tipe kekerabatan dan prinsip keturunan. Itu hukum alam. Prinsip keturunan itu ditentukan oleh tipe kekerabatan, tipe kekerabatan ditentukan oleh terminologi kekerabatan, dan terminologi kekerabatan itu juga menentukan posisi dan status anggota kerabat.
Hubungan genealogi (misalnya kliam bahwa ada hubungan darah maka berhak) itu dapat ditentukan oleh kategori kekerabatan. Kategori kekerabatan ini memisahkan status, posisi, hak dan kewajiban. Kerabat mana berhak dan mana tidak. Dalam kategori kekerabatan, terminologinya dibedakan dari kerabat kolateral silang dan paralel, maka prinsip keturunan dan hak warisan tanah sudah pisah. Terminologi kategori kerabat kolateral sepupu silang itu beda dari sepupu paralel, maka status, posisi, hak dan kewajiabn sudah beda. Dia tidak bisa mendapatkan warisan dari pihak ibunya. Jadi, klaim hubungan darah ibu Papua itu tidak bisa diakui di sini.
Sedang, anak angkat posisinya sangat terbatas, dan dia juga terikat pada kesetiaan dan kewiban kepada klen yang diangkatnya, dan sewaktu-waktu status anak angkatnya bisa dicabut.
No comments:
Post a Comment