Sunday, January 5, 2025

Dr Ibrahim Peyon: Kritikan Teorerisi Melanesia atas Teori-teori Barat tentang Melanesia

Seorang Antropolog yang berasal dari Papua New Guinea, bernama Warilea Iamo Kritik seorang Antropolog besar bernama Margaret Mead yang menulis tentang Pasifik. Margeret Mead dalam buku-buku tentang Samoa, Manus dan Papua New Guinea, menulis orang Pasifik dalam distriminasi rasial yang kental. Margaret tidak sendirian, tetapi sebagian antropolog aliran Boasian seperti ruth Benedict, Kroebert dan beberapa lain. Antropologi Fungsionalisme  Inggris Bronislaw Malinoswki juga telah membantu kolonial untuk kekuasaan kolonialisme di Pasifik. Karena itu, Derek Freedom kritik keras terhadap Margaret Mead, Ruth Benedict dan Franz Boas yang dinilai teori mereka sebagai ideologi politik, dan mengabaikan prinsip-prinsip ilmiah. 

Dalam konteks ini, Warilea Iamo menulis sebagai beriku:  "saya telah mencoba untuk menunjukkan bahwa pengetahuan adalah bagian yang rumit dari kekuasaan. Pengetahuan antropologis berarti mengetahui yang Lain. Mengetahui yang Lain adalah untuk menciptakan sejarah, politik, geografi, dan budaya seseorang, untuk menghapus kekuatan imajinasi, dan untuk membuat orang tersebut tergantung. Tetapi untuk mengetahui orang lain juga berarti menganggap diri kita bisa lebih memahami diri kita sendiri. Dengan demikian, sebuah diferensiasi dan dikotomi "kita" sebagai yang superior dan "mereka" sebagai yang inferior berkembang. Dan, untuk mengetahui yang Lain adalah untuk memiliki otoritas atas orang tersebut, untuk mewakili, dan memperbanyak orang itu. Proses semacam ini akan menimbulkan stigma, di mana orang pribumi tidak dilihat dalam haknya sendiri, tetapi lebih dilihat dari apa yang telah dibuat dari individu tersebut". 

Stigma Papua adalah sebuah argumen teoretis dari sudut pandang kita sebagai subjek antropologi dan juga para antropolog. Stigma ini melihat "penemuan" antropologis tentang orang dan budaya Papua oleh Margaret Mead, bahkan oleh para antropolog masa kini, sebagai kategori sosial representasi yang lebih tertanam dalam budaya Barat daripada gambaran yang sebenarnya dari orang-orang itu sendiri. Saya berargumen bahwa penemuan-penemuan ini bukanlah sekadar imajinasi, karena kini mereka menjadi bagian integral dari peradaban Barat dan dunia saling ketergantungan tempat kita hidup. Stigma Papua muncul dari antropologi komparatif, yang spesialisasinya adalah komponen peradaban manusia yang diberi label "primitif" dan mengandung berbagai tingkat sejarah, ekonomi, politik, agama, psikiatri, dan sebagainya. Ini adalah kerangka psikologis Barat untuk mempertahankan citra dirinya yang diproyeksikan sebagai yang "Lain," seseorang yang lebih rendah dan lebih sederhana, untuk mendefinisikan dirinya sendiri sebagai "lebih baik." Ini terutama benar, karena menurut Diamond (1974: 119), "tanpa model semacam itu, semakin sulit untuk mengevaluasi atau memahami patologi dan kemungkinan-kemungkinan kontemporer kita."  Karena itu, Jared Diamond dalam bukunya, The World Until Yesterday: What Can We Learn from Traditional Societies,  juga membandingkan korban dalam perang dunia II sebagai akibat dari Bom Atom di Hirisima dan Nakazaki, dengan perang suku dalam masyarakat Dani. Ia abndingkan secara presentasi korban dalam perang dunia II lebih kecil ketimbang korban dalam perang suku orang Dani. 

Pandangan mencerminkan ideologi politik Barat terhadap di luar mereka, skriminasi rasis dan ideologi politik dibangun atas nama ilmiah dan ilmu pengetahuan. Sejauh ini ilmuwan Papua, meskipun berbagai titel yang dimilikinya tetapi kami belum mampu melihat teori secara kritis dan ilmiah. kami belum bisa membela diri kami sendiri dari kekuasaan pengetahuan barat yang menindas dan merendahkan martabat kemanusiaan sejati dan kesetaraan manusia.

No comments:

Post a Comment